Blog ini berisi tentang 1001 cerita rakyat seperti kumpulan dongeng, fabel, legenda suatu wilayah, cerita lucu, kumpulan motivasi. Selamat Membaca.

Total Tayangan Laman

Cinderella

        Pada suatu hari, terdapat kerajaan megah dan seorang anak perempuan yang cantik jelita dan baik hati. Ia tinggal bersama ibu tiri dan kedua kakak tirinya. Ia dirawat oleh mereka karena orangtua anak perempuan cantik itu telah meninggal dunia.

       Keseharian di dalam rumah itu, Ia disuruh mengerjakan seluruh pekerjaan rumah tangga. Ia selalu dibentak, diperlakukan kasar dan hanya diberi makan sekali dalam sehari oleh ibu tirinya. Dan kakak-kakaknya yang jahat memanggilnya dengan nama Cinderela. Cinderela yang berarti gadis yang kotor dan penuh debu.
        “Hmmm... Nama yang sangat cocok sekali untukmu!!!” kata kakak-kakak tirinya.

       Beberapa lama kemudian, di suatu hari datanglah pengawal kerajaan yang sedang menyebarkan gulungan surat undangan pesta dari Istana Kerajaan.
      “Asyiiik! kita akan berpesta dan berdandan secantik-cantiknyaaaa!!! Bagaimana kalau aku yang jadi putri sang raja? Ibu pasti akan sangat gembira”, kata kakak-kakak tiri.

         Tibalah hari yang dinanti-nanti, kedua kakak tiri Cinderela mulai berdandan secantik-cantiknya. Namun Cinderela termenung dan sedih, karena Cinderella tidak diperbolehkan ikut oleh kedua kakak tirinya ke pesta Istana Kerajaan. “Bagaimana mau ikut? Baju pun kamu tak punya! Apa kamu mau berpesta dengan baju kotor sepert itu?!”, ujar kakak Cinderela.

        Setelah semua berangkat ke pesta kerajaan, Cinderela pergi ke kamarnya yang sepi. Lalu Ia menangis sekeras-kerasnya karena hatinya sangat menyesal dan sedih. “Aku ini tak bisa pergi ke pesta istana kerajaan dengan baju sekotor ini, tapi aku sangat ingin pergi ke sana”. Mendengar Cinderella menangis, tidak lama kemudian terdengar sebuah suara aneh. “Cinderela,, Cinderella,, sekarang berhentilah menangis”. Ketika Cinderela membuka matanya dan berbalik, Ia melihat seorang peri dengan tongkat di tangannya. Lalu peri itu tersenyum ke arahnya. “Cinderela, sekarang bawalah empat ekor tikus dan dua ekor kadal disini, percayalah padaku” Kata Ibu peri.

        Setelah hewan kecil itu dikumpulkan oleh Cinderela, Ibu Peri membawa tikus dan kadal itu ke kebun labu di halaman belakang rumah. “Sim,, salabim!!!” Kata Ibu Peri dengan membacakan sihirnya, maka terjadilah  keajaiban! Tikus tikus langsung berubah menjadi empat ekor kuda, dan  kadal-kadal menjadi dua orang pengendara kuda. Dan yang terakhir, Cinderela berubah menjadi Tuan Putri yang cantik jelita, dengan memakai gaun yang sangat indah dan megah.

        Karena terlalu gembira, Cinderela menari berputar-putar dengan sepatu kaca miliknya. Ibu Peri berkata, “Cinderela,, ingatlah pengaruh sihir ini akan sirna setelah lonceng berbunyi tepat pukul dua belas malam berhenti. Jadi pulanglah sebelum tengah malam tiba. “Baik Nek. Terimakasih” jawab Cinderela dengan gembira. Dengan kereta kuda emas segera berangkat membawa Cinderela menuju istana kerajaan. Setelah tiba di istana, Cinderela memasuki ruang aula istana kerajaan. Begitu masuk, pandangan para tamu hanya tertuju pada Cinderela.

       Para undangan sangat kagum dengan kecantikan Cinderela, “Lhat! Cantik sekali putri itu! Berasal dari mana Putri itu ya?!” tanya para undangan. Kemudian sang Pangeran datang menghampiri Cinderela. “Selamat malam Putri yang cantik, maukah Anda menari denganku?” kata sang pangeran. “Baiklah dengan senang hati” kata Cinderela sambil mengulurkan tangannya dan tersenyum. Mereka menari dan berputar berdua dalam irama musik yang syahdu.

           Di lain sisi, Ibu dan kedua kakak tiri Cinderela tidak menyangka kalau tuan putri yang cantik itu sangat mirip dengan Cinderela. Sang Pangeran terus berdansa dan berdansa dengan Cinderela. “Wanita seperti andalah yang saya impikan selama ini”, kata Sang Pangeran. Karena terlalu bahagianya, Cinderela lupa peringatan waktu Ibu Peri. Jam mulai berbunyi 12 kali. “Maaf Pangeranku, jam sudah tengah malam, aku harus segera pulang”. Tiba-tiba Cinderela menarik tangannya dari genggaman sang pangeran dan segera berlari ke luar Istana Kerajaan.

             Di tengah perjalanan, tanpa disadari sepatu Cinderela terlepas sebelah, tetapi Cinderela tidak memperdulikannya, Ia terus berlari dan berlari. Sang Pangeran mengejar Cinderela, tetapi ia kehilangan jejak Cinderela. Di tengah anak tangga kerajaan, tertinggal sepatu kaca kepunyaan Cinderela. Pangeran mengambil sepatu kaca itu dan berkata dengan bertekad, “Aku akan mencarimu, Cinderela”. Walaupun Cinderela berubah menjadi gadis yang berdebu, Ia sangat bahagia karena bisa berpesta dengan Sang Pangeran.

           Pada harinya berikutnya, pengawal-pengawal kerajaan diutus oleh Sang Pangeran untuk mendatangi rumah-rumah yang ada anak gadisnya di seluruh negeri. Tujuan kedatangan para pengawal kerajaan itu untuk mencocokkan sepatu kaca itu dengan kaki mereka. Tetapi tidak ada yang cocok satupun, sampai pada akhirnya para pengawal tiba di rumah Cinderela.

           “Maaf, kami diperintah untuk mencari gadis yang kakinya cocok dengan sepatu kaca ini,” kata para pengawal kerajaan. Kedua kakak tiri Cinderela mencoba sepatu itu, tapi kaki mereka terlalu besar. Mereka tetap memaksa kakinya masuk ke sepatu kaca itu sampai lecet. Pada saat itu, pengawal kerajaan melihat dan mendengar Cinderela bernyanyi. “Hai kamu yang bernyanyi, cobalah sepatu kaca ini,” kata pengawal kerajaan. Lalu Ibu tiri Cinderela tidak terima, ”Sepatu ini terlalu mewah dan tidak akan cocok dengan anak berdebu ini!”. Kemudian Cinderela memasangkan sepatu di kakinya. Ternyata sepatu kaca itu sangat cocok. “Ah! Andalah Tuan Putri yang kami cari!” kata pengawal kerajaan dengan gembira. “Hai Cinderela, Selamat yaa”, lalu Cinderela melihat ke belakang, dan ibu peri sudah berdiri di belakangnya. “Mulai sekarang,  hiduplah bahagia bersama Pangeran. Sim salabim!!!” kata ibu peri.

     Begitu peri membaca mantranya, seketika itu Cinderela berubah menjadi seorang Tuan Putri yang memakai gaun pengantin yang cantik jelita. “Pengaruh sihir ini tidak akan hilang walau jam berbunyi 12 kali”, kata ibu peri. Kemudian Cinderela diantar oleh tikus-tikus dan burung yang selama ini menjadi temannya di rumah itu.

      Sesampainya di Istana Kerajaan, Sang Pangeran menyambutnya sambil tersenyum legah dan bahagia. Pada akhirnya Cinderela dan Pangeran menikah dan hidup bahagia selamanya.

- SEKIAN
Share:

Asal-Usul Ikan Duyung


     Pada suatu hari, terdapat sebuah kampung di daerah Sulawesi Tengah. Disana terdapat sepasang suami-istri yang hidup bersama tiga orang anaknya. Dua anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Sang Ayah mencari nafkah dengan menanam sayuran dan umbi-umbian dan menangkap ikan di laut. Setiap pagi hari, sebelum ke ladang, sang Ayah selalu sarapan bersama istrinya dan ketiga anak tersayangnya.
     Di suatu pagi dan senja, sepasang suami-istri dan ketiga anaknya sedang sarapan pagi dengan lauk ikan. Pada saat itu, persediaan lauk ikan memenuhi kebutuhan sehari-hari hingga mereka tidak mampu menghabiskan lauk ikan itu. Setelah sarapan pagi, sang Ayah pun bersiap menuju kebun. Sebelum berangkat, Ia berpesan kepada istri tercintanya. 
      “Wahai istriku! Tolong simpan sisa lauk ikannya untuk makan siang nanti yaa”
      “Baik, suamiku,” jawab istrinya.
          Lalu berangkatlah sang Ayah menuju Ladang. Sang Istri segera menyimpan sisa lauk ikan itu di dalam lemari makan. Menjelang siang hari, anak bungsu mereka tiba-tiba menangis meminta makan. Ia sangat kelaparan setelah setengah hari selalu bermain dengan kakak-kakaknya. Sang Ibu pun segera mengambilkan sepiring nasi dan beberapa cuil daging ikan yang disimpan. Anak bungsu itu memakan makanan itu dengan lahap. Beberapa menit berlalu, lauk ikan yang dikasihkan ibunya langsung ia habiskan tanpa tersisa. Anak bungsu meminta lauk ikan tambahan kepada ibunya.
             “Ibu... Ibu... aku ingin lauk ikan lagi,” pinta si anak bungsu dengan menangis.
             “Tapi sedikit yaa, Anakku! Sisakan juga agar Ayahmu bisa makan nanti siang,” bujuk sang Ibu.
         Tetapi sang Ibu tidak bisa membujuk si anak bungsu berhenti menangis. Bahkan, Ia menangis sambil berguling di tanah. Sang Ibu tidak tega melihat anaknya kelaparan. Lalu sang Ibu memberikan semua sisa ikan itu kepada si anak bungsu. Lalu Ia berhenti menangis.
             Hari sudah siang, sang Ayah akan pulang dari ladang. Ia merasa lapar dan meminta istrinya untuk menghidangkan makanan. Dengan perasaan cemas, sang istri segera menghidangkan makanan seadanya. Setelah hidangan dibawa, sang Ayah sadar bahwa hidangan ada yang kurang.
             “Istriku, mana sisa ikan tadi pagi? Kenapa tidak ada?” tanya sang Ayah.
          “Maaf, Suamiku! Tadi si anak bungsu menangis dan berguling sambil meminta lauk ikan,” jawab istrinya.
            “Lalu kenapa kamu berikan semuanya padanya?” tanya sang Ayah dengan emosi.
            “Maaf, Suamiku! Aku hanya memberinya beberapa cuil lauk ikan, tetapi si anak bungsu terus menangis dan berguling di tanah meminta ikan lagi. Aku tak tega melihatnya, Saumiku! Sehingga aku memberikan semua sisa ikan itu padanya,” jawab Sang Istri.
         Mendengar jawaban Sang Istri, Sang Ayah semakin marah dan tak mau menerima alasan apapun lagi.
         “Aku tak mau tahu. Aku sudah memberimu pesan agar menyimpan sisa lauk ikan itu untuk siang!” bentak sang Ayah.
           Sang Istri tak bisa berkata satu katapun. Ia hanya menangis dan meminta maaf kepada suaminya. Ia meminta maaf kepada suaminya berkali-kali. Namun sang Suami tidak berhenti marah, bahkan kemarahannya semakin meluap. Sang istri yang tidak tahan dimarahi lalu meneteskan air mata.
         “Aku sudah tak sanggup tinggal di rumah ini. Suamiku sungguh tak mau memaafkan aku lagi,” keluh sang Istri dalam hati.
        Kemudian sang Istri memutuskan pergi. Hingga malam tiba, ketika suami dan anak-anaknya sedang tidur nyenyak, diam-diam Ia pergi dari rumah dan menuju laut.
         Di pagi harinya, sang Ayah dan ketiga anaknya terbangun dari tidurnya. Lalu setiap pagi hari, mereka berkumpul untuk sarapan bersama. DAN sangat terkejutnya sang Ayah karena hidangan sarapan bersama tidak ada. Dengan perasaan kesal, Ia berteriak memanggil istrinya.
              “Istrikuuu... Istrikuuuu...! Kamu di manaa?”
          Berulang kali sang Ayah memanggil istrinya, tapi tak ada balasan sama sekali. Sang Ayah yang gelisah bersama ketiga anak mereka sedang mencari sang Ibu di sekitar rumah mereka. Mereka sudah mencari ke mana-mana, tetapi mereka tidak menemukan sang Ibu.
           “Ayah!!! Apa yang harus kita lakukan? Lalu Si Anak Bungsu menangis tak tahan menahan rasa lapar” tanya si anak Sulung kepada Sang ayah.
              “Ayo, kita cari ibu kalian di laut!” kata sang Ayah.
              “Kenapa harus di laut, Ayah?” tanya lagi si anak Sulung.
            “Mungkin ibu kalian sedang menangkap ikan di laut. Bukankah si anak Bungsu kemarin menangis meminta lauk ikan?” kata sang Ayah.
          Mendengar perkataan sang Ayah, si anak Sulung mengajak kedua adiknya menuju laut untuk mencari sang ibu. Sesampainya di laut, mereka memanggil ibu mereka dengan bernyanyi:
               Ibu pulanglah Ibu...
               Ibu pulanglah Ibu...
               Si Anak Bungsu ingin menyusu...
             Tak lama kemudian, tiba-tiba ibu mereka muncul dari laut dengan membawa beberapa ikan segar, lalu segera menyusui si Anak Bungsu. Setelah menyusui, sang Ibu berpesan pada ketiga anaknya.
              “Wahai, anak-anakku! Sekarang pulanglah ke rumah. Pasti Ayah kalian sudah menungggu”
              “Ayo Bu! Kita pulang bersama-sama!” kata ketiga anak itu sambil menarik tangan sang Ibu.
             “Kalian pulanglah dulu! Ibu nanti menyusul. Dan bawalah ikan segar ini untuk makan siang dengan Ayah kalian. Ibu masih mencari ikan lagi untuk kalian,” kata sang Ibu.
         Ketiga anak itu menuruti kata sang Ibu. Mereka pulang dengan membawa ikan segar dari hasil tangkapan Sang Ibu. Ketika tiba di rumah, mereka segera melapor pada sang Ayah.
         “Ayah, Ayaaah... Benar! Ternyata Ibu kita berada di laut untuk mencari ikan. Ini adalah hasil tangkapan Ibu,” kata si anak Sulung dengan menunjukkan ikan segar yang mereka bawa.
              “Lalu ke mana Ibu kalian? Kenapa Ibu tak pulang bersama kalian?” tanya sang Ayah.
             “Ibu masih mencari ikan lagi, Ayah!” jawab ketiga anak itu bersama-sama.
             “Kalau begitu, ayo kita panggang ikan itu untuk makan siang kita nanti!” kata sang Ayah.
           Ketiga anak itu melaksanakan apa kata sang Ayah. Lalu ikan-ikan tersebut selesai dipangggang. Namun, sang Ibu belum datang juga.
           “Ayo Nak, kita habiskan ikan pangggang ini! Tak usah menunggu Ibu kalian!” Kata sang Ayah.
         “Tapi, kasihan Ibu, Ayah! Kalau ikan pangggang ini kita makan, nanti Ibu mau makan apa? Ibu pasti sangat lapar setelah dari laut nanti,” kata si anak Sulung.
        “Diam kau Sulung! Kamu tak usah kasihan kepada Ibumu! Bukannya Ibu juga tak kasihan pada Ayah?! Karena memberikan semua sisa ikan sarapan kemarin pada si anak bungsu,” kata sang Ayah.
        Mendengar bentakan Sang Ayah, si anak Sulung dan kedua adiknya tak berani melawan dan terpaksa mematuhi perintah sang Ayah. Dengan perasaan bimbang, ketiga anak itu menghabiskan ikan panggang hangat bersama sang Ayah hingga selesai. Namun Sang Ibu belum datang-datang. Perasaan ketiga anak itu mulai cemas jika terjadi sesuatu pada ibu mereka. Hati mereka sangat cemas ketika sore tiba. Sang Ibu juga masih tak pulang. Tapi mereka tak berani menyusul Sang Ibu di laut, karena sudah malam.
        Keesokan harinya tiba, lalu ketiga anak itu menuju laut dan menemui sang Ibu. Sesampainya di laut, mereka tak melihat Sang Ibu. Lalu mereka memanggil dan bernyanyi lagi:
Ibu pulanglah Ibu...
Ibu pulanglah Ibu...
Si Anak Bungsun ingin menyusu...
        DAN tiga kali mereka bernyanyi, tibalah Sang Ibu yang baru muncul dari laut. Ketiga kakak beradik itu sangat terkejut ketika melihat tubuh ibu mereka dipenuhi dengan sisik ikan. Mereka sangat kaget dan takut serta tak percaya kalau perempuan bersisik itu adalah ibu kandung mereka. Si Anak Bungsu juga tak mau menyusu padanya.
         “Mendekatlah, anak-anakku sayang! Aku ini ibu kalian!” kata sang Ibu.
         “Tidak!!! Ibu kandung kami tak bersisik seperti ikan laut,” balas ketiga anak itu bersama-sama.
        Setelah berkata begitu, ketiga anak itu langsung pergi meninggalkan Sang Ibu yang sudah bersisik itu. Mereka menyusuri pantai tanpa arah dan tanpa tujuan yang pasti. Lalu Sang Ibu menjelma menjadi ikan duyung dan kembali menuju laut. 

- SEKIAN
Share:

Cerita Jaka Tarub dan Nawang Wulan

   Pada suatu hari, ada Desa bernama Desa Tarub. Di sana tinggallah seorang janda yang bernama Mbok Randha Tarub. Ketika kepergian suami tercintanya telah me­­ninggal dunia, ia mengangkat seorang anak laki-laki sebagai putranya. Hingga usia remaja tiba dan pemuda itu bernama Jaka Tarub.
    Jaka Tarub anak yang santun. Ia suka menolong pekerjaan ibunya keseharian. Di kesehariannya Jaka Tarub selalu membantu Mbok Randa di ladang. Hasil berladang adalah cara Jaka Tarub dan Mbok Randha menjalani hidup. Mbok Randha sangat sayang terhadap Jaka Tarub seperti anak kandungnya.
    Hingga tiba saatnya Jaka Tarub mulai dewasa. Di usianya, Jaka Tarub memiliki wajahnya tampan dan tingkah lakunya sangat sopan. Di Desa Tarub, Jaka Tarub cukup populer di kalangan gadis. Tetapi Jaka Tarub masih belum ingin memiliki istri. Ia merasa masih ingin berbakti kepada Mbok Randha yang telah membesarkannya. Dan Jaka Tarub be­ker­ja se­makin tekun. Suatu hari, hasil sawah berladang­ mereka melimpah. Sehingga Mbok Randha membaginya dengan te­tang­ga­nya yang membutuhkan. “Jaka Tarub, Wahai anakku. Simbok lihat Jaka sudah besar. Sudah waktunya meminang seorang gadis. Cepatlah memilih wanita dan me­nikah. Simbok sangat ingin menimang cucu darimu, Jaka” kata Mbok Randha.
“Tarub belum ingin menikah, Simbok,” balas Jaka Tarub.
“Tapi jika Simbok suatu saat sudah tiada, siapa yang akan mengurusmu?” tanya Mbok Randha lagi.
“Tenanglah, Simbok... Semoga saja Sim­bok berumur panjang”, jawab Jaka Tarub.
Hingga hari berlanjut dan Jaka Tarub tidak melihat Mok Randha. Jadi Jaka Tarub mencari Mbok Randha. “Simbok sakit badan yaa?” tanya Jaka Tarub sambil meraba kening simbok.
“Iya Nak, Simbok tiba-tiba tidak enak badan...” jawab Mbok Randha dengan menahan sakit.
“Badan Simbok panas sekali,” kata Jaka Tarub cemas. 
Jaka Tarub segera mencari daun dhadhap serep untuk mengompres simbok­. Tetapi Mbok Randha ha­nya bisa bertahan sampai hari itu. Hari menjelang siang, Mbok Randha menghembuskan napas ter­akhirnya di samping Jaka Tarub.
         Sejak kematian Mbok Randha, Jaka Tarub sering berdiam diri. Saat ini sawah di ladang­ tak terurus. 
         “Rasanya sia-sia aku bekerja. Lantas un­­tuk siapa hasil panennya?” Kata Jaka Tarub.
        Hingga tiba suatu malam, Jaka Tarub bermimpi me­makan daging rusa yang sedap. Saat Jaka Tarub banun dari mimpinya, Ia menjadi ber­se­­lera ingin memakan daging rusa. Kemudian Jaka Tarub bergegas pergi ke hutan dengan mem­bawa anak panahnya. Ketika di hutan, Ia ingin memanah seekor rusa. Ia bersembunyi dan berjalan Tapi tak ada seekor rusa yang ditemukannya. Bukan hanya rusa yang tak ditemukan, domba atau sapi pun tak ada. Padahal Jaka Tarub sudah mengendap-endap di hutan belantara yang jauh dari campur tangan manusia. Kemudian Jaka Tarub istirahat dan bersandar di bawah pohon sekitar danau telaga. Semerbak angin sepoi-sepoi membuat Jaka Tarub tertidur.
            Di saat yang bersamaan, sayup-sayup terdengar suara tawa dari perempuan yang sedang bermain. Jaka Tarub terbangun dari tidurnya. “Apakah itu suara wanita?” pikir Jaka Tarub Jaka Tarub  melihat ke arah te­la­­­ga. Betapa kagetnya Jaka Tarub, di telaga terdapat tujuh perempuan can­­tik jelita sedang bermain air dan bercanda. Jaka Tarub terpanah melihat ke­­cantikan mereka. Di sekitar telaga, terdapat selendang mereka. Seketika itu Jaka Tarub mengambil satu satu selendang dan menyembunyikannya.
            “Saudaraku, ayo naik ke darat, hari su­dah malam. Kita harus kembali ke ka­yangan ”, Kata Bidadari sulung. Adik-adik Bidadari pun naik ke tepi danau. Mereka kem­bali mengenakan selendang sakti. Na­­­mun ada satu bidadari yang tak mene­­mu­kan selendangnya.
             “kakak sulung, selendangku kenapa tak ada,” kata bidadari bungsu.
           Keenam kakaknya membantu men­­cari selendangnya. Senja telah tiba dan selendangnya tak ditemu­kan. “Nimas Nawang Wulan, kami tak bi­sa menunggumu terlalu lama. Sementara beradalah di bumi hingga selendangmu ditemukan,” kata Bidadari sulung. “Kami mohon ijin kembali ke kaya­ngan,” tambahnya.
       Mendengar jawaban dan kehilangan selendangnya, Nimas Nawang Wulan menangis sendirian terenga-enga. Di saat ini Jaka Tarub muncul dan menolongnya. Jaka Tarub menemui Nawang Wulan dan mengajaknya pulang ke rumahnya. Walau Nawang Wulan awalnya ketakutan, karena Jaka Tarub sangat baik, Nawang Wulan mau diajaknya ke rumah Jaka Tarub
        Kini hidup Jaka Tarub kembali tak sepi. Beberapa bulan berlalu, hingga tiba saatnya Jaka Tarub meminang Nawang Wulan. Lalu keduanya hidup sangat bahagia. Dan Nawang Wulan melahirkan anak pertama mereka yang bernama Nawangsih.
          Di musim yang tak memungkinkan berladang, Nawang Wulan ber­pesan pada Jaka Tarub, “Kakang, Nimas sedang memasak nasi. Tolong jagalah apinya, Nimas hendak menuju sungai. Tapi syaratnya jangan buka tutup kukusan itu” pinta Nawang Wu­lan. Ketika istri pergi, Jaka Tarub pe­­na­saran dengan larangan sang istri. Sehingga Jaka Tarub membuka kukusan nasi itu. Ternyata hanya setangkai padi berada di dalam kukusan nasi itu. “Pan­tas saja padi dalam lumbung tak pernah habis. Rupa­nya istriku bisa  memasak dari setangkai padi menjadi nasi matang yang penuh” Kata Jaka Tarub. Ketika Nimas Nawang Wulan pulang, ia mem­buka tutup kukusan nasi, dan hanya setangkai padi ma­sih berada di dalamnya. Saat itu, Nawang Wulan tahu bahwa Jaka Tarub yang telah membuka kukusan nasi, sehingga kesaktiannya seketika. Sejak peristiwa itu, Na­wang Wulan harus menumbuk dan memilah beras untuk dimasakdan berubah menjadi wa­ni­ta biasa. Oleh karena tumpukan pa­di­­nya berkurang hari demi hari. Na­­wang Wulan mencari cara dan melihat seisi rumah mereka. Akhirnya Nawang Wulan menemukan selendang bi­da­­­da­ri­nya terselip di antara tumpukan pa­di. Sehingga Nimas Nawang Wulan mengetahui bahwa Jaka Tarub yang selama ini me­­nyem­bu­nyi­kan selendang itu. Dengan se­ge­ra Ia memakai selendang sakti itu dan pergi menghadap suaminya.
       “Kakang, aku harus kembali ke atas ka­yangan. Tolong Rawatlah Nawangsih. Dan tolong buatkan rumah kecil di sekitar rumah kita. Setiap malam tolong letak­­kan Nawangsih di dalam sana. Aku akan datang dan me­nyusui Nawangsih. Tapi syaratnya Kakang ja­ngan mendekat,” kata Nawang Wulan. Lalu Nawang Wulan pergi terbang ke menuju kayangan.
        Jaka Tarub menuruti pesan terakhir dari Nawang Wulan. Jaka Tarub segera membuat rumah kecil di dekat rumahnya. Setiap malam tiba, Jaka Tarub memandangi Nawangsih ber­­­­main dengan ibunya. Setelah Na­wang­sih tertidur, Nawang Wulan terbang kem­bali menuju ka­ya­ngan. Kejadian itu ter­jadi berulang kali hingga Nawangsih sudah dewasa. Meski seperti ini, Jaka Tarub dan putrinya Nawangsih me­­­­­­rasa bahwa Na­wang Wulan selalu memperhatikan me­reka dari kayangan. Di saat ke­duanya mengalami masa kesusahan, tiba-tiba ada ban­­tu­­an datang. Di kisahkan bahwa itu ada­lah bantuan dari Nawang Wulan.


- SEKIAN
Share:

Kisah Ande Ande Lumut dan Klenting Kuning

       Di kisahkan Pada masa Kerajaan Kahuripan terpisah menjadi wilayah Jenggala dan wilayah Kediri berada dalam wilayah Kahuripan. Prabu Airlangga membagi dua wilayah Kahuripan untuk menghindari terjadinya perang saudara. Sebelum kepergian Prabu Airlangga, Prabu Airlangga sempat memberikan mandat bahwa wilayah Kediri dan Jenggala harus disatukan kembali. Cara menyatukan kedua wilayah itu dengan jalan pernikahan antara anak Jayengnagara yang merupakan Penguasa Jenggala dan anak Jayengrana yang merupakan Penguasa Kediri. Tetapi pernikahan itu bukan berdasarkan perjodohan, tetapi berdasarkan atas dasar suka sama suka.

           Pada suatu hari, Panji Asmarabangun yang merupakan anak Jayengnagara dan Sekartaji yakni anak Jayengrana secara diam-diam telah menjalin persahabatan sejak usia muda. Panji Asmarabangun dan Sekartaji selalu menghabiskan waktu bersama dengan ditemani Simbok dan Prasanta yang keduanya adalah pembantu dan perawat setianya. Pada suatu masa, keluarga Jayengnagara berkunjung ke kediaman Jayengrana. Dalam pertemuan ini tampak Panji Asmarabangun dan Sekartaji tersenyum-senyum sendiri.

         Dalam pertemuan ini, kedua orangtuanya sudah bersahabat dan mempunyai keinginan untuk saling mempertemukan anaknya. Panji Asmarabangun ingin Sekartaji untuk menjadi permaisurinya. Walaupun Sekartaji tersipu malu-malu, Ia menerima keinginan Panji Asmarabangun.

      Keputusan keluarga kerajaan untuk menikahkan Panji Asmarabangun dan Sekartaji telah membuat Padukasari yakni isteri kedua Jayengrana sangat tidak terima. Sebelumnya, Padukasari menginginkan Intan Sari yang bersanding dengan Panji Asmarabangun. Sehingga di kemudian hari, Padukasari diam-diam menculik dan menyembunyikan Sekartaji bersama Candrawulan yang merupakan Ibunda Sekartaji dan juga isteri pertama Jayengrana di rumah peristirahatan di luar wilayah Kediri.

         Ketika Sekartaji telah menghilang, Panji Asmarabangun sangat kecewa dan sedih. Padukasari memanfaatkan momen ini. Ternyata Panji Asmarabangun menolak usulan Padukasari. Namun pernikahan tetap harus berlangsung dengan Intan Sari sebagai mempelai wanitanya. Panji Asmarabangun yang kecewa, pergi duluan untuk mencari Sekartaji dan Candrawulan. Kemudian Panji Asmarabangun diangkat menjadi anak oleh ibu Randa karena rasa terima kasih sudah menolongnya sebelumnya. Akhirnya Panji Asmarabangun berganti nama menjadi Ande-Ande Lumut.

         Di kemudian hari, Candrawulan berhasil mengirimkan pesan pada Jayengrana melalui burung merpati. Atas pesannya tersebut, Sekartaji dan Candrawulan berhasil ditemukan. Kemudian Padukasari dan Intan Sari sesegera melarikan diri.

        Namun Sekartaji tidak senang begitu saja karena Panji Asmarabangun sudah lama pergi entah ke mana. Sekartaji merasa kecewa, sehingga Sekartaji memutuskan berkelana untuk mencari Panji Asmarabangun bersama Simbok. Kemudian hari, Sekartaji tersesat dan menumpang ke rumah ibu Wati yang memiliki dua anak perempuan yang bernama Klenting Merah dan Klenting Biru.

     Dalam kesehariannya, Ande-Ande Lumut tinggal bersama ibu Randa. Sebagai ungkapan balas budi, Ibu Randa membuka kesempatan bagi siapa saja yang mau menjadi istri Ande-Ande Lumut. Ternyata usaha Ibu Randa tak sia-sia. Pada suatu hari, Ande-Ande Lumut alias Panji Asmarabangun dapat bertemu kembali dengan Sekartaji yang sudah berganti nama menjadi Klenting Kuning.
      Atas pertemuan kedua mempelai kerajaan yang terpisah itu. Lalu Panji Asmarabangun dan Sekartaji kembali pulang ke istana kerajaan untuk melanjutkan rencana pernikahan seperti sedia kala.


- SEKIAN
Share:

Kura-Kura dan Kelinci

       Pada zaman dahulu, Kelinci dan Kura-kura tak bisa bersahabat. Setiap kali bertemu, Kelinci selalu merendahkan Kura-kura yang jalannya lebih lambat. Padahal, dengan teman lainnya, Kura-kura selalu hidup rukun. ”Hai Kura-kura! Jalanmu lambat sekali!”, begitu kata Kelinci merendahkan Kura-kura.

           Suatu hari, Kelinci menantang Kura-kura mengadakan lomba lari. ”Akan kuperlihatkan kepada semua binatang bahwa aku bisa lari sepuluh kali lebih cepat dari padamu”, kata Kelinci kepada Kura-kura. ”Hentikanlah bualanmu itu, Kelinci! Mari kita buktikan dengan perbuatan, bukan dengan perkataan”, balas Kura-kura.

            Kedua hewan itu pun sepakat mengadakan lomba lari. Singa Sang Raja Hutan akan menjadi wasit karena dapat mengaum dengan keras dan dapat didengar oleh penghuni hutan lainnya di seluruh pelosok. Ketika Singa mengaum, tanda lomba lari dimulai. Dengan sigap Sang Kelinci berlari kencang seperti angin, woossshh!!! Sebaliknya, Kura-kura melangkahkan kakinya dengan lambat. Banyak teman yang memberi semangat pada Kelinci. Namun tak sedikit pula yang memberi semangat pada Kura-kura. Kura-kura tetap dengan langkahnya yang lambat, sesekali melihat Kelinci yang telah berada jauh di depannya. Sedangkan Sang Kelinci sesekali melihat ke belakang untuk melihat Kura-kura yang tak dapat menyusulnya jauh di belakang. Kelinci berfikir, ”Pasti kemenangan ada padaku. Kakiku sangat lelah. Sebaiknya aku tidur sebentar. Walau sampai aku bangun pun, Kura-kura pasti tidak dapat menyusulku”. Akhirnya Sang Kelinci tertidur dengan pulas di bawah pohon rindang di tengah hutan. Kura-kura yang terus berjalan dengan tekun dan bersemangat, akhirnya sampai di tempat Kelinci yang sedang tertidur. Dengan berhati-hati, Sang Kura-kura melewati Kelinci yang sedang tertidur lelap.

            Tiba-tiba Kelinci tersentak dari tidurnya, karena Ia mendengar suara Singa mengaum dari jauh dengan kerasnya sebanyak tiga kali, tanda perlombaan selesai. Sang Kelinci berlari sekencang-kencangnya. Tetapi nasib malang menimpa Kelinci, karena Kura-kura telah berhasil mencapai garis finish duluan. Bahkan,  Kura-kura telah mendapat sambutan hangat dari penghuni hutan yang lain. Pada akhirnya, Kelinci harus mengakui kekalahannya dalam lomba lari tersebut. Ia memberi ucapan selamat kepada Kura-kura dan berjanji tidak akan sombong lagi.


- SEKIAN





pesan moral :

       Apa yang dapat kita pelajari dari cerita di atas ?
     Setiap anak yang memiliki kemampuan yang tinggi, jika tidak disertai ketekunan dan semangat tinggi, tidak akan memetik kesuksesan. Dengan semua kesulitan yang telah dihadapi, dan tenang menghadapi masalah, seperti Sang Kura-kura yang berhasil menjadi pemenang melalui jalan panjang dengan kerendahan hati, ketekunan dan penuh semangat, dan berujung kemenangan. TERIMA KASIH ... 
Share:

Aladin dan Lampu Ajaib

            Pada suatu hari, ada seorang pemuda bernama Aladin. Ia berasal dari Negara Persia. Aladin hidup bersama ibunya. Aladin dan Sang Ibu hidup dalam kesederhanaan. Hingga tiba saatnya, seorang laki-laki datang ke rumah Aladin. Laki-laki itu berkata kalau dia adalah saudara kandung almarhum bapak Aladin yang sudah lama merantau ke negeri tetangga. kedatangannya membuat Aladin dan ibunya sangat senang karena ternyata mereka berfikir masih memiliki saudara.
          “Sungguh malang sekali nasibmu, wahai saudaraku”, kata laki-laki itu pada Aladin dan Ibunya. “Yang penting kami masih bisa makan, paman”, jawab Aladin. Laki-laki itu merasa prihatin dengan keadaan Aladin dan Ibunya. Hingga laki-laki itu ingin mengajak Aladin ke luar kota. Dengan seizin restu dari sang ibu, Aladin pergi mengikuti pamannya menuju luar kota.
            Tanpa terasa, perjalanan mereka sangat jauh. Pamannya tidak mengijinkan Aladin beristirahat. Pada saat Aladin meminta pamannya untuk berhenti sejenak, pamannya akan memarahinya. Hingga Aladin dan pamannya sampai di tengah hutan. Pamannya memerintahkan Aladin mencari kayu bakar.
         “Baik paman, tapi nanti paman, Aladin mau istirahat sejenak”, kata Aladin. Pamannya sangat marah setelah Aladin menjawab.
      “Berangkatlah sekarang, atau paman sihir kau jadi seekor katak!”, teriak sang paman. Melihat pamannya sangat marah. Aladin segera berangkat mencari kayu bakar.
            Setelah Aladin kembali, sang paman membuat api unggun dan mengucapkan mantera. Aladin sangat terkejut karena setelah pamannya membacakan mantera, tiba-tiba tanah di depannya merekah dan membentuk lubang gua. Aladin berfikir, “Apakah dia adalah pamanku? Atau dia hanya seorang penyihir yang ingin memanfaatkan aku saja?”
            “Aladin, turunlah kamu ke lubang itu. Ambilkan aku lampu antik di dasar gua itu!”, kata sang paman. “Aku sedikit takut paman”, kata Aladin. Lalu Sang Paman memberikan cincin kepada Aladin. “Aladin, kenakanlah cincin ini! cincin ini akan melindungimu dari bahaya”, kata sang paman. Lalu Aladin turun ke lubang gua itu.
          Di dalam gua itu, Aladin sangat takjub dengan apa yang ditemukannya. Di dasar gua itu, Aladin menemukan pohon yang memiliki buah permata dan banyak sekali perhiasan. “Cepat kau bawa lampu antiknya padaku, Aladin. Jangan perdulikan yang lainnya!”, teriak sang paman dari luar. Lalu Aladin mengambil lampu antik itu, dan naik ke atas gua. Ketika hampir tiba, Aladin melihat pintu gua sudah akan tertutup dan sedikit terbuka. Aladin mulai berpikir kalau sang paman akan menjebaknya. “Cepat lemparkan lampunya, Aladin!”, teriak sang paman.
              “Tidak, aku tidak akan memberikan lampu antik ini, sebelum aku keluar dari gua ini”, jawab Aladin.
            Terjadi perdebatan antara sang paman dan Aladin. Sehingga Sang Paman tidak sabar dan pintu lubang ditutup. Lalu Sang Paman meninggalkan Aladin yang terkurung di dalam gua. Aladin merasa sedih dan duduk terdiam. Namun Aladin tahu kalau laki-laki itu bukanlah pamannya. Dia hanya diperalat oleh laki-laki itu. Lalu Aladin berusaha keluar dari gua itu, tetapi usahanya selalu sia-sia. "Aku sangat kelaparan dan ingin kembali pada ibuku. Ya Tuhanku, selamatkanlah hamba!!", kata Aladin.
           Kemudian Aladin berdoa dengan mengusap-usap lampu antik. Ia berpikir kenapa laki-laki penyihir itu menginginkan lampu ini. Setelah lampu antik digosok, tiba-tiba muncul kabut berwarna merah dan asap yang meluap. Lalu terlihat sosok raksasa yang membuat Aladin sangat ketakutan.
           "Maafkan saya karena telah mengagetkan Tuan Muda. Saya Jin penunggu lampu itu. Apa perintah tuan muda padaku?”, kata Jin Raksasa.
           "Oh, kalau begitu bawalah aku pulang ke rumah ibuku!", balas Aladin.
       "Baiklah Tuan, naiklah ke punggungku! Kita akan pergi dari tempat ini", kata Jin lampu. Seketika itu, Aladin sudah tiba di depan rumahnya.
            "Kalau tuan muda memerlukan saya, panggill saya dengan menggosok lampu itu".
       Sesampainya di rumah, Aladin menceritakan semua hal yang dialaminya pada ibunya. "Mengapa penyihir itu menginginkan lampu berdebu ini ya?", kata Ibu Aladin.
           “Ini lampu ajaib, Bu!”, jawab Aladin.
          Ibu Aladin tak percaya, Lalu Aladin menggosok lampu itu, maka Jin lampu keluar. Kemudian Aladin ingin disiapkan makanan yang lezat. Kemudian ibu Aladin terkejut karena hidangan yang sangat lezat sudah di depan mata.
         Dengan lampu itu, Aladin hidup bahagia dengan ibunya. Hingga Aladin sudah beranjak menjadi pemuda. Suatu hari, seorang Putri Raja lewat di depan rumahnya. Ia sangat terpesona dan jatuh cinta pada Tuan Putri yang cantik itu. Aladin menceritakan keinginannya pada ibunya agar memperistri putri raja yang cantik. "Tenanglah Anakku, Ibu akan mengusahakannya untukmu". Sang Ibu pergi ke istana raja dengan membawa permata-permata kepunyaan Aladin.
       "Yang Mulia Baginda, ini adalah hadiah dari anak laki-lakiku." Kata Ibu Aladin. Sang Raja sangat senang.
       "Waaah, anakmu pasti pangeran yang tampan, besok aku akan datang ke Istana kalian dengan putriku tersayang", kata Sang Raja.
        Kemudian Ibu Aladin pergi ke rumah dan segera menggosok lampu serta meminta Jin lampu untuk membuatkan istana. Aladin dan ibunya pergi ke atas bukit dan  seketika itu jin lampu datang dengan Istana megah di punggungnya.
       "Tuanku, ini istananya", kata Jin lampu. Keesokan harinya, sang Raja dan putrinya datang ke istana Aladin yang sangat megah.
       "Wahai Aladin, maukah kau menjadikan putriku sebagai permaisurimu?", Tanya Sang Raja. Aladin sangat gembira mendengarnya. Kemudian mereka berdua melaksanakan pesta pernikahan.
         Tanpa disangkah ternyata lelaki penyihir yang semula dikira paman Aladin sudah melihat semua kejadian itu melalui bola kristalnya. Ia pergi ke tempat Aladin dan berpura-pura menjadi penjual lampu di depan Istana Aladin. penjual lampu itu berteriak, "Tukarkan lampu usang anda dengan lampu yang baru!!!". Sang permaisuri melihat lampu Aladin sudah usang segera keluar dan menukarkannya dengan lampu baru. Ketika si penyihir menggosok lampu itu, tiba-tiba Jina lampu keluar. Ia memerintahkan pada Jin lampu untuk membawa istana beserta isinya dan istri Aladin ke rumahnya.
           Pada saat, Aladin pulang. Aladin sangat terkejut karena istananya hilang. Lalu Aladin teringat pada cincin pemberian laki-laki penyihir dan menggosok cincin itu. Dan keluarlah Jin cincin. Kemudian Aladin bertanya pada Jin cincin tentang apa yang telah terjadi. Jin Cincin menceritakannya pada Aladin. "Kalau begitu, tolong kembalikan istana dan istriku padaku”, kata Aladin.
          "Maaf Tuanku, kekuatan saya tak sehebat Jin lampu", jawab Jin cincin.
        "Kalau begitu, tolong antarlah aku di tempat penyihir itu. Aku akan ambil semuanya sendiri!", kata Aladin.
        Tiba di Istana Aladin, Ia menyelinap masuk dan mencari tempat sang Putri dikurung. Lalu Sang Istri mengatakan bahwa penyihir itu sedang tertidur karena terlalu banyak minum alkohol. Ketika penyihir itu tertidur, Aladin menyelinap ke kamar laki-laki penyihir itu.
        Setelah itu, Aladin berhasil masuk ke dalam kamar. Aladin segera mengambil lampu ajaibnya dan segera menggosoknya. "Singkirkan penjahat ini!", perintah Aladin pada Jin lampu. Penyihir itu terbangun dan menyerang Aladin. Tetapi Jin lampu menyerang penyihir itu dan melemparkannya ke luar istana.
     "Terima kasih Jin lampu, tolong bawalah kami dan istana ini kembali ke atas bukit seperti semula!", kata Aladin. Tiba di Negeri Persia, Aladin kembali hidup bahagia. Dan Ia mempergunakan sihir dari lampu itu untuk membantu orang-orang yang masih miskin dan kesusahan.



- SEKIAN
Share:

Translate

Labels

Featured Post

Perang Bubat Antara Majapahit dan Sunda

Sejarah Perang Bubat berasal dari Prabu Hayam Wuruk yang ingin memperistri putri Prabu Linggabuana yang bernama Dyah Pitaloka Citr...

About Me

My photo
semua konten blog-blog yang saya publis adalah 100% lulus uji konten dari berbagai Duplicate Checker, terima kasih ........ My Contacts : Instagram : @suhendravebrianto ,, Twitter : @suhendravebrian
-------- SUBSCRIBE untuk mendapatkan tutorial Adobe Photoshop dan After Effect yang super keren.

Recent Posts

Populer Stories

Suhendra Vebrianto. Powered by Blogger.

BTricks

cursor

Mushroom Shroom