Langsung ke konten utama

Jack si Pemalas

              Pada suatu hari, seorang anak laki-laki bernama Jack hidup bersama ibunya. Mereka berdua hidup dalam keterbatasan dan ditambah usia sang ibu yang sudah tua. Ibu Jack berkerja sebagai penenun, tetapi Jack sendiri anak pemalas dan tidak pernah mau melakukan apapun selain berjemur di bawah panasnya matahari. Jack juga selalu duduk di sudut rumah saat musim dingin, sehingga orang-orang memanggilnya Jack si Pemalas. Ibu Jack berkata, "Jack anakku, jika kamu tidak bekerja untuk dirimu sendiri, lalu siapa yang akan peduli padamu?".

 

            Jack si Pemalas merasa risau. Keesokannya, ia berusaha mencari pekerjaan. Ia bertemua seorang petani. Kemudian si petani menawari Jack membawa karung beras ke gudang. Si petani memberikan upah Rp.25.000,-. Jack merasa senang dan kembali ke rumah. Tetapi Jack tidak pernah bekerja sebelumnya dan uangnya terjatuh di perjalanan di tepi sungai. Sesampainya Jack di rumah, Sang ibu berkata ;
"Anak Pemalas! Seharusnya taruh uangmu di saku baju!".
"Aku akan melakukannya lain kali", Jawab Jack si Pemalas dengan perasaan menyesal.

            Jack si Pemalas kembali mencari pekerjaan di keesokan paginya. Ia bertemu seorang pedagang roti panggang dan ia diberi tugas untuk memanggang roti. Setelah bekerja seharian penuh, si pedagang roti memberinya seekor kucing yang imut dan besar. Jack menolaknya karena ia menginginkan uang, namun si pedagang roti tidak memberikannya. Lalu Jack kembali pulang ke rumah. Dalam perjalanan, kucing imut dan besar itu mencakar tangannya dan lari dari Jack.

“Anak tak berguna! Seharusnya kamu ikat kucing itu dengan tali dan biarkan kucing itu mengikutimu!”, ujar sang ibu.

“Maaf bu, aku akan melakukannya lain kali”, balas Jack dengan penyesalan.

 

            Tiba di hari sabtu yang cerah, Jack kembali mencari pekerjaan barunya. Ia bertemu dengan seorang penjagal yang memiliki banyak pelanggan.

Jack berkata, “Tuan, dapatkah aku bekerja untukmu?”.

“Baik anak muda, sekarang asahlah pisau itu dan kembalikan ke tempatnya kalau sudah tajam”, jawab si penjagal daging domba.

Lalu Jack mengasah pisau sepanjang hari. Sore telah tiba, si penjagal memberinya daging domba segar sebagai imbalannya. Jack mengingat pesan sang ibu sebelumnya tentang kucing. Kemudian Jack mengikat daging tersebut dan menyeretnya di tanah hingga tiba di rumah. Sesampainya di rumah, sang ibu tidak berkata apa-apa dengan tatapan mata yang lesu. Kemudian mereka beristirahat hingga keesokan harinya.

Minggu telah tiba, sang ibu berpesan kepada Jack, “Bawalah kubis dan panggullah kubis itu di pundakmu, Nak!”

Jack menjawab,”Baik bu, aku akan melakukannya lain kali”. Tetapi Jack kembali duduk di bawah pohon dan tidak melakukan apa-apa hingga keesokan harinya.

 

            Pada hari senin, Jack bangun dari tidurnya. Ia kembali mencari pekerjaan seadanya.

            “Harus kemana lagi aku mencari pekerjaan?”, tanya Jack dalam hatinya. Hingga ia tiba di sebuah peternakan keledai dan sapi. Jack menghampiri si peternak.

            “Tuan, apa yang bisa aku perbuat untukmu?”, Tanya Jack.

            “Mandikanlah hewan-hewan ternak di kandang itu”, jawab si peternak dengan memberinya sikat.

            Jack mengambil sikat itu dan memandikan hewan-hewan ternak dengan air yang mengalir. Hari telah sore, Jack kembali pada si peternak. Si peternak merasa senang dan memberinya seekor keledai yang ia mandikan paling terakhir. Lalu Jack mengingat pesan sang ibu di hari sebelumnya. Kedelai itu diangkat dan dibawa Jack di atas panggulnya. Hingga dalam perjalanan, keledai itu merasa aneh dan menendang-nendangkan kakinya ke udara sambil bersuara. Namun, Jack tetap membawanya dengan panggulnya. Dalam perjalanan menuju rumah, Jack melewati sebuah rumah yang sepi. Di dalam rumah itu ada seorang putri yang cantik dan manis namun tuli. Terdapat rumor kalau ayah dari sang putri tuli itu akan menjodohkan siapa saja yang dapat membuat putrinya tertawa, karena dokter mendiagnosa kalau putri itu akan mendapatkan indera pendengarannya jika tertawa alami. Sehingga ayah dari putri itu selalu sedih sepanjang hari.


        Pada suatu sore hari, Sang putri tuli itu melihat ke luar melalui jendela rumah. Jack tetap membawa keledai yang sedang marah itu dipundaknya. Di saat bersamaan, sang putri terkejut melihat atraksi Jack si Pemalas mau bekerja dan membawa keledai yang sedang marah-marah di pundaknya. Lalu sang putri tertawa lepas melihat Jack dan keledainya. Kemudian ayah si putri tuli itu terkejut dan berlarian ke kamar putrinya. Di saat bersamaan, sang ayah putri tuli berkata,” Ada apa putriku?” sambil terheran dan terkejut bercampur menjadi satu. Dan putri itu menjawab perkataan ayahnya dengan spontan. Ketika sang ayah mendengar balasan dari putrinya, ia meneteskan air mata dan merasa senang karena indera pendengarannya kembali berfungsi. Sesuai dengan rumornya, ayah sang putri itu menghampiri Jack dan keledainya, sambil berkata,”Hai anak muda! Kau telah membuat putriku kembali bisa mendengar dengan keledaimu. Sesuai dengan janjiku, aku bersedia menerimamu di keluargaku sebagai menantuku”.

 

Ketika Jack mendengar tawaran itu, ia menerima permintaan ayah sang putri dan bergegas menuju rumahnya. Ia menceritakannya pada ibunya. Di malam harinya, Jack melamar putri cantik yang sudah bisa mendengar itu. Ayah sang putri menerimanya dan akhirnya Jack si Pemalas menantu orang kaya dan hidup bahagia.

 

SEKIAN ….

Komentar

Posting Komentar

Lets comment ...

Postingan populer dari blog ini

Cerita Si Kancil dan Sang Gajah

      Pada suatu hari yang petang, sang Kancil yang cerdik berjalan pelan-pelan di dalam hutan lebat. Ia sedang berjalan pelan-pelan dan tiba-tiba Kancil tak sengaja terjatuh ke jurang yang sangat dalam. Ia coba untuk keluar berkali-kali tapi nasibnya malangnya dan tidak berdaya. Setelah segala usaha yang dilakukan kancil sia-sia, sang Kancil pun berpikir, “Macam mana aku bisa keluar dari lubang yang sempit nan dalam ini? Kalau hujan tiba, aku bisa tenggelam disini!?” walau lama berpikir dan tak ada ide yang tepat untuk Kancil keluar dari lubang ini, sang Kancil tetap tidak mau berputus asa dan terus berfikir untuk keselamatannya. Dalam situasi yang kehabisan akal mencari ide, Kancil mendengar bunyi tapak kaki yang besar, “Hmmm... Kalau bunyi tapak kaki ramai ni, ini tak lain, pasti hewan gendut dan berkaki empat yakni gajah... Kesempatan ni...” Lalu Kancil mendapat satu ide yang tepat menyelamatkan diri dari lubang yang dalam itu. Endi...

Perang Bubat: Antara Cinta dan Kehormatan

Pada suatu hari, Prabu Hayam Wuruk, raja Kerajaan Majapahit, melihat lukisan seorang putri yang sangat cantik, Dyah Pitaloka Citraresmi, putri dari Prabu Linggabuana, raja Kerajaan Sunda. Lukisan itu dilukis secara diam-diam oleh seorang seniman berbakat bernama Sungging Prabangkara. Hayam Wuruk tertarik kepada Dyah Pitaloka dan ingin memperistrinya. Hayam Wuruk berkeinginan mempererat tali persaudaraan yang telah lama putus antara Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Sunda. Dia juga ingin menambah persekutuan dengan Negeri Sunda. Berdasarkan restu dari keluarga Kerajaan Majapahit, Hayam Wuruk mengirimkan surat kehormatan kepada Prabu Linggabuana untuk melamar Dyah Pitaloka. Pernikahan akan diadakan di Kerajaan Majapahit. Namun, pihak Kerajaan Sunda merasa keberatan, terutama Mangkubumi Hyang Bunisora Suradipati. Menurut adat yang berlaku di Nusantara, pengantin pria harus datang kepada pihak pengantin perempuan. Pihak Kerajaan Sunda juga berpikir bahwa ini adalah jebakan diplomatik K...

Kelinci dan Kura-kura: Perlombaan yang Mengubah Segalanya

Pada zaman dahulu, di sebuah hutan yang hijau dan subur, hiduplah dua hewan yang sangat berbeda sifatnya, yaitu Kelinci dan Kura-kura. Kelinci selalu merendahkan Kura-kura karena jalannya yang lambat. Padahal, dengan teman lainnya, Kura-kura selalu hidup rukun dan bersahabat. "Hai Kura-kura! Jalanmu lambat sekali!" seru Kelinci dengan suara mencemooh setiap kali mereka bertemu. Kura-kura yang rendah hati selalu sabar mendengarkan ejekan Kelinci. "Jangan menghina orang lain, Kelinci. Setiap makhluk punya kelebihan dan kekurangan masing-masing," jawab Kura-kura dengan tenang. Suatu hari, Kelinci merasa sangat jengkel karena Kura-kura selalu bersikap tenang dan tidak pernah marah. Kelinci pun menantang Kura-kura untuk mengadakan lomba lari. "Akan kuperlihatkan kepada semua binatang bahwa aku bisa lari sepuluh kali lebih cepat daripadamu," kata Kelinci dengan penuh kesombongan. "Hentikanlah bualanmu itu, Kelinci! Mari kita buktikan dengan perbuata...