Pada suatu hari di
sebuah negeri yang megah bernama Kerajaan Hastinapura, hiduplah seorang raja
yang bijaksana bernama Raja Syantanu. Suatu hari, Raja Syantanu pergi berburu
di tepi sungai dan menemui seorang perempuan cantik jelita. Perempuan itu
menarik hatinya, dan Raja Syantanu pun meminangnya.
"Aku berjanji tidak
akan menegur segala perbuatanmu," kata Raja Syantanu kepada perempuan itu
yang kemudian menjadi istrinya.
Namun, ketika istrinya
melahirkan, anak-anak mereka satu persatu dihanyutkan ke sungai. Ketika hendak
menghanyutkan anak kedelapan, Raja Syantanu melarang istrinya.
"Jangan, biarkan
anak ini hidup," kata Raja Syantanu dengan tegas.
Istrinya menjelaskan
bahwa anak-anak mereka terkena kutukan, dan yang diselamatkan pun juga terkena
kutukan oleh seorang penyihir. Anak yang tidak dihanyutkan itu bernama Bhisma.
Untuk menghindari kutukan, Bhisma tidak boleh hidup bersama Raja Syantanu.
Pada suatu hari, Raja
Syantanu pergi berburu lagi, kali ini ditemani oleh Satyawati, anak angkat dari
Raja Kail. Bhisma dijadikan pekerja oleh Raja Kail, tetapi Bhisma mengetahui
alasan di balik pekerjaannya. Ia membawa Satyawati untuk ayahnya dan bersumpah
tidak akan menikahinya.
"Aku akan membawa
Satyawati untuk ayahku dan berjanji tidak akan menikahinya," kata Bhisma
dengan tegas.
Kemudian, Raja Syantanu
berangkat dan disusul oleh anaknya. Anaknya meninggalkan dua istrinya yaitu
Ambika dan Ambalika. Ambika dan Ambalika disuruh merayu seorang pertapa sakti
bernama Pertapa Wysa untuk mendapatkan anak. Bila Ambika merayu, ia akan
memiliki anak bernama Dhritarashtra yang buta karena tak sengaja menekan mata
pertapa itu. Sedangkan Ambalika yang terlihat pucat melahirkan anak bernama
Pandu yang berwajah pucat.
Pandu mempunyai dua
orang istri, yaitu Kunti dan Madri. Karena kutukan oleh pertapa, Pandu tidak
boleh menjamah istrinya. Suatu hari, ketika Kunti memuja dewa, ia akan
dianugerahi lima orang anak. Untuk mengujinya, Kunti memuja dewa surya dan
akhirnya mendapatkan seorang anak walaupun akhirnya diasingkan.
Kematian Pandu
Setelah kelahiran
anak-anaknya, Pandu berjalan-jalan ke dalam hutan rimba. Ia melihat alam yang
indah, pohon-pohon tinggi, dan suara burung yang merdu. Di saat ini, Pandu
mencoba untuk merayu istrinya, Madri, dan akhirnya Pandu jatuh mati karena
kutukan pertapa.
"Aku sangat sedih
atas kematian suamiku," kata Madri dengan air mata berlinang.
Setelah kematian Pandu,
Dhritarashtra naik takhta di Kerajaan Hastinapura. Raja Dhritarashtra mencari
seorang guru yang ahli dalam mendidik anak-anaknya bersama-sama dengan putra
adiknya, yaitu Pandawa. Guru yang mengajari mereka adalah Drona dari Negeri
Bhradwaja. Drona pernah hidup dalam kemiskinan dan meminta tolong kepada
temannya, tetapi tidak dilayani, sehingga Drona mengajar beberapa murid untuk
membalas dendamnya.
Suatu hari, Drona
mengumpulkan para putra Raja Hastinapura dan meminta mereka mengerjakan satu
perkara sakral. Tidak ada seorang pun yang mau menjawab, kecuali Arjuna, yang
menyatakan kesediaannya untuk menolong sang guru.
"Saya siap
menolongmu, Guru," kata Arjuna dengan tegas.
Hari demi hari berlalu,
Arjuna dilatih Drona menjadi seorang pemanah yang handal. Pada suatu hari,
Arjuna bertemu dengan seorang pemuda yang lebih pandai memanah dari dirinya.
Pemuda itu bernama Eklawya. Arjuna mengenalkan pemuda itu pada Drona.
"Siapa yang
mengajarmu memanah?" tanya Drona.
Eklawya menunjukkan
patung Drona yang ada di tempatnya. Drona mengetahui yang sudah terjadi dan
meminta upah kepadanya berupa ibu jari milik Eklawya. Sesudah memberikan ibu
jarinya, Eklawya kehilangan kekuatannya.
Sayembara dan Perseteruan
Pada suatu hari, Raja
Dhritarashtra mengadakan sayembara. Para Pandawa yaitu Yudhistira, Bhima,
Arjuna, Nakula, dan Sadewa berkumpul di tempat sayembara. Demikian juga para
Kurawa di bawah pimpinan Duryodhana. Pertarungan Bhima dan Duryodhana
berlangsung hebat, sehingga Drona merasa perlu menghentikan pertandingan agar
tidak terjadi perkelahian.
Drona meminta imbalan
dari para muridnya untuk menangkap Drupada, seorang Raja Pancala. Para Kurawa
pergi menangkap Drupada, tetapi tidak berhasil. Lalu tiba waktunya bagi para
Pandawa untuk pergi menangkap Drupada. Dengan mudahnya Arjuna menangkap Drupada
dan menghadapkannya pada Drona. Namun, Drona melepaskan Drupada, yang membuat
Drupada berniat membalas dendam.
"Aku akan membalas
dendam pada Drona," kata Drupada dengan marah.
Raja Dhritarashtra
berencana mengangkat Yudhistira menjadi seorang raja karena memang Kerajaan
Hastinapura adalah milik ayahanda Yudhistira. Pada masa itu, nama Pandawa sudah
dikenal di mana-mana karena kehebatan mereka. Duryodhana, anak Raja Dhritarashtra,
sangat iri dan dengki kepada para Pandawa.
Duryodhana membuat
istana dari bahan yang mudah terbakar di Warnawata. Ia memuji keindahan
istananya dan membujuk para Pandawa untuk tinggal di istana itu. Seorang
menteri yang setia, Widura, memberi tahu para Pandawa tentang tipu muslihat
dari Duryodhana dan meminta mereka berhati-hati.
"Berhati-hatilah
dengan tipu muslihat Duryodhana," kata Widura dengan serius.
Pada suatu hari, istana
tersebut terbakar, tetapi para Pandawa bisa menyelamatkan diri dengan mudah.
Sesudah kejadian itu, Pandawa hidup sebagai Brahmana.
Sayembara Drupadi
Raja Pancala, putra
Drupada, mengadakan sayembara untuk memilih menantu. Barang siapa yang dapat
memanah anak panah pusakanya akan dinikahkan dengan Drupadi. Namun, tidak
seorang pun yang bisa memanahkannya. Ketika Karna hendak melenturkan anak panah
pusaka itu, Drupadi berkata dengan lantang, "Saya tak mau nikah dengan
anak tukang kandang yang kotor!"
Karna mengundurkan diri.
Kemudian Arjuna mencoba memanahkan anak panah itu hingga lima kali. Setiap kali
anak panahnya mengenai cincin pernikahan yang tergantung tinggi. Para Brahmana
bersorak. Tetapi para raja tidak terima karena tidak patut seorang Brahmana
diambil menjadi menantu. Krisna memberi tahu bahwa Arjuna sebenarnya adalah putra
dari Pandu.
Para Pandawa membawa
Drupadi pulang ke tempat mereka. Mereka memberi tahu Kunti bahwa mereka
mendapatkan hadiah besar hari itu, walau hadiah disamarkan menjadi sebuah harta
kekayaan.
"Menikmatilah
hadiah itu bersama-sama, Nak," kata Kunti dengan bangga.
Di kemudian hari, Kunti
mengetahui bahwa hadiah itu adalah seorang perempuan. Kunti tidak ingin
mengubah apa yang dikatakannya. Lalu Drupadi menjadi istri para Pandawa.
Di hutan belantara, para
Pandawa membuat kerajaan yang megah. Hutan itu adalah tempat yang tepat menjadi
negeri yang memiliki kekayaan alam melimpah. Lalu Yudhistira mengadakan
penobatan. Semua raja besar diundang ke kerajaan oleh para Pandawa. Pada hari
penobatan, Krisna dipilih menduduki tempat pertama. Seorang tamu dari Sisupala
tidak setuju.
"Jika Sisupala
mengganggu Krisna sampai seratus kali, maka ia akan mati dengan
sendirinya," kata Bhisma dengan tegas.
Sisupala marah dan ingin
membentak Krisna, tetapi ia lupa bahwa ini adalah gangguan ke-101 kali.
Sisupala tiba-tiba mati seperti yang telah diramalkan.
Duryodhana ikut hadir
dalam penobatan Yudhistira. Ia tinggal di istana Yudhistira dan melihat
pernak-pernik serta perlengkapan istana yang indah. Hatinya semakin dengki.
Ketika kembali dari istana Yudhistira, ia mencari ide untuk membinasakan para
Pandawa. Walaupun Duryodhana tahu bahwa Yudhistira adalah orang yang jujur dan
kuat dalam memegang janji, tetapi ia memiliki kelemahan, yaitu suka berjudi.
"Tentu saja, aku
bisa memanfaatkan kelemahannya untuk mengalahkannya," pikir Duryodhana
dengan licik.
Duryodhana merencanakan
permainan dadu dengan Yudhistira, dengan harapan dapat memenangkan kerajaan
Hastinapura. Duryodhana mengundang Yudhistira untuk bermain dadu di istana.
"Ayo Yudhistira,
mari kita bermain dadu. Pasti akan menyenangkan," ajak Duryodhana dengan
senyum licik.
Yudhistira, yang tidak
menyadari tipu muslihat Duryodhana, menerima undangan itu dan memutuskan untuk
bermain. Dalam permainan dadu itu, Yudhistira bertaruh dengan sangat besar,
bahkan memasukkan kerajaan Hastinapura sebagai taruhannya. Sayangnya,
Yudhistira kalah dalam permainan tersebut.
"Aku kalah,"
kata Yudhistira dengan wajah penuh penyesalan.
Duryodhana pun meraih
kemenangan dan merebut kerajaan Hastinapura dari tangan Yudhistira dan para
Pandawa.
"Kerajaan ini
sekarang milikku," kata Duryodhana dengan nada triumf.
Pengasingan Pandawa
Sebagai hukuman atas
kekalahannya, Yudhistira dan para Pandawa diasingkan ke hutan selama 13 tahun.
Hutan tersebut sangat lebat dan penuh dengan binatang buas. Namun, para Pandawa
menghadapi tantangan ini dengan tegar.
"Kita harus
bertahan di hutan ini selama 13 tahun, saudara-saudaraku. Kita tidak boleh
menyerah," kata Yudhistira dengan semangat.
Di hutan itu, para
Pandawa hidup dengan sederhana dan penuh perjuangan. Mereka sering berburu
untuk mencari makanan dan melatih keterampilan mereka untuk menjadi lebih kuat.
Pada saat yang sama, mereka juga mendapatkan bantuan dari para dewa yang
melihat ketulusan hati mereka.
Pertarungan dengan Raksasa
Suatu hari, di tengah
pengasingan mereka, para Pandawa menghadapi raksasa yang menyerang mereka.
Pertarungan sengit pun terjadi antara para Pandawa dan raksasa tersebut.
"Saudara-saudaraku,
kita harus melawan raksasa ini dengan semua kekuatan kita!" teriak Bhima
dengan tegas.
Dengan keberanian dan
keterampilan mereka, para Pandawa berhasil mengalahkan raksasa itu dan menjaga
keselamatan mereka di hutan. Pertarungan ini semakin memperkuat tekad mereka
untuk merebut kembali kerajaan Hastinapura.
Setelah menjalani
pengasingan selama 13 tahun, para Pandawa akhirnya kembali ke kerajaan
Hastinapura. Mereka menuntut hak mereka untuk mendapatkan kembali kerajaan yang
direbut oleh Duryodhana.
"Duryodhana,
kembalikan kerajaan kami!" kata Arjuna dengan penuh semangat.
Namun, Duryodhana
menolak mengembalikan kerajaan itu dan menantang para Pandawa untuk berperang.
"Jika kalian
menginginkan kerajaan ini, kalian harus merebutnya dengan perang," tantang
Duryodhana dengan angkuh.
Perang Bharatayuda
Perang besar yang
disebut Bharatayuda pun terjadi. Perang ini melibatkan dua pihak besar, yaitu
Pandawa dan Kurawa. Pertarungan berlangsung dengan sangat sengit dan penuh
dengan strategi serta keberanian.
Di tengah perang, para
Pandawa bertarung dengan sekuat tenaga. Arjuna dengan keterampilan memanahnya,
Bhima dengan kekuatan fisiknya, dan saudara-saudaranya lainnya dengan kemampuan
mereka masing-masing. Mereka berjuang dengan penuh semangat demi merebut kembali
kerajaan Hastinapura.
Puncak perang
Bharatayuda adalah pertarungan antara Bhima dan Duryodhana. Kedua pahlawan ini
bertarung dengan sangat hebat. Serangan demi serangan mereka lancarkan, dan
suara senjata yang beradu menggema di medan perang.
"Aku tidak akan
membiarkanmu merebut kerajaan ini, Bhima!" teriak Duryodhana dengan penuh
kemarahan.
"Aku akan
mengalahkanmu, Duryodhana, demi kebenaran dan keadilan!" jawab Bhima
dengan semangat.
Dengan keberanian dan
kekuatannya, Bhima akhirnya berhasil mengalahkan Duryodhana. Pertarungan ini
menjadi puncak dari perang Bharatayuda, dan kemenangan berada di tangan para
Pandawa.
Kemenangan dan Keadilan
Setelah mengalahkan
Duryodhana, para Pandawa mendapatkan kembali kerajaan Hastinapura. Kemenangan
ini adalah simbol dari keadilan yang akhirnya ditegakkan. Yudhistira dinobatkan
kembali sebagai raja yang memerintah dengan bijaksana, dan kerajaan Hastinapura
kembali makmur di bawah kepemimpinannya.
Pesan Moral
Pesan moral dari cerita
ini adalah bahwa kebenaran dan keadilan akan selalu menang, meskipun harus
melalui berbagai cobaan dan rintangan. Kejujuran, keberanian, dan kesetiaan
adalah nilai-nilai yang harus selalu dijunjung tinggi.
Karakter dalam Cerita
1.
Raja Syantanu
2.
Bhisma
3.
Satyawati
4.
Ambika
5.
Ambalika
6.
Pertapa Wysa
7.
Dhritarashtra
8.
Pandu
9.
Kunti
10.
Madri
11.
Drona
12.
Arjuna
13.
Eklawya
14.
Drupada
15.
Duryodhana
16.
Yudhistira
17.
Bhima
18.
Nakula
19.
Sadewa
20.
Widura
21.
Karna
22.
Krisna
23.
Sisupala
24.
Drupadi
- SEKIAN
Komentar
Posting Komentar
Lets comment ...