Pada suatu hari di desa yang
damai dan subur, hiduplah seorang janda tua bernama Mbok Sarni. Setiap hari
Mbok Sarni menjalani hidupnya sendirian, karena ia tidak memiliki seorang anak
pun. Meskipun demikian, Mbok Sarni selalu berharap memiliki seorang anak yang
dapat membantunya dalam pekerjaan sehari-hari dan mengusir kesepian.
Suatu sore, saat matahari mulai
terbenam dan langit berubah warna menjadi jingga kemerahan, Mbok Sarni pergi ke
hutan untuk mencari kayu bakar. Di tengah perjalanan, Mbok Sarni tiba-tiba
terkejut karena bertemu dengan raksasa yang sangat besar. Raksasa itu memiliki
tubuh yang besar dan mengerikan, dengan mata yang bersinar seperti api.
"Heii, kamu mau ke
mana?" tanya si Raksasa dengan suara menggelegar. "Aku hanya ingin
mengumpulkan kayu bakar, tolong ijinkanlah aku lewat," jawab Mbok Sarni
dengan suara gemetar. "Hahahaha... Kamu boleh pergi setelah memberiku
seorang anak manusia untuk makananku," kata si Raksasa sambil tertawa
jahat. "Wahai Tuan Raksasa, meskipun aku sudah tua, aku tidak memiliki
seorang anak pun," jawab Mbok Sarni dengan putus asa.
Walaupun Mbok Sarni mengatakan
bahwa ia tidak memiliki seorang anak, sebenarnya Mbok Sarni sangat ingin
memiliki seorang anak. Mendengar hal itu, si Raksasa merasa kasihan dan
memberinya sebuah biji mentimun. "Wahai wanita tua, aku akan memberimu
sebuah biji mentimun ajaib. Tanamlah biji ajaib ini di halaman rumahmu. Setelah
dua minggu, kamu akan memiliki seorang anak. Tetapi ingatlah! Serahkan anak itu
padaku saat usianya sudah enam tahun," kata si Raksasa dengan serius.
Mbok Sarni menerima tawaran dari
Raksasa dan segera kembali pulang. Malam itu, ia menanam biji mentimun ajaib di
halaman rumahnya dengan penuh harap. Dua minggu berlalu, tanaman mentimun itu
tumbuh dengan subur dan menghasilkan buah yang sangat lebat. Namun, ada satu
mentimun yang lebih besar dari yang lainnya. Mbok Sarni mengambil mentimun
besar itu dan dengan hati-hati membelahnya. Betapa terkejutnya Mbok Sarni
ketika menemukan seorang bayi perempuan yang sangat cantik jelita di dalamnya.
Mbok Sarni sangat gembira dan memberikan nama bayi itu Timun Emas.
Hari demi hari, Timun Emas tumbuh
menjadi anak yang cantik dan penuh keceriaan. Mbok Sarni sangat gembira karena
rumahnya tidak lagi sepi seperti dulu. Timun Emas selalu membantu Mbok Sarni
dalam pekerjaan sehari-hari, membuat hidup mereka lebih mudah dan menyenangkan.
Namun, kebahagiaan mereka tidak
berlangsung lama. Suatu hari, si Raksasa datang untuk menagih janji. Mbok Sarni
sangat ketakutan dan tidak ingin kehilangan Timun Emas. "Wahai Raksasa
yang pemurah, tolong datanglah lagi setelah dua tahun berlalu. Semakin dewasa
gadis ini, maka akan semakin sedap disantap," kata Mbok Sarni dengan
harap-harap cemas. Si Raksasa setuju dan kembali meninggalkan rumah Mbok Sarni.
Mengingat perkataan di hari itu,
Mbok Sarni terus memikirkan cara untuk menjauhkan Timun Emas dari Raksasa.
Waktu dua tahun adalah waktu yang singkat, dan Mbok Sarni merasa gelisah setiap
hari. Pada suatu malam, Mbok Sarni bermimpi. Dalam mimpinya, ia diberitahu agar
Timun Emas menemui seorang petapa di sebuah gunung yang tidak jauh dari rumah
mereka.
Pagi telah tiba, dan Mbok Sarni
menyuruh Timun Emas untuk menemui petapa tersebut. Setelah bertemu petapa itu,
Timun Emas menceritakan tentang tujuan kedatangannya. Petapa itu memberikan
empat bungkusan kecil yang berisi biji mentimun, jarum, garam, dan terasi.
"Lemparkan satu persatu bungkusan kecil ini, jika kamu dikejar Raksasa
pemakan manusia," kata petapa itu dengan bijaksana. Timun Emas pulang ke
rumah dan langsung menyimpan bungkusan kecil pemberian sang petapa.
Matahari telah terbit, dan si
Raksasa datang untuk menagih janji Mbok Sarni. "Wahai wanita tua, serahkan
gadis itu padaku. Aku sudah tak tahan untuk menyantap dagingnya," teriak
si Raksasa dengan marah. Mbok Sarni menjawab dengan suara gemetar, "Aku
mohon jangan kau ambil anakku ini, wahai Raksasa, karena aku sangat sayang
padanya. Lebih baik aku yang kau santap." Mendengar jawaban Mbok Sarni, si
Raksasa menolak tawaran itu dan semakin marah. "Kau sembunyikan di mana
anak itu? Di mana Timun Emas?" teriak si Raksasa dengan suara menggelegar.
Karena tidak tega melihat Mbok
Sarni menangis, Timun Emas keluar dari persembunyiannya. "Hei Raksasa! Aku
di sini! Tangkaplah aku jika kau bisa!" teriak Timun Emas dengan berani.
Si Raksasa segera mengejar Timun
Emas, yang berlari dengan cepat. Timun Emas mulai melemparkan bungkusan kecil
pertama yang berisi biji mentimun. Tiba-tiba, hutan berubah menjadi ladang
mentimun yang lebat dengan buah yang melilit tubuh si Raksasa, sehingga
langkahnya terhambat. Namun, si Raksasa berhasil melewati ladang mentimun dan
terus mengejar Timun Emas.
Timun Emas kemudian menaburkan
bungkusan kecil kedua yang berisi jarum. Dalam sekejap mata, tumbuhlah
pepohonan bambu yang tinggi dan sangat tajam. Meski kakinya tertancap bambu dan
berdarah-darah, si Raksasa terus mengejar Timun Emas dengan penuh amarah.
Selanjutnya, Timun Emas membuka
bungkusan kecil ketiga yang berisi garam. Dalam sekejap, hutan itu berubah
menjadi lautan luas. Si Raksasa berhasil melewati lautan itu tanpa kesulitan
berarti. Akhirnya, Timun Emas menaburkan terasi dari bungkusan kecil terakhir.
Seketika itu, terbentuklah lautan lumpur yang panas dan mendidih. Si Raksasa
terperosok ke dalam lumpur panas itu dan akhirnya tenggelam.
Timun Emas berhenti berlari dan
mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena telah terselamatkan
dari ancaman si Raksasa pemakan manusia. Ia kembali ke rumah Mbok Sarni dengan
penuh rasa bahagia dan lega. Mereka berdua hidup bahagia dan damai seperti
kehidupan normal kembali.
Pesan
Moral: Dalam menghadapi kesulitan dan ancaman, keberanian, kecerdasan, dan doa
dapat membantu kita mengatasi semua rintangan. Jangan pernah menyerah dalam
menghadapi masalah, karena ada solusi di setiap kesulitan.
Karakter
dalam cerita:
·
Mbok Sarni
·
Timun Emas
·
Raksasa
·
Petapa
- SEKIAN
Komentar
Posting Komentar
Lets comment ...