Pada zaman
dahulu, di sebuah lembah subur di Sumatera Utara, hiduplah seorang petani yang
bernama Toba. Ia tinggal sendirian di sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh
hutan dan sungai yang indah. Kehidupannya sederhana, namun ia selalu berusaha
untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Setiap kali Toba pergi memancing di sungai
yang tak jauh dari rumahnya, ia selalu berhasil mendapatkan ikan yang banyak.
Ia memasak ikan hasil tangkapannya untuk makan sehari-hari.
Suatu pagi
yang cerah, Toba memutuskan untuk pergi memancing seperti biasanya. Ia berjalan
menyusuri jalan setapak yang diapit oleh pepohonan rindang. Suara burung
berkicau dan gemericik air sungai membuat suasana menjadi sangat damai. Namun,
hari itu Toba tidak beruntung. Ia tidak mendapatkan seekor ikan pun meskipun
ikan-ikan di sungai terlihat banyak dan jelas. Toba merasa kecewa dan
memutuskan untuk berhenti memancing untuk hari itu.
Ketika Toba
menarik pancingnya untuk terakhir kali, tiba-tiba pancing itu disambar oleh
ikan besar. Ikan itu menarik pancing Toba jauh ke tengah sungai. Toba merasa
sangat senang karena ia berhasil menangkap ikan yang sangat besar. Ia berendam
sejenak di sungai untuk menikmati segarnya air sebelum pulang. Sinar matahari
mulai meredup saat senja tiba, dan Toba pun kembali ke rumah dengan membawa
ikan besar hasil tangkapannya.
Malam tiba dan
perut Toba mulai berbunyi kelaparan. "Krucuk... Krucuk..." bunyi
perutnya. Ia sangat ingin segera memasak dan memakan daging ikan besar itu.
Toba menyiapkan kayu bakar untuk perapian dan beberapa bumbu masak di dapur.
Namun, saat ia kembali ke dapur setelah menyiapkan kayu bakar, ia terkejut
karena ikan besar tangkapannya sudah menghilang. Di tempat ikan itu, terdapat
beberapa keping uang emas yang berkilauan.
Toba terkejut
dan merasa bingung. Ia melihat sekeliling rumah untuk mencari tahu siapa yang
mungkin telah mengambil ikan tersebut. Namun, ia tidak melihat siapa pun di sekitar
rumahnya. Akhirnya, Toba memutuskan untuk makan seadanya dan kembali ke
kamarnya.
Ketika Toba
membuka pintu kamar, ia melihat seorang wanita cantik yang sedang menyisir
rambutnya. Toba terkejut dan bertanya, "Siapa kamu? Apakah kamu yang
mengambil ikan besar tangkapanku?" Wanita berambut panjang itu membalikkan
badan dan menjawab dengan lembut, "Aku adalah jelmaan dari ikan
tangkapanmu. Kepingan emas itu adalah perwujudan dari sisik ikanku."
Toba
tercengang melihat pesona wanita itu. Selama hidupnya, ia sering menggembala
dan tidak pernah menemui wanita yang begitu cantik dan mempesona seperti wanita
ini. Malam itu, wanita tersebut menyuruh Toba menghidupkan lampu dan menuju
dapur. Sambil bercerita, wanita itu menyiapkan nasi dan memasak daging untuknya.
Wanita itu
menceritakan bagaimana ia terkena kutukan dan menjadi ikan. Toba mendengarkan
cerita tersebut dengan penuh perhatian. Setelah selesai makan, Toba sangat
ingin memperistri wanita itu. Wanita tersebut akhirnya menerima lamaran Toba
atas kebaikannya yang telah mendengarkan cerita tersebut. Namun, wanita itu
mengajukan syarat bahwa Toba harus bersumpah untuk tidak memberitahu asal
usulnya yang berasal dari jelmaan ikan di sungai.
Hari demi hari
berlalu, dan Toba dan sang istri hidup bahagia. Mereka dikaruniai seorang anak
laki-laki yang mereka beri nama Samosir. Samosir tumbuh menjadi anak yang manja
dan enggan membantu orang tuanya. Ia lebih suka bermain dan bersantai-santai
sepanjang hari.
Suatu hari,
Samosir dipanggil oleh ibunya, "Samosir, antarkan makanan ini ke Ayah di
ladang! Ayah pasti lapar." "Enggak! Samosir lelah, ingin tidur
dulu," jawab Samosir dengan malas. Sang ibu memarahinya dan memaksa
Samosir untuk pergi ke ladang dan mengantarkan makanan kepada ayahnya.
Dengan hati
yang kesal, Samosir berkata, "Ibu jahat! Padahal aku ingin
bersantai-santai seperti biasanya. Sungguh kesal diriku, lebih baik aku makan
saja bekal ini!" Samosir kemudian memakan sebagian besar bekal yang
seharusnya untuk sang ayah.
Sesampainya di
ladang, Samosir memberikan sisa bekal kepada ayahnya, Pak Toba. Namun, Pak Toba
sangat marah karena bekal yang dinanti-nantinya ternyata hanya makanan sisa.
Samosir mengaku bahwa ia telah menghabiskan bekal tersebut karena merasa kesal.
Mendengar pengakuan Samosir, Pak Toba semakin marah dan mengumpat, "Dasar
anak jelmaan ikan sungai!"
Mendengar
kata-kata ayahnya, Samosir berlari pulang dengan menangis. Sesampainya di
rumah, ia mengadu kepada ibunya dan menceritakan apa yang dikatakan oleh
ayahnya. "Oh tidak! Suamiku telah melanggar sumpahnya ketika menikah
denganku!" pikir sang ibu dengan cemas.
Sang ibu
segera menyuruh Samosir untuk pergi ke bukit tertinggi dan bersembunyi di
antara pepohonan. Setelah memastikan bahwa Samosir telah sampai di dataran
tertinggi, sang ibu membalikkan badan dan menuju sungai terdekat. Awan di
langit berubah menjadi gelap, sungai mulai surut, dan petir pun
menyambar-nyambar. Suara gemuruh terdengar dari bawah tanah, dan tiba-tiba air
keluar dengan deras, membanjiri dataran rendah hingga ke ladang tempat Toba
berladang.
Samosir
ketakutan dan tetap berada di dataran tinggi hingga terbentuklah sebuah danau
yang luas dengan sebuah pulau di tengahnya. Danau itu kemudian diberi nama
Danau Toba, dan pulau di tengahnya diberi nama Pulau Samosir.
Pesan
Moral: Jangan pernah melanggar sumpah dan janji, karena setiap
tindakan memiliki konsekuensi. Selain itu, hargailah dan bantulah orang tua
serta keluarga, karena mereka adalah orang-orang yang paling berharga dalam
hidup kita.
Karakter
dalam cerita:
· Toba
· Istri
Toba
· Samosir
- SEKIAN
Komentar
Posting Komentar
Lets comment ...