Langsung ke konten utama

Raja yang Kejam dan Anak-Anaknya yang Baik Hati

Pada zaman dahulu kala, di sebuah kerajaan yang megah dan indah, hiduplah seorang raja dan ratu yang memiliki sifat kejam. Raja dan ratu itu suka berfoya-foya dan menindas rakyat miskin. Mereka hanya memikirkan kesenangan diri sendiri dan tidak peduli dengan penderitaan rakyatnya. Namun, di balik kekejaman mereka, Raja dan Ratu memiliki dua anak yang sangat berbeda sifatnya dari mereka. Anak-anak mereka, Pangeran Aji Lesmana dan Puteri Rauna, terkenal baik hati dan selalu menolong rakyat yang kesusahan. Mereka sering turun ke desa untuk membantu orang-orang miskin yang memerlukan bantuan.

Suatu hari, Pangeran Aji Lesmana yang tidak tahan lagi dengan kelakuan orangtuanya, mengadu pada ayah bundanya, "Ayah dan Ibu, kenapa menyusahkan orang miskin terus?! Kenapa kalian tidak bisa bersikap adil dan baik hati?"

Mendengar perkataan anaknya, Raja dan Ratu sangat marah. Raja yang berwajah garang dan bersuara lantang membentak, "Jangan mengatur orangtua, anak kecil! Kamu telah berbuat salah dengan mencampuri urusan kami. Aku akan menghukummu! Sekarang pergilah dari istanaku!"

Pangeran Aji Lesmana tidak terkejut mendengar keputusan ayahnya. Namun, Puteri Rauna yang mendengar percakapan itu, menangis dan memohon kepada ayah bundanya, "Jangan usir Kakak! Jika Kakak harus keluar dari istana ini, saya akan mengikutinya pergi!"

Raja dan Ratu yang masih emosi, membiarkan Puteri Rauna pergi bersama kakaknya. Kemudian, Pangeran Aji Lesmana dan Puteri Rauna mulai mengembara. Mereka menyamar menjadi orang biasa dan mengubah nama mereka menjadi Kusmantoro dan Kusmantari. Dalam perjalanan, mereka bertekad mencari guru untuk menimba ilmu. Mereka ingin menggunakan ilmu itu untuk menyadarkan kedua orangtua mereka.

Hingga suatu hari, Kusmantoro dan Kusmantari tiba di sebuah gubug tua yang sederhana. Gubug itu dihuni oleh seorang kakek yang sudah sangat tua. Dulu, kakek sakti itu pernah menjadi guru kakek mereka. Dengan penuh rasa hormat, Kusmantoro dan Kusmantari mengetuk pintu.

"Silakan masuk, wahai anak muda," sambut kakek tua renta dengan suara lembut dan bijaksana. Namun, kakek tua itu sudah tahu kalau mereka adalah cucu-cucu bekas muridnya. Kakek sakti itu sengaja berpura-pura tak tahu. Kusmantoro mengutarakan tujuannya, "Kami, kakak beradik yang yatim piatu. Kami ingin berguru pada Panembahan."

Kakek sakti yang bernama Panembahan Manraba itu tersenyum bijaksana pada kebohongan Kusmantoro. Tapi karena kebijaksanaannya, Panembahan Manraba menerima Kusmantoro dan Kusmantari menjadi muridnya.

Kemudian, Panembahan Manraba menurunkan ilmu-ilmu kerohanian dan kanuragan pada Kusmantoro dan Kusmantari. Ternyata mereka cukup berbakat dan dalam waktu singkat mereka menguasai ilmu-ilmu yang diajarkan. Hingga berbulan-bulan mereka dilatih keras oleh Panembahan Manraba.

Pada suatu malam yang tenang, di bawah cahaya bulan purnama yang terang, Panembahan Manraba memanggil Kusmantoro dan Kusmantari ke dalam gubug. "Anakku, wahai Kusmantoro dan Kusmantari. Sementara sudah cukup kalian berdua berguru di sini. Ilmu-ilmu lainnya akan ku berikan setelah kalian melaksanakan suatu amalan," kata Panembahan Manraba dengan suara lembut namun tegas.

"Satu amalan apa itu, wahai Panembahan?" tanya Kusmantari dengan rasa penasaran.

"Besok pagi dini hari, petiklah dua kuntum melati di samping kanan rumah gubug ini. Lalu berangkatlah menuju istana megah di sebelah barat desa. Dan berikan dua kuntum bunga melati ini kepada Pangeran Aji Lesmana dan Puteri Rauna. Mereka ingin menyadarkan Raja dan Ratu sebagai kedua orang tua mereka," jelas Panembahan Manraba.

Kusmantoro dan Kusmantari langsung terkejut. Namun, keterkejutan mereka ditahan rapat-rapat. Mereka tidak ingin penyamaran mereka selama ini terbongkar. "Dua kuntum melati itu memiliki khasiat menyadarkan Raja dan Ratu dari perbuatan buruk mereka. Namun ada syaratnya, dua kuntum melati itu hanya berkhasiat jika disertai kejujuran hati," pesan Panembahan Manraba dengan bijak.

Malam itu, Kusmantoro dan Kusmantari merasa gelisah dan tidak bisa tidur. Mereka memikirkan amanah Panembahan. Apakah mereka harus mengakui kalau mereka adalah Pangeran Aji Lesmana dan Puteri Rauna? Jika tidak, berarti mereka berbohong dan tidak jujur. Padahal dua kuntum melati hanya berkhasiat jika disertai dengan kejujuran hati.

Pada akhirnya, di pagi dini hari, mereka menghadap Panembahan Manraba. "Kami berdua mohon maaf, Panembahan. Kami telah bersalah karena tidak jujur pada Panembahan selama ini," kata Kusmantoro dengan penuh penyesalan.

"Aku mengerti, Anak-anakku. Aku telah mengetahui bahwa kalian berdua adalah Pangeran Aji Lesmana dan Puteri Rauna. Sekarang pulanglah! Ayah bundamu sedang menunggu di istana," kata Panembahan Manraba dengan senyum bijak.

Kemudian, mereka mohon pamit dan meminta doa restu dari Panembahan Manraba. Pangeran Aji Lesmana dan Puteri Rauna berangkat menuju istana megah dengan hati yang penuh harapan. Ketika sampai di istana, mereka melihat ayah bunda mereka sedang terbaring lemah terkena penyakit. Pangeran Aji Lesmana dan Puteri Rauna langsung memeluk Raja dan Ratu yang sedang lemah.

"Kami datang untuk menyembuhkan Ayah dan Ibu," kata Puteri Rauna sambil meracik dua kuntum melati pemberian Panembahan Manraba. Setelah selesai diracik, obat itu diminumkan pada ayah ibu mereka. Sungguh ajaib! Seketika itu, Raja dan Ratu kembali sembuh.

Sifat Raja dan Ratu mulai berubah. Mereka menjadi lebih baik dan peduli pada rakyatnya. Pangeran Aji Lesmana dan Puteri Rauna merasa sangat bahagia melihat perubahan itu. Mereka meminta bibit melati ajaib itu pada Panembahan Manraba dan menanamnya di taman istana. Dari sinilah, istana mereka dikenal dengan nama Istana Bunga. Istana yang penuh dengan kelembutan hati dan kebahagiaan keluarga kerajaan.

Pesan Moral: Jadilah orang yang jujur dan bertanggung jawab. Kejujuran dan ketulusan hati akan membawa kebaikan dan kebahagiaan.

Karakter dalam Cerita:

1.                       Raja

2.                       Ratu

3.                       Pangeran Aji Lesmana (Kusmantoro)

4.                       Puteri Rauna (Kusmantari)

5.                       Panembahan Manraba

 




- SEKIAN

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Si Kancil dan Sang Gajah

      Pada suatu hari yang petang, sang Kancil yang cerdik berjalan pelan-pelan di dalam hutan lebat. Ia sedang berjalan pelan-pelan dan tiba-tiba Kancil tak sengaja terjatuh ke jurang yang sangat dalam. Ia coba untuk keluar berkali-kali tapi nasibnya malangnya dan tidak berdaya. Setelah segala usaha yang dilakukan kancil sia-sia, sang Kancil pun berpikir, “Macam mana aku bisa keluar dari lubang yang sempit nan dalam ini? Kalau hujan tiba, aku bisa tenggelam disini!?” walau lama berpikir dan tak ada ide yang tepat untuk Kancil keluar dari lubang ini, sang Kancil tetap tidak mau berputus asa dan terus berfikir untuk keselamatannya. Dalam situasi yang kehabisan akal mencari ide, Kancil mendengar bunyi tapak kaki yang besar, “Hmmm... Kalau bunyi tapak kaki ramai ni, ini tak lain, pasti hewan gendut dan berkaki empat yakni gajah... Kesempatan ni...” Lalu Kancil mendapat satu ide yang tepat menyelamatkan diri dari lubang yang dalam itu. Endi...

Rubah dan Pohon Anggur yang Menggiurkan

  Pada suatu hari yang cerah di sebuah hutan yang rimbun dan penuh dengan kehidupan, hiduplah seekor rubah bernama Ruru. Ruru dikenal sebagai rubah yang cerdik dan penuh rasa ingin tahu. Hutan tempat Ruru tinggal selalu dipenuhi dengan suara kicauan burung, gemericik air sungai, dan bayangan pepohonan yang sejuk. Semua hewan di hutan itu, dari Kelinci hingga Rusa, hidup damai satu sama lain. Pagi itu, sinar matahari yang hangat menyelinap di antara dedaunan, menciptakan bayangan indah di tanah. Angin sepoi-sepoi berhembus, menggerakkan ranting-ranting pohon dan membuat dedaunan bergoyang lembut. Suara burung berkicau merdu, menambah keindahan pagi di hutan. Di hutan itu, ada juga suara gemerisik daun yang jatuh ke tanah. Terkadang, terdengar suara binatang kecil seperti serangga yang merayap di bawah daun-daunan. Ketika Ruru berjalan, dia merasakan kelembutan rumput di bawah kakinya dan aroma segar dari bunga-bunga liar yang bermekaran. Ruru, dengan bulunya yang berkilauan di b...

Kejujuran si Gembala Kecil: Pelajaran yang Berharga

               Di sebuah desa yang damai dan sejuk, hiduplah seorang anak gembala kecil bernama Bima. Bima dikenal oleh semua orang di desanya sebagai anak yang rajin, cerdas, dan terutama jujur. Setiap hari, ia menggembalakan domba-domba keluarganya di padang rumput yang luas dan hijau. Suatu hari, ketika Bima sedang menggembalakan domba-dombanya, ia menemukan sebuah kantong kecil yang tergeletak di tanah. Dengan hati-hati, Bima mengambil kantong itu dan melihat isinya. Betapa terkejutnya Bima ketika menemukan bahwa kantong itu penuh dengan emas yang berkilauan di bawah sinar matahari. "Wah, ini pasti kantong emas milik seseorang yang hilang," kata Bima kepada dirinya sendiri. "Aku harus mencari tahu siapa pemiliknya." Bima berpikir sejenak dan memutuskan untuk membawa kantong emas itu ke kepala desa. Ia berharap kepala desa bisa membantunya menemukan pemilik kantong emas tersebut. Dalam perjalanan menuju rumah kepala desa, Bima bertem...