Pada suatu hari, hiduplah seorang Ayah, Ibu dan satu anak laki-laki yang diberi nama Malin Kundang. Mereka hidup sebagai nelayan dan keuangan keluarganya memprihatinkan. Karena kebutuhan ekonomi keluarga, sang Ayah pergi merantau ke negeri orang. Sehingga tinggal sang Ibu dan Malin Kundang di sebuah gubug. Waktu terus berjalan hingga 1 tahun lamanya, sang Ayah tak junjung datang, sehingga sang Ibu harus mencari nafkah.
Waktu demi waktu hingga Malin Kundang tumbuh remaja. Ia anak yang cerdas tetapi sering mengejar dan memukul ayam dengan sapu. Namun suatu ketika Malin Kundang tersandung batu dan lengan kanannya terluka. Lalu luka itu sembuh namun masih meninggalkan bekas dilengannya.
Pada suatu hari, Malin Kundang telah berusia dewasa. Ia merasa prihatin dengan usia Ibunya yang sudah tua dan masih mencari nafkah. Sehingga Malin Kundang mencari informasi untuk pergi ke negeri seberang. Hingga Malin Kundang bertemu dengan seorang Nahkoda. Nahkoda itu menawarkan pekerjaan pada Malin Kundang dan bercerita bahwa dulunya Ia juga hidup kesusahan.
Awalnya, sang Ibu kurang setuju. Tetapi Malin Kundang terus mendesak sang Ibu, sehingga Ibu Malin Kundang akhirnya mengijinkan walau dengan berat hati. Keesokan harinya, Malin Kundang pergi menuju ke dermaga dengan diantar ibunya dengan bekal makanan. "Malin anakku, jika suatu hari kamu jadi orang yang sukses, jangan lupakan Ibumu dan kampung halamannu ini ya Nak", kata Ibu Malin Kundang dengan berlinang air mata.
Kemudian kapal Malin Kundang berlabuh menjauhi pelabuhan dengan iringan lambaia tangan ibu Malin Kundang. Selama berlayar, Malin Kundang belajar tentang ilmu pelayaran teman-temannya yang berpengalaman. Pada suatu hari, tiba-tiba kapal Malin Kundang di serang oleh bajak laut dan semua barang dagangan dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang pedagang di kapal Malin Kundang dibunuh oleh bajak laut.
Malin Kundang sangat ketakutan dan bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu. Selama semalam, Malin Kundang terseret arus laut, hingga akhirnya puing kapalnya terdampar di sebuah pantai. Ketika terdampar di sebuah pantai, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat. Di desa itu, Malin Kundang ditolong oleh masyarakat dan menceritakan kejadian yang menimpanya semalam. Desa itu sangat subur, sehingga Malin Kundang dengan kegigihannya dalam bekerja, Malin Kundang berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang banyak.
Ketika Malin Kundang sukses menjadi pelayar. Ia memperistri gadis cantik di desa yang subur itu. Berita kesuksesan dan pernikahan Malin Kundang tersebar hingga ke desa asal Malin Kundang dilahirkan. Ibu Malin Kundang pun mengetahuinya dan merasa sangat senang. Hari demi hari, Ibu Malin Kundang menuju dermaga untuk menantikan kedatangan anaknya tersayang bersama istrinya.
Hingga suatu hari, Ibu Malin Kundang melihat kapal yang sangat indah memasuki pelabuhan desa. Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas kapal yang indah itu. Ia berharap kalau yang sedang berdiri itu adalah Malin Kundang dan istrinya. Ketika Malin Kundang turun dari kapalnya, Ia disambut oleh ibunya. Sang Ibu melihat bekas luka di lengan kanan Malin Kundang, sehingga semakin yakin bahwa orang tersebut adalah Malin Kundang.
"Malin Kundang, anakku, mengapa kamu pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar pada Ibu Nak?", kata sang Ibu dengan memeluk Malin Kundang. Tiba-tiba Malin Kundang segera melepaskan pelukan sang ibu dan mendorongnya terjatuh.
"Dasar wanita tua tak tahu diri! Dengan baju sejelek ini, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku!", kata Malin Kundang dengan berpura-pura tidak mengenali ibunya. Ia malu dengan ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju compang-camping.
"Sayang, wanita itu ibumu?", tanya sang istri pada Malin Kundang.
"Tidak! Wanita tua ini hanyalah pengemis yang berpura-pura mengaku sebagai ibu kandungku! Dia pasti menginginkan hartaku!", balas Malin Kundang pada istrinya di depan Ibunya.
"Malin Kundang, anakku, mengapa kamu pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar pada Ibu Nak?", kata sang Ibu dengan memeluk Malin Kundang. Tiba-tiba Malin Kundang segera melepaskan pelukan sang ibu dan mendorongnya terjatuh.
"Dasar wanita tua tak tahu diri! Dengan baju sejelek ini, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku!", kata Malin Kundang dengan berpura-pura tidak mengenali ibunya. Ia malu dengan ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju compang-camping.
"Sayang, wanita itu ibumu?", tanya sang istri pada Malin Kundang.
"Tidak! Wanita tua ini hanyalah pengemis yang berpura-pura mengaku sebagai ibu kandungku! Dia pasti menginginkan hartaku!", balas Malin Kundang pada istrinya di depan Ibunya.
Mendengar perkataan Malin Kundang dan diperlakukan semena-mena oleh anaknya, Ibu Malin Kundang sangat marah. Ia sangat terkejut anaknya telah durhaka padanya. Atas sikapnya, Ibu Malin Kundang mengangkat kedua tangannya dan berkata "Oh Tuhanku, jikalau benar Pemuda itu anakku, aku bersumpah mengutuknya menjadi sebuah batu!".
Kemudian angin bergemuruh dan berhembus kencang disertai badai dahsyat yang menghancurkan kapal Malin Kundang. Kapal pesiar miliknya rusak, istrinya dan awak kapal entah tak terselamatkan. Lalu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi sulit bergerak hingga akhirnya kakinya berubah menjadi batu dan menjadi sebuah batu berbentuk manusia.
Kemudian angin bergemuruh dan berhembus kencang disertai badai dahsyat yang menghancurkan kapal Malin Kundang. Kapal pesiar miliknya rusak, istrinya dan awak kapal entah tak terselamatkan. Lalu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi sulit bergerak hingga akhirnya kakinya berubah menjadi batu dan menjadi sebuah batu berbentuk manusia.
- SEKIAN
No comments:
Post a Comment
Let's comment ...