Pada zaman dahulu, di sebuah
kerajaan yang subur dan makmur, hiduplah seorang raja bernama Raja Sungging
Perbangkara. Sang Raja gemar berburu di hutan belantara yang luas. Suatu hari,
ketika berburu, Raja kehausan dan memutuskan untuk meminum air kelapa segar.
Setelah meminum separuh air kelapa, ia meninggalkannya dan melanjutkan
perburuannya.
Di dekat situ, seekor babi
hutan betina bernama Wayungyang melihat bekas minuman Raja. Wayungyang sangat
ingin menjadi manusia, sehingga ia berharap dan berdoa sambil meminum air
kelapa bekas Raja Sungging itu. Ajaibnya, Wayungyang berubah menjadi seorang
wanita cantik dan hamil. Beberapa waktu kemudian, ia melahirkan bayi perempuan
yang sangat cantik. Bayi itu kemudian dibawa ke kerajaan dan diberi nama Dayang
Sumbi, yang juga dikenal dengan nama Rarasati.
Dayang Sumbi tumbuh menjadi
gadis yang sangat cantik dan anggun. Kecantikannya membuat banyak raja dari
kerajaan lain ingin meminangnya. Namun, tidak ada satu pun yang diterima oleh
Dayang Sumbi. Hal ini menyebabkan para raja saling berperang untuk
memperebutkan Dayang Sumbi.
Merasa lelah dengan pertikaian
tersebut, Dayang Sumbi memilih untuk mengasingkan diri di sebuah bukit. Ia
ditemani oleh seekor anjing jantan yang setia bernama Si Tumang. Suasana di
bukit sangat tenang, dengan angin yang berhembus lembut dan suara burung yang
berkicau merdu. Suatu hari, saat sedang menenun, alat tenun Dayang Sumbi
terjatuh ke bawah.
Dengan spontan, Dayang Sumbi
berucap tanpa berpikir panjang, "Siapa pun yang mengambilkan alat tenun
itu, jika berjenis kelamin laki-laki, akan aku jadikan suamiku." Si Tumang
yang setia mengambilkan alat tenun tersebut dan memberikannya kepada Dayang
Sumbi. Dengan pengaruh kutukan dari sosok babi hutan terdahulu, Dayang Sumbi
akhirnya hamil dan melahirkan seorang bayi laki-laki yang diberi nama
Sangkuriang.
Sangkuriang tumbuh menjadi anak
yang pemberani dan cerdas. Suatu hari, ia pergi berburu bersama Si Tumang. Di
tengah perburuan, Sangkuriang melihat seekor babi hutan betina dan ingin
menangkapnya. Namun, babi hutan itu terlalu cepat, sehingga Sangkuriang
menyuruh Si Tumang untuk mengejarnya. Sayangnya, Si Tumang tidak berhasil
menangkap babi tersebut. Sangkuriang sangat marah dan kehilangan kendali,
hingga ia membunuh Si Tumang.
Sebagai bukti hasil buruannya,
Sangkuriang mengambil hati Si Tumang dan membawanya pulang untuk dimasak.
Setelah dimasak, Sangkuriang memberi tahu Dayang Sumbi bahwa daging hati itu
adalah milik Si Tumang.
"Apa yang kamu bilang? Ini
tidak mungkin! Si Tumang adalah ayahmu, Nak!" kata Dayang Sumbi dengan
terkejut. "Ayahku? Tidak mungkin ayahku seekor anjing!" jawab
Sangkuriang dengan bingung. "Dasar anak kurang ajar!" balas Dayang
Sumbi sambil memukul kepala Sangkuriang dengan sendok nasi. Dayang Sumbi sangat
marah dan mengusir Sangkuriang dari rumah. Akibat pukulan itu, Sangkuriang
mengalami amnesia dan melupakan masa lalunya.
Sangkuriang pergi menggembara
dan berguru pada seorang petapa sakti. Ia menghabiskan waktu dengan mempelajari
berbagai ilmu bela diri dan cara untuk bertahan hidup. Ia tumbuh menjadi pemuda
yang kuat dan tangguh. Suatu hari, Sangkuriang memutuskan untuk kembali ke
tempat asalnya.
"Hai Nona, bolehkah aku
berkenalan denganmu?" tanya Sangkuriang saat bertemu dengan Dayang Sumbi
di rumahnya. Dayang Sumbi terkejut melihat pemuda itu dan menduga bahwa ia
adalah anaknya yang telah lama pergi. "Boleh, nama saya Dayang
Sumbi," jawab Dayang Sumbi dengan ramah.
Sangkuriang menceritakan
perjalanan jauhnya, dan setelah berbicara panjang lebar, ia mengungkapkan
keinginannya untuk meminang Dayang Sumbi. Mendengar permintaan tersebut, Dayang
Sumbi merasa bimbang. Untuk memastikan bahwa pemuda itu adalah Sangkuriang, ia
meminta untuk melihat kepala Sangkuriang. Betapa terkejutnya Dayang Sumbi saat
melihat bekas luka pukulan sendok nasi yang masih terlihat jelas di kepala
Sangkuriang.
"Dia memang benar anakku,
Sangkuriang yang aku usir," pikir Dayang Sumbi. Namun, Dayang Sumbi tidak
langsung menerima lamaran Sangkuriang. Ia meminta Sangkuriang untuk membuatkan
sebuah perahu besar dan sebuah telaga dalam waktu semalam. Sangkuriang menerima
permintaan tersebut tanpa ragu.
Untuk menggagalkan usaha Sangkuriang,
Dayang Sumbi mengambil alu dan menumbuknya keras-keras. Ia melebarkan kain
putih agar terlihat seperti fajar yang menyingsing dari arah timur. Sambil
berdoa, Dayang Sumbi berharap Sangkuriang tidak dapat menyelesaikan tugasnya.
Jin-jin pengawal Sangkuriang pun pergi meninggalkannya, membuat Sangkuriang
marah.
Dalam amarahnya, Sangkuriang
merusak Bendungan Sangyang Tikoro dan melemparkan kayu-kayu di sungai Citarum
ke arah timur, yang kemudian berubah menjadi Gunung Manglayang. Terakhir,
Sangkuriang menendang perahu besar yang telah dibuatnya ke arah utara, yang
kemudian berubah menjadi Gunung Tangkuban Perahu.
Sangkuriang menyadari bahwa
Dayang Sumbi telah mengkhianatinya. Ia merasa sangat kecewa dan marah.
Sangkuriang mengejar Dayang Sumbi dengan penuh amarah. Namun, karena kekhilafan
dan kedurhakaannya, Sangkuriang terjatuh ke jurang yang bernama Ujung Berung.
Sementara itu, Dayang Sumbi berlari menuju Gunung Putri, tempat ia kembali
menjadi manusia normal yang tidak awet muda.
Pesan Moral:
Dalam kehidupan, kita harus menerima takdir dan menjalani ujian dengan hati
yang tabah. Kejujuran, kebijaksanaan, dan kesabaran adalah kunci untuk
menghadapi segala rintangan. Kebohongan dan kedurhakaan hanya akan membawa
kehancuran.
Karakter dalam cerita:
· Raja
Sungging Perbangkara
· Wayungyang
· Dayang
Sumbi (Rarasati)
· Si
Tumang
· Sangkuriang
· Jin
Pengawal
· Petapa
Sakti
Komentar
Posting Komentar
Lets comment ...