Pada suatu hari yang cerah,
hiduplah seekor kancil yang cerdik di tepi hutan. Ia berjalan-jalan mencari
udara segar sambil menikmati sinar matahari yang hangat. Hutan terasa terlalu
gelap karena pohon-pohon yang sangat lebat menutupi jalanan dengan tajuknya.
Kancil pun memutuskan untuk berjemur di bawah terik matahari di tepi hutan.
Di tepi hutan, ada sebuah
sungai besar yang dalam dan mengalir dengan tenang. Setelah sekian lama
berjemur, Kancil mendengar bunyi perutnya yang lapar, "Krucuk... krucuk...
krucuk." Kancil membayangkan betapa nikmatnya jika ada makanan
kesukaannya, yaitu ketimun. Namun, kebun ketimun Pak Tani berada di seberang
sungai yang dalam itu. "Bagaimana cara menyeberangi sungai ini, ya?"
gumam Kancil sambil berpikir keras.
Tiba-tiba, sebuah ide cemerlang
muncul di benak Kancil. Ia melompat kegirangan dan berteriak, "Buayaa...
Buayaa... Ayo keluarlah! Aku punya makanan untukmu!" Namun, buaya-buaya di
sungai belum juga muncul. Kancil pun berteriak lagi, "Buaya... Buaya...
Ayo keluar! Mau daging segar nggak?"
Tak lama kemudian, seekor buaya
besar muncul dari dalam sungai. "Huaaahh... Siapa yang teriak-teriak siang
bolong begini? Mengganggu tidurku saja," kata buaya pertama dengan suara
mengantuk. "Hai Kancil, diam kau! Kalau tidak, aku makan kamu!" kata
buaya kedua yang juga muncul dengan amarah.
"Waah... Bagus kalian mau
keluar. Lalu, mana yang lain?" tanya Kancil dengan nada penasaran.
"Tapi kalau cuma dua ekor, makanan ini masih sisa banyak. Ayo keluarlah
semuaa!!!" teriak Kancil dengan lantang.
"Sebenarnya ada apa,
Kancil? Ayo cepat katakan," kata buaya dengan tegas. "Begini, Buaya.
Maaf kalau aku mengganggu tidur siangmu. Tapi aku akan bagi-bagi daging segar
untuk buaya-buaya di sungai ini. Makanya, kalian semua harus keluar," jelas
Kancil dengan penuh semangat.
Mendengar kabar bahwa mereka
akan diberi daging segar, para buaya segera memanggil teman-temannya keluar.
"Hei, kawan-kawanku semua, mau makan gratis nggak? Ayo kita
keluar...!!!" teriak Pemimpin Buaya dengan komando. Tak berapa lama
kemudian, buaya-buaya mulai bermunculan dari dalam air dan berkumpul di tepi
sungai.
"Nah, sebelum daging ini
aku bagikan, sekarang aku harus menghitung dulu ada berapa buaya di sungai ini.
Ayo kalian para buaya, baris berjajar hingga ke tepi sungai di sebelah
sana!" kata Kancil dengan antusias. "Nanti aku yang akan menghitung
satu per satu," tambah Kancil.
Tanpa berpikir panjang, para
buaya segera mengambil posisi dan berjajar dari tepi sungai ke tepi sungai
lainnya, membentuk jembatan buaya yang panjang. "Oke, sekarang aku akan
menghitung kalian satu per satu," kata Kancil sambil melompat ke punggung
buaya pertama. "Satu... dua... tiga..." begitu seterusnya sambil
terus melompat dari punggung buaya satu ke punggung buaya lainnya.
Hingga akhirnya, Kancil sampai
di seberang sungai. Hatinya tertawa melihat para buaya yang patuh. "Mudah
sekali ternyata," pikir Kancil dengan senang. Begitu sampai di seberang
sungai, Kancil berkata kepada para buaya, "Hai buaya bodoh! Sebenarnya
tidak ada daging segar yang akan aku bagikan. Apakah kalian tidak melihat kalau
aku tidak membawa sepotong daging pun?!"
"Sebenarnya aku hanya
ingin menyeberangi sungai dalam ini, dan aku membutuhkan jembatan agar sampai
ke seberang sungai. Terima kasih atas bantuan kalian, dan mohon maaf kalau aku
menjahili kalian," kata Kancil dengan nada mengejek.
Para buaya marah mendengar
perkataan Kancil. "Ha!!! Huaahh... Sialan!!! Dasar Kancil nakal! Ternyata
kita cuma dibohongi. Awas kamu ya! Kalau ketemu lagi, aku makan kamu!"
geram para buaya dengan amarah.
Kancil segera berlari dan
menghilang di balik pepohonan menuju kebun Pak Tani untuk mencari ketimun
kesukaannya. Ia sangat senang karena berhasil menipu buaya-buaya itu dengan
kecerdikannya.
Namun, petualangan Kancil tidak
berhenti sampai di situ. Ketika Kancil tiba di kebun ketimun Pak Tani, ia
melihat ketimun-ketimun yang segar dan hijau. "Wah, ini dia makanan
kesukaanku!" seru Kancil dengan gembira. Ia mulai memetik ketimun satu per
satu dan memakannya dengan lahap.
Tiba-tiba, terdengar suara
langkah kaki yang berat dan suara Pak Tani yang marah. "Siapa yang mencuri
ketimun di kebunku?!" teriak Pak Tani dengan suara menggelegar. Kancil
terkejut dan segera mencari tempat persembunyian. Ia bersembunyi di balik
semak-semak sambil menahan napas.
Pak Tani mencari-cari di
sekitar kebunnya, tetapi tidak menemukan siapa pun. "Huh, mungkin hanya
perasaanku saja," gumam Pak Tani sambil kembali ke rumahnya. Kancil merasa
lega dan melanjutkan makannya dengan hati-hati.
Setelah beberapa waktu, Kancil
merasa kenyang dan memutuskan untuk pulang. Namun, saat ia hendak menyeberangi
sungai lagi, ia ingat bahwa para buaya masih marah padanya. "Aku harus
mencari cara lain untuk kembali ke hutan," pikir Kancil.
Kancil berjalan menyusuri tepi
sungai sambil mencari tempat yang lebih aman untuk menyeberang. Akhirnya, ia
menemukan jembatan kayu yang bisa digunakan untuk menyeberang. Dengan
hati-hati, Kancil menyeberangi jembatan itu dan kembali ke hutan.
Di dalam hutan, Kancil merasa
sangat puas dengan petualangannya hari itu. Ia berhasil menipu buaya-buaya,
mencuri ketimun dari kebun Pak Tani, dan kembali dengan selamat. Kancil
bersyukur atas kecerdikannya yang membantunya dalam menghadapi berbagai
situasi.
Pesan Moral:
Kecerdikan dan keberanian dapat membantu kita mengatasi berbagai rintangan.
Namun, kita harus berhati-hati agar tidak menyakiti atau menipu orang lain,
karena tindakan tersebut dapat menimbulkan masalah di kemudian hari.
Karakter dalam cerita:
· Kancil
· Buaya
pertama
· Buaya
kedua
· Pemimpin
Buaya
· Pak
Tani
- SEKIAN
hendra.... blog u bgz bgt.... hebat u...
BalasHapusmbk.. buatin po'o..
bagus .. :)
BalasHapus