Langsung ke konten utama

Kisah Ande Ande Lumut: Panji Asmarabangun dan Sekartaji

Pada masa Kerajaan Kahuripan yang megah, terdapat dua wilayah yang terpisah: Jenggala dan Kediri. Untuk menghindari perang saudara yang mengerikan, Prabu Airlangga yang bijaksana membagi Kerajaan Kahuripan menjadi dua. Namun sebelum Prabu Airlangga pergi, beliau memberikan mandat bahwa kedua wilayah harus disatukan kembali melalui pernikahan antara anak Jayengnagara, penguasa Jenggala, dan anak Jayengrana, penguasa Kediri. Pernikahan ini harus didasarkan atas dasar cinta dan keikhlasan, bukan perjodohan semata.

Panji Asmarabangun, anak Jayengnagara, dan Sekartaji, anak Jayengrana, secara diam-diam telah menjalin persahabatan sejak usia muda. Mereka selalu menghabiskan waktu bersama di taman istana yang indah, dengan ditemani oleh Simbok dan Prasanta, pelayan setia mereka. Setiap hari, mereka bermain di bawah pohon beringin tua dan bernyanyi riang dengan burung-burung yang berkicau. Panji Asmarabangun dan Sekartaji sudah seperti dua anak burung yang tumbuh besar bersama dalam satu sarang.

Suatu hari yang cerah, keluarga Jayengnagara berkunjung ke kediaman Jayengrana. Di pertemuan ini, Panji Asmarabangun dan Sekartaji tidak bisa menyembunyikan kegembiraan mereka. Mata mereka berbinar-binar, dan senyum mereka tidak pernah pudar. Taman istana dipenuhi bunga warna-warni yang mekar seakan menyambut cinta mereka. Kedua orang tua mereka yang bersahabat ingin mempertemukan anak-anak mereka.

"Panji, aku selalu menginginkanmu menjadi permaisuriku," kata Panji Asmarabangun dengan tulus.

"Aku pun begitu, Panji. Hatiku selalu berdebar setiap kali kita bertemu," jawab Sekartaji malu-malu.

Namun, di balik kebahagiaan itu, Padukasari, istri kedua Jayengrana, merasa iri hati. Ia menginginkan Intan Sari, putrinya, untuk menikah dengan Panji Asmarabangun. Dengan licik, Padukasari merencanakan penculikan. Di tengah malam yang sunyi, saat bulan bersinar terang, Padukasari diam-diam menculik dan menyembunyikan Sekartaji bersama Candrawulan, ibu Sekartaji, di rumah peristirahatan di luar wilayah Kediri. Malam itu, suara jangkrik dan angin yang berdesir menjadi saksi bisu kejahatan Padukasari.

"Padukasari, mengapa engkau tega melakukan ini kepada Sekartaji?" tanya Candrawulan dengan marah.

"Karena hanya Intan Sari yang pantas menjadi permaisuri Panji Asmarabangun," jawab Padukasari dengan licik.

Ketika Sekartaji menghilang, Panji Asmarabangun sangat kecewa dan sedih. Hatinya seperti disayat sembilu. Padukasari memanfaatkan momen ini untuk memaksa pernikahan dengan Intan Sari. Namun, Panji Asmarabangun menolak usulan ini dengan tegas.

"Hartiku hanya untuk Sekartaji. Aku tidak bisa menikahi Intan Sari," tegas Panji Asmarabangun.

Dengan tekad yang bulat, Panji Asmarabangun pergi mencari Sekartaji dan Candrawulan. Dalam perjalanannya, Panji Asmarabangun tiba di sebuah desa yang asri. Di desa ini, ia bertemu dengan Ibu Randa, seorang wanita tua yang baik hati. Ibu Randa yang merasa terharu dengan kisah Panji Asmarabangun, mengangkatnya menjadi anak. Panji Asmarabangun pun berganti nama menjadi Ande-Ande Lumut. Suasana desa yang damai dan hijau menjadi tempat baru bagi Ande-Ande Lumut untuk memulai petualangan barunya.

"Terima kasih, Ibu Randa, telah menerima aku sebagai anakmu," kata Panji Asmarabangun dengan haru.

"Tak perlu berterima kasih, Panji. Engkau telah menolongku sebelumnya," jawab Ibu Randa dengan tulus.

Pesan Melalui Burung Merpati

Candrawulan yang cerdas, berhasil mengirim pesan kepada Jayengrana melalui burung merpati yang setia. Pesan tersebut sampai dengan selamat di istana Jayengrana, sehingga Sekartaji dan Candrawulan berhasil ditemukan. Melihat situasi ini, Padukasari dan Intan Sari segera melarikan diri. Mereka seperti dua kucing yang ketakutan oleh serangan anjing besar.

Namun, Sekartaji tidak tenang begitu saja. Hatinya gelisah karena Panji Asmarabangun sudah lama pergi entah ke mana. Sekartaji merasa kecewa dan bertekad untuk mencari Panji Asmarabangun bersama Simbok. Mereka berkelana melintasi hutan lebat dan sungai yang deras. Hari demi hari, mereka berjalan dengan penuh harapan. Hingga suatu hari, Sekartaji dan Simbok tersesat dan menumpang di rumah Ibu Wati yang memiliki dua anak perempuan, Klenting Merah dan Klenting Biru.

"Jangan khawatir, Sekartaji. Kita akan menemukan Panji Asmarabangun," kata Simbok penuh keyakinan.

Sementara itu, Ande-Ande Lumut tinggal bersama Ibu Randa di desa. Ibu Randa yang baik hati membuka kesempatan bagi siapa saja yang mau menjadi istri Ande-Ande Lumut. Banyak gadis desa yang datang dan mencoba menarik perhatian Ande-Ande Lumut, namun hatinya tetap setia pada Sekartaji.

Pertemuan Kembali

Pada suatu hari yang cerah, di tepi sungai yang jernih, Ande-Ande Lumut bertemu kembali dengan Sekartaji yang sudah berganti nama menjadi Klenting Kuning. Pertemuan mereka dipenuhi dengan kebahagiaan dan harapan baru. Suara gemericik air sungai seperti musik yang merdu di telinga mereka.

"Sekartaji, akhirnya kita bertemu kembali," kata Panji Asmarabangun dengan bahagia.

"Panji, aku sangat merindukanmu," jawab Sekartaji sambil menangis bahagia.

Akhirnya, Panji Asmarabangun dan Sekartaji kembali ke istana kerajaan untuk melanjutkan rencana pernikahan mereka. Kepulangan mereka disambut dengan sorak sorai rakyat Kahuripan yang gembira. Musik gamelan yang merdu mengiringi langkah mereka menuju pelaminan. Dari peristiwa ini, mereka belajar bahwa cinta yang tulus dan kesetiaan akan selalu membawa mereka kembali bersama. Mereka berdua hidup bahagia dan memimpin kerajaan dengan bijaksana.

"Rakyat Kahuripan, mari kita sambut pernikahan Panji Asmarabangun dan Sekartaji," seru Jayengnagara dengan penuh semangat.

Pesan Moral

Pesan moral dari cerita ini adalah bahwa cinta sejati akan selalu menemukan jalannya, meskipun ada rintangan dan cobaan yang menghadang. Kesetiaan dan ketulusan hati adalah kunci untuk mencapai kebahagiaan sejati.

Karakter dalam Cerita

1.                       Panji Asmarabangun (Ande-Ande Lumut)

2.                       Sekartaji (Klenting Kuning)

3.                       Prabu Airlangga

4.                       Jayengnagara

5.                       Jayengrana

6.                       Padukasari

7.                       Intan Sari

8.                       Candrawulan

9.                       Simbok

10.                   Prasanta

11.                   Ibu Randa

12.                   Ibu Wati

13.                   Klenting Merah

14.                   Klenting Biru

 

- SEKIAN

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Si Kancil dan Sang Gajah

      Pada suatu hari yang petang, sang Kancil yang cerdik berjalan pelan-pelan di dalam hutan lebat. Ia sedang berjalan pelan-pelan dan tiba-tiba Kancil tak sengaja terjatuh ke jurang yang sangat dalam. Ia coba untuk keluar berkali-kali tapi nasibnya malangnya dan tidak berdaya. Setelah segala usaha yang dilakukan kancil sia-sia, sang Kancil pun berpikir, “Macam mana aku bisa keluar dari lubang yang sempit nan dalam ini? Kalau hujan tiba, aku bisa tenggelam disini!?” walau lama berpikir dan tak ada ide yang tepat untuk Kancil keluar dari lubang ini, sang Kancil tetap tidak mau berputus asa dan terus berfikir untuk keselamatannya. Dalam situasi yang kehabisan akal mencari ide, Kancil mendengar bunyi tapak kaki yang besar, “Hmmm... Kalau bunyi tapak kaki ramai ni, ini tak lain, pasti hewan gendut dan berkaki empat yakni gajah... Kesempatan ni...” Lalu Kancil mendapat satu ide yang tepat menyelamatkan diri dari lubang yang dalam itu. Endi...

Rubah dan Pohon Anggur yang Menggiurkan

  Pada suatu hari yang cerah di sebuah hutan yang rimbun dan penuh dengan kehidupan, hiduplah seekor rubah bernama Ruru. Ruru dikenal sebagai rubah yang cerdik dan penuh rasa ingin tahu. Hutan tempat Ruru tinggal selalu dipenuhi dengan suara kicauan burung, gemericik air sungai, dan bayangan pepohonan yang sejuk. Semua hewan di hutan itu, dari Kelinci hingga Rusa, hidup damai satu sama lain. Pagi itu, sinar matahari yang hangat menyelinap di antara dedaunan, menciptakan bayangan indah di tanah. Angin sepoi-sepoi berhembus, menggerakkan ranting-ranting pohon dan membuat dedaunan bergoyang lembut. Suara burung berkicau merdu, menambah keindahan pagi di hutan. Di hutan itu, ada juga suara gemerisik daun yang jatuh ke tanah. Terkadang, terdengar suara binatang kecil seperti serangga yang merayap di bawah daun-daunan. Ketika Ruru berjalan, dia merasakan kelembutan rumput di bawah kakinya dan aroma segar dari bunga-bunga liar yang bermekaran. Ruru, dengan bulunya yang berkilauan di b...

Kejujuran si Gembala Kecil: Pelajaran yang Berharga

               Di sebuah desa yang damai dan sejuk, hiduplah seorang anak gembala kecil bernama Bima. Bima dikenal oleh semua orang di desanya sebagai anak yang rajin, cerdas, dan terutama jujur. Setiap hari, ia menggembalakan domba-domba keluarganya di padang rumput yang luas dan hijau. Suatu hari, ketika Bima sedang menggembalakan domba-dombanya, ia menemukan sebuah kantong kecil yang tergeletak di tanah. Dengan hati-hati, Bima mengambil kantong itu dan melihat isinya. Betapa terkejutnya Bima ketika menemukan bahwa kantong itu penuh dengan emas yang berkilauan di bawah sinar matahari. "Wah, ini pasti kantong emas milik seseorang yang hilang," kata Bima kepada dirinya sendiri. "Aku harus mencari tahu siapa pemiliknya." Bima berpikir sejenak dan memutuskan untuk membawa kantong emas itu ke kepala desa. Ia berharap kepala desa bisa membantunya menemukan pemilik kantong emas tersebut. Dalam perjalanan menuju rumah kepala desa, Bima bertem...