Langsung ke konten utama

Petualangan Ajaib Pinokio

Di suatu hari yang cerah di sebuah kota kecil, hiduplah seorang kakek tua yang pandai membuat boneka kayu. Kakek itu bernama Gepeto. Ia memiliki toko mainan kecil yang penuh dengan boneka kayu buatannya. "Sungguh senang hati ini jika memiliki seorang anak semanis boneka kayu ini," kata Gepeto sambil mewarnai sebuah boneka kayu dengan penuh cinta.

Siang hari tiba, dan kata-kata Gepeto terdengar oleh Ibu Peri yang baik hati. "Kakek ini sangat menginginkan seorang anak, aku akan membantunya," pikir Ibu Peri. Lalu Ibu Peri datang ke toko Gepeto dan mengucapkan mantranya, "Sim Salabim... Sim salabimmm... Bergeraklah!" Lalu boneka kayu itu mulai menggerakkan kaki dan tangannya.

Ketika Gepeto selesai mewarnai boneka kayu itu, terjadi suatu keajaiban. "Selamat siang, Kakek," boneka kayu itu menyapa dan mulai berjalan. Gepeto terkejut dan sangat gembira. "Mulai hari ini, kau adalah cucuku. Aku akan memberimu nama yang cocok. Sepertinya nama yang cocok untukmu adalah Pinokio," kata Gepeto dengan senyum lebar.

"Baik, Kakek. Pinokio senang kalau Kakek senang," jawab Pinokio dengan riang. "Agar kau menjadi anak yang pintar, besok kakek akan mendaftarkanmu ke sekolah," kata Gepeto sambil mengangkat Pinokio tinggi-tinggi. Keesokan paginya, Gepeto menyiapkan pakaian lamanya dan menjualnya di kota. Dengan uang itu, Gepeto membelikan Pinokio sebuah buku ABC.

"Pinokio, pelajarilah buku ini ya, Nak," kata Gepeto. "Terima kasih, Kakek. Aku pergi sekolah dulu. Pinokio akan belajar dengan giat!" jawab Pinokio dengan semangat.

Dalam perjalanan menuju sekolah, Pinokio mendengar suara drum yang menggelegar. "Drum, dum, dum, dum..." Karena penasaran, Pinokio mendekat dan melihat sebuah pertunjukan drama boneka kayu. Pinokio sangat ingin menonton drama itu dan menjual buku ABC-nya untuk membeli tiket masuk.

Di tengah pertunjukan, Pinokio melihat boneka kayu perempuan yang dikepung oleh prajurit jahat. Pinokio tidak tahan dan naik ke atas panggung untuk membantu. Ia memukul boneka prajurit itu hingga tali-tali boneka putus dan pertunjukan menjadi kacau. Penonton pergi meninggalkan tempat tersebut.

"Dasar anak laki-laki kurang ajar! Tangkap anak laki-laki itu!" teriak pemilik panggung seni. Pinokio ditangkap dan akan dilempar ke bara api. "Maafkan aku, paman. Kalau aku dibakar, kasihan kakek yang sudah tua. Aku juga ingin pergi ke sekolah untuk belajar," kata Pinokio dengan sedih.

"Aku berjanji pada kakek untuk belajar di sekolah dengan rajin," lanjut Pinokio. Pemilik panggung merasa kasihan dan melepaskan Pinokio. Ia bahkan memberinya beberapa keping uang untuk sekolah. "Baiklah, Nak. Paman maafkan kamu. Dan ini, gunakan uang ini untuk membeli buku pelajaranmu," kata pemilik panggung.

Pinokio melanjutkan perjalanannya ke toko buku. Di tengah jalan, ia bertemu dengan Rubah dan Kucing yang melihat uang milik Pinokio. "Selamat siang, anak laki-laki yang baik. Kalau uang emas itu bertambah banyak, pasti kakekmu sangat senang, kan?" kata Rubah.

"Bagaimana cara menambah uang emas ini, Rubah?" tanya Pinokio. "Mudah sekali. Kau bisa menanam uang itu di bawah pohon ajaib. Lalu tidurlah sebentar, maka pohon itu akan berbuah banyak uang emas setelah kau bangun," jawab Rubah. Pinokio menanam uang emasnya di bawah pohon ajaib dan tidur siang. Ketika ia tertidur, Rubah dan Kucing menggali uang emas itu dan menggantung Pinokio di atas pohon.

"Tolong, tolong aku!" teriak Pinokio. Ibu Peri yang melihat Pinokio dari tongkat ajaibnya merasa kasihan dan mengutus burung elang untuk menolong Pinokio. Burung elang membawa Pinokio ke tempat Ibu Peri berada. Ibu Peri menidurkan Pinokio di tempat tidur dan memberinya obat untuk menyembuhkan flu.

"Pinokio, minumlah obat ini agar kamu kembali pulih. Setelah itu, pulanglah karena hari sudah malam," kata Ibu Peri. "Tidak! Lebih baik mati daripada minum obat pahit ini!" jawab Pinokio. Ibu Peri menampar Pinokio, "Plak plak!" Empat ekor kelinci datang membawa peti mati. Pinokio terkejut dan secepatnya meminum obat pahit itu.

"Pinokio, kenapa kamu tidak pergi ke sekolah? Padahal kakek sangat sayang padamu," tanya Ibu Peri. "Hmmm... ketika di jalan, aku menjual buku ABC dan uangnya untuk membeli roti bagi anak miskin yang kelaparan. Karena itu Pinokio tak bisa pergi ke sekolah," kata Pinokio. Tiba-tiba, "Syuuuutt," hidung Pinokio mulai memanjang.

"Pinokio! Katakan yang sejujurnya! Kalau kau berbohong sedikit saja, hidungmu akan memanjang!" kata Ibu Peri. "Maafkan Pinokio. Pinokio tak akan berbohong lagi," kata Pinokio dengan penyesalan. Ibu Peri tersenyum, dan memerintahkan burung pelatuk untuk mematuki hidung Pinokio hingga kembali ke bentuk semula. "Ayo, kembali ke rumah, dan besok bersiaplah untuk belajar ke sekolah!" kata Ibu Peri.

Dalam perjalanan pulang, Pinokio melihat kereta wahana bermain. Melihat keseruan wahana, Pinokio tidak bisa menahan diri dan lupa akan janjinya pada Ibu Peri. Hari demi hari, Pinokio hanya bermain di wahana permainan anak-anak.

Hingga suatu hari, Pinokio yang sedang bermain sangat terkejut melihat pantulan wajahnya di permukaan air. "Tidaaak! Kenapa telingaku jadi telinga keledai! Dan aku punya buntut keledai!" teriak Pinokio. Ternyata anak-anak lainnya juga berubah menjadi keledai. Pinokio berubah menjadi seekor keledai dan dijual ke sirkus karena melanggar janji pada Ibu Peri.

Setiap hari Pinokio dipecut dan harus melompati lingkaran api yang panas. Pinokio merasa ketakutan dan kesakitan. Di suatu hari, Pinokio terjatuh dan kakinya patah. Pemilik sirkus menjadi marah. "Dasar keledai dungu! Lebih baik dibuang ke laut kau!" kata pemilik sirkus.

Pinokio dilempar ke laut yang dalam. "Blub Blub Blub...," terdengar suara Pinokio tenggelam. Ikan-ikan datang menggigit tubuhnya dan kulit keledai Pinokio terlepas. "Terima kasih, ikan-ikan. Tanpa kalian, aku akan jadi keledai seumur hidupku," kata Pinokio. Ikan-ikan itu sebenarnya utusan Ibu Peri karena Pinokio telah menyadari kesalahannya.

Saat berenang, Pinokio berjanji dalam hati, "Kali ini aku akan pulang ke rumah dan pergi ke sekolah untuk belajar dengan giat! Setelah sekolah, aku akan membantu pekerjaan di rumah dan membantu kakek memahat." Tiba-tiba, seekor ikan paus besar datang mendekat dengan suara yang menyeramkan. "Ikan Paus... Tolooong!" teriak Pinokio dan akhirnya tertelan oleh ikan paus yang besar.

Di dalam perut ikan paus sangat gelap gulita. Pinokio melihat dari kejauhan bahwa kakek Gepeto ingin menyelamatkannya. Namun, kakek ikut tertelan ikan paus itu.

"Kakek!" seru Pinokio. "Pinokio sayangku!" jawab Gepeto. Mereka berdua saling berpelukan. "Kakek pergi ke laut untuk mencarimu, Nak. Untung kita bertemu!" lanjut Gepeto. "Lalu bagaimana cara keluar dari sini, Kek?" tanya Pinokio. "Saat ikan paus ini tidur, cepatlah keluar, Nak. Badan kakek sudah terlalu tua dan lemah. Pinokio saja yang pergi," kata Gepeto dengan sedih. "Aku tidak mau kalau tidak bersama-sama Kakek," jawab Pinokio.

"Sebenarnya Pinokio benci sama Kakek. Dan Pinokio tak ingin menemui Kakek. Pinokio tak sayang sama sekali pada Kakek," kata Pinokio. Tiba-tiba hidung Pinokio mulai memanjang dan semakin panjang hingga mulut ikan paus terbuka lebar. Celah untuk keluar dari dalam tubuh ikan paus semakin besar.

"Kau berbohong, bukan, Nak?" balas Gepeto dengan bijaksana. "Tidak, aku tak berbohong, Kek. Aku sangat membenci Kakek," kata Pinokio lagi. Hidung Pinokio semakin panjang, dan celah untuk keluar dari perut ikan paus menjadi semakin besar.

Melihat kesempatan itu, Gepeto dan Pinokio segera merangkak keluar dari mulut ikan paus. Dengan sekuat tenaga, Pinokio membawa Kakek Gepeto berenang menuju garis pantai. Mereka akhirnya mencapai daratan dengan selamat. Pinokio membawa Kakek Gepeto ke sebuah pondok terdekat untuk merawatnya yang pingsan. Pinokio bekerja setiap hari hingga Kakek Gepeto sehat kembali.

"Pinokio, Kakek tahu kalau kamu berbohong agar kita bisa selamat dari ikan paus itu. Karena kaulah, Kakek jadi sehat seperti ini. Terima kasih, Nak!" kata Gepeto dengan perasaan terharu. "Kakek, mulai sekarang, Pinokio akan menurut apa kata Kakek," kata Pinokio.

Tiba-tiba, muncul cahaya terang yang menyelimuti mereka. Cahaya itu berasal dari Ibu Peri. "Pinokio, selamat! Kau telah menjadi anak baik dan berbakti pada Kakekmu," kata Ibu Peri. Dengan ajaib, Pinokio berubah menjadi seorang anak manusia sepenuhnya. Pinokio dan Gepeto saling berpelukan dengan gembira, merasa bahagia dengan keajaiban yang terjadi.

Sejak saat itu, Pinokio hidup dengan kakeknya dan selalu berusaha menjadi anak yang baik dan rajin. Ia tidak pernah lupa akan pelajaran yang ia terima selama petualangannya. Mereka berdua hidup bahagia di toko mainan kecil mereka, dan Pinokio membantu Kakek Gepeto membuat boneka kayu yang indah.

Pesan Moral: Jadilah anak yang jujur dan berbakti pada orang tua. Kesulitan dan tantangan dalam hidup bisa dihadapi dengan keberanian, ketekunan, dan cinta. Setiap kebohongan akan membawa konsekuensi, namun kebenaran dan kejujuran akan selalu membawa kebahagiaan dan keajaiban.

Karakter dalam cerita:

·  Gepeto

·  Pinokio

·  Ibu Peri

·  Pemilik panggung seni

·  Rubah

·  Kucing

·  Burung elang

·  Pemilik sirkus

·  Ikan paus




- SEKIAN

Komentar

  1. yang aku tau ceritanya itu waktu pinokio kabur dari mulut ikan paus, dia sengaja berbohong agar hidungnya panjang dan akhirnya dapat membuka mulut ikan paus tersebut

    BalasHapus
  2. Oke, udah dirinci lagi kok ceritanya :)))) Terima kasiiih...

    BalasHapus

Posting Komentar

Lets comment ...

Postingan populer dari blog ini

Cerita Si Kancil dan Sang Gajah

      Pada suatu hari yang petang, sang Kancil yang cerdik berjalan pelan-pelan di dalam hutan lebat. Ia sedang berjalan pelan-pelan dan tiba-tiba Kancil tak sengaja terjatuh ke jurang yang sangat dalam. Ia coba untuk keluar berkali-kali tapi nasibnya malangnya dan tidak berdaya. Setelah segala usaha yang dilakukan kancil sia-sia, sang Kancil pun berpikir, “Macam mana aku bisa keluar dari lubang yang sempit nan dalam ini? Kalau hujan tiba, aku bisa tenggelam disini!?” walau lama berpikir dan tak ada ide yang tepat untuk Kancil keluar dari lubang ini, sang Kancil tetap tidak mau berputus asa dan terus berfikir untuk keselamatannya. Dalam situasi yang kehabisan akal mencari ide, Kancil mendengar bunyi tapak kaki yang besar, “Hmmm... Kalau bunyi tapak kaki ramai ni, ini tak lain, pasti hewan gendut dan berkaki empat yakni gajah... Kesempatan ni...” Lalu Kancil mendapat satu ide yang tepat menyelamatkan diri dari lubang yang dalam itu. Endi...

Perang Bubat: Antara Cinta dan Kehormatan

Pada suatu hari, Prabu Hayam Wuruk, raja Kerajaan Majapahit, melihat lukisan seorang putri yang sangat cantik, Dyah Pitaloka Citraresmi, putri dari Prabu Linggabuana, raja Kerajaan Sunda. Lukisan itu dilukis secara diam-diam oleh seorang seniman berbakat bernama Sungging Prabangkara. Hayam Wuruk tertarik kepada Dyah Pitaloka dan ingin memperistrinya. Hayam Wuruk berkeinginan mempererat tali persaudaraan yang telah lama putus antara Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Sunda. Dia juga ingin menambah persekutuan dengan Negeri Sunda. Berdasarkan restu dari keluarga Kerajaan Majapahit, Hayam Wuruk mengirimkan surat kehormatan kepada Prabu Linggabuana untuk melamar Dyah Pitaloka. Pernikahan akan diadakan di Kerajaan Majapahit. Namun, pihak Kerajaan Sunda merasa keberatan, terutama Mangkubumi Hyang Bunisora Suradipati. Menurut adat yang berlaku di Nusantara, pengantin pria harus datang kepada pihak pengantin perempuan. Pihak Kerajaan Sunda juga berpikir bahwa ini adalah jebakan diplomatik K...

Roro Jonggrang: Legenda Seribu Candi

  Di sebuah kerajaan besar di Jawa Tengah, hiduplah seorang putri cantik bernama Roro Jonggrang. Ia adalah putri dari Raja Prabu Baka, seorang raja yang bijaksana dan adil. Kecantikan Roro Jonggrang sudah terkenal di seluruh negeri, dan banyak pangeran yang ingin meminangnya. Suatu hari, seorang pangeran tampan bernama Pangeran Bandung Bondowoso datang ke kerajaan Roro Jonggrang. Ia tertarik dengan kecantikan sang putri dan ingin melamarnya. "Salam, Putri Roro Jonggrang. Aku adalah Pangeran Bandung Bondowoso. Aku telah mendengar tentang kecantikanmu dan ingin menjadikanmu istriku," kata Pangeran Bandung dengan penuh keyakinan. Roro Jonggrang tersenyum lembut. "Salam, Pangeran Bandung. Terima kasih atas niat baikmu, namun aku tidak bisa menerima lamaranmu begitu saja. Aku memiliki syarat yang harus kau penuhi."   Pangeran Bandung mengernyitkan alisnya. "Apa syarat itu, Putri? Aku akan melakukannya demi mendapatkan hatimu." Roro Jonggrang lalu me...