Langsung ke konten utama

Kancil dan Siput: Lomba Lari di Hutan Rimba

Pada suatu hari yang cerah di hutan rimba, si Kancil terlihat mengantuk dengan mata yang sipit. Matanya terasa amat berat untuk dibuka. "Huaaammm..." Si Kancil menguap lebar. Hari itu cukup cerah, dan si Kancil merasa rugi jika hanya berdiam diri. Ia mulai berjalan-jalan menelusuri hutan untuk mengabaikan rasa kantuknya sejenak.

Sesampainya di atas sebuah bukit, si Kancil berdiri dengan penuh percaya diri dan berteriak, "Wahai penduduk seluruh hutan rimba, akulah hewan yang paling cerdas, cerdik, dan pintar di hutan yang luas ini! Tidak ada satu pun yang bisa menandingi kecerdasan dan kepintaranku!"

Sambil menaikkan kepalanya, si Kancil mulai berjalan menuruni bukit itu. Ketika sampai di tepi sungai yang airnya jernih dan segar, ia bertemu dengan seekor siput kecil.

"Hai, Kancil!" sapa si Siput dengan ramah.

"Kenapa kamu berteriak lantang tadi? Apakah kamu sedang senang sekarang?" tanya si Siput penasaran.

"Ah, tidak. Aku hanya ingin memberitahu penghuni-penghuni hutan rimba ini kalau aku adalah hewan yang paling cerdas, cerdik, dan pintar daripada yang lainnya," jawab si Kancil dengan penuh keyakinan.

"Sombong amat kamu, Kancil. Kamu salah! Sebenarnya akulah hewan yang paling cerdik di hutan ini!" kata si Siput dengan tegas.

"Whahahaha... mana mungkin Siput sekecil dirimu?" ejek si Kancil sambil tertawa.

"Sebagai pembuktian, bagaimana kalau besok pagi kita lomba lari?" si Siput menantang Kancil.

"Baiklah! Aku terima tantanganmu, wahai Siput!" jawab si Kancil dengan yakin.

Akhirnya mereka berdua sepakat mengadakan perlombaan lari di keesokan pagi hari.

Setelah si Kancil pergi terlebih dahulu, si Siput segera mengumpulkan teman-temannya di dalam hutan rimba. Ia meminta tolong agar semua temannya berbaris dan bersembunyi di sepanjang jalur perlombaan besok pagi, dan menjawab jika si Kancil memanggilnya.

"Siput-siput sekalian, aku butuh bantuan kalian untuk mengalahkan Kancil. Berbarislah sepanjang jalur perlombaan dan jawab panggilannya," kata si Siput kepada teman-temannya.

"Siap, kami akan membantu!" jawab para siput serempak.

Hari perlombaan yang dinanti tiba. Si Kancil dan si Siput pun siap beradu cepat di jalur perlombaan. Suasana hutan pagi itu dipenuhi oleh suara burung berkicau dan aroma bunga yang harum.

"Apakah kamu siap kalah dari lomba lari melawanku?" tanya si Kancil dengan sombong.

"Tentu saja tidak, dan aku pasti akan menang," jawab si Siput dengan yakin.

Kemudian si Siput mempersilakan Kancil untuk berlari terlebih dahulu. Si Kancil melangkah dengan santai, merasa yakin bahwa dirinya pasti akan menang. Setelah beberapa langkah, si Kancil memanggil si Siput.

"Siput! Halo, Siput! Sudah sampai mana kamu, Siput?" teriak si Kancil.

"Aku ada di depanmu, Cil!" teriak si Siput dari depan.

Kancil terkejut dan mempercepat langkahnya. Setiap kali ia memanggil si Siput, si Siput selalu menjawab, "Aku ada di depanmu, Cil!"

Kancil mulai berlari cepat, tetapi setiap kali ia memanggil si Siput, si Siput selalu muncul dan berkata kalau dia ada di depan Kancil. Kancil terus berlari hingga keringat bercucuran, kakinya terasa lelah, dan napasnya terengah-engah.

Akhirnya, si Kancil melihat garis finish. Wajahnya sangat gembira karena ketika ia memanggil si Siput, tidak ada jawaban lagi. Kancil merasa bahwa ia adalah pemenang dari perlombaan lari pagi itu.

Namun, betapa terkejutnya si Kancil ketika melihat si Siput sudah duduk manis di batu dekat garis finish.

"Hai, Kancil! Kenapa kamu lama sekali? Aku sudah menunggumu dari tadi!" teriak si Siput dengan senyum kemenangan.

Dengan rasa malu yang menusuk sampai ke ulu hati, si Kancil menghampiri si Siput dan mengakui kekalahannya.

"Makanya, jangan sesekali sombong! Kamu memang cerdik dan pandai, tetapi kamu bukanlah yang terpandai dan tercerdik di hutan rimba ini," kata si Siput dengan bijaksana.

"Iya, maafkan aku, Siput. Aku tidak akan menyombongkan diri lagi," kata si Kancil dengan penuh penyesalan.

Pesan Moral

Pesan moral dari cerita ini adalah bahwa kesombongan hanya akan membawa kita pada kehancuran. Tidak ada salahnya menjadi cerdas dan pandai, tetapi kita harus tetap rendah hati dan menghargai orang lain.

Karakter dalam Cerita

1.                       Si Kancil

2.                       Si Siput

3.                       Teman-teman si Siput

 



- SEKIAN 

Komentar

Posting Komentar

Lets comment ...

Postingan populer dari blog ini

Tiga Babi Kecil yang Cerdik

Pada suatu pagi yang cerah, tiga babi kecil bernama Boni, Beni, dan Bina sedang duduk di bawah pohon besar di tepi hutan. Angin sepoi-sepoi bertiup lembut, dan burung-burung berkicau riang di atas dahan. Ibu babi, yang bijaksana dan penuh kasih, mendekati mereka dengan senyum lembut di wajahnya. "Anak-anak, sudah saatnya kalian membangun rumah kalian sendiri dan hidup mandiri," kata Ibu babi dengan suara lembut seperti angin musim semi. "Baiklah, Bu! Kami akan membangun rumah yang kuat dan aman," jawab Boni dengan penuh semangat. "Saya akan membangun rumah yang cantik," seru Beni dengan antusias. "Dan saya akan membuat rumah yang nyaman," tambah Bina dengan senyuman.   Ketiga babi kecil itu pun mulai mencari bahan untuk membangun rumah mereka. Boni, yang paling malas di antara mereka, memilih untuk membangun rumah dari jerami. "Ini cepat dan mudah," pikirnya sambil mengumpulkan jerami dari ladang terdekat. Beni, yang lebih...

Itik Buruk Rupa yang Menjadi Indah

Di sebuah desa kecil yang damai, dikelilingi oleh ladang hijau dan aliran sungai yang jernih, hiduplah sekelompok itik di sebuah peternakan yang indah. Musim semi tiba dengan bunga-bunga yang bermekaran, dan udara dipenuhi dengan kicauan burung serta aroma manis bunga-bunga liar. Di dalam kandang yang nyaman, induk itik sedang menunggu telur-telurnya menetas. Ia sangat senang karena segera akan menjadi ibu dari anak-anak itik yang lucu. "Anak-anakku, cepatlah menetas. Ibu sudah tidak sabar ingin bertemu dengan kalian," kata induk itik dengan penuh kasih sayang.   Beberapa hari kemudian, satu per satu telur-telur itu mulai menetas. Anak-anak itik keluar dari cangkang dengan bulu lembut mereka yang berwarna kuning cerah. Namun, ada satu telur yang menetas lebih lama dan mengeluarkan anak itik yang berbeda. Anak itik ini memiliki bulu abu-abu kusam dan bentuk tubuh yang lebih besar dibandingkan saudaranya. "Anak-anak, ini adik kalian. Meskipun penampilannya berbed...

Keajaiban Cinta Putri Gading Cempaka: Pertarungan Melawan Penyihir dan Naga

  Pada suatu hari di Kerajaan Sekala Brak, hiduplah seorang raja bijaksana bernama Raja Tihang Bertuah. Raja ini memiliki seorang putri cantik yang sangat disayanginya bernama Putri Gading Cempaka. Putri Gading Cempaka dikenal karena kecantikan dan kelembutannya. Rambutnya yang hitam panjang berkilau bagaikan malam yang penuh bintang, dan senyumnya yang manis seperti cahaya matahari pagi. Kerajaan Sekala Brak dikelilingi oleh pegunungan yang hijau dan subur. Udara di sana sejuk dan segar, dengan angin sepoi-sepoi yang membelai lembut wajah para penduduk. Setiap pagi, burung-burung berkicau riang, seakan menyambut hari baru dengan penuh semangat. Suatu hari, datanglah seorang pangeran tampan dari Kerajaan Pagaruyung bernama Pangeran Putra Jaya. Pangeran ini terkenal karena keberaniannya dan keadilannya dalam memimpin. Ia datang ke Kerajaan Sekala Brak untuk menjalin persahabatan dan aliansi dengan Raja Tihang Bertuah. Ketika Pangeran Putra Jaya bertemu dengan Putri Gading Cemp...