Blog ini berisi tentang 1001 cerita rakyat seperti kumpulan dongeng, fabel, legenda suatu wilayah, cerita lucu, kumpulan motivasi. Selamat Membaca.

Total Tayangan Laman

Istana Bunga

Pada zaman dahulu, ada seorang raja dan ratu yang memiliki sifat kejam. Raja dan ratu itu suka berfoya-foya dan menindas rakyat miskin. Tapi Raja dan Ratu mempunyai putra dan putri yang baik hati. Sifat mereka sangat berbeda dengan Raja dan Ratu. Mereka bernama Pangeran Aji Lesmana dan Puteri Rauna yang terkenal selalu menolong rakyat yang kesusahan. Anak-anaknya suka menolong rakyatnya yang memerlukan bantuan.

Suatu hari, Pangeran Aji Lesmana mengadu pada ayah bundanya,  "Ayah dan Ibu tega. Kenapa menyusahkan orang miskin terus?!"

Raja dan Ratu sangat marah mendengar perkataan anak mereka.  "Jangan mengatur orangtua, anak kecil! Kamu telah berbuat salah, aku akan menghukummu! Sekarang pergilah dari istanaku!", kata Raja. 


           Mendengarnya, Pangeran Aji Lesmana tidak terkejut. Justru Puteri Rauna yang kaget. Lalu Puteri Rauna menangis dan memohon kepada ayah bundamya, "Jangan usir Kakak! Jika Kakak harus keluar dari istana ini, saya akan mengikutinya pergi!"

          Raja dan Ratu yang masih emosi. Mereka membiarkan Puteri Rauna pergi bersama kakaknya. Kemudian Pangeran Aji Lesmana dan Puteri Rauna mulai mengembara. Mereka berubah menjadi orang biasa. Dan mereka mengubah nama menjadi Kusmantoro dan Kusmantari. Dalam perjalanan, mereka mencari guru untuk menimba ilmu. Kusmantoro dan Kusmantari ingin menggunakan ilmu itu untuk menyadarkan kedua orangtua mereka.


          Hingga Kusmantoro dan Kusmantari tiba di sebuah gubug. Gubug itu dihuni oleh seorang kakek yang sudah sangat tua. Dulu kakek sakti itu pernah menjadi guru kakek mereka. Dan Kusmantoro dan Kusmantari mencoba mengetuk pintu.
           "Silakan masuk, wahai anak muda," sambut kakek tua renta. Namun kakek tua renta itu sudah tahu kalau mereka adalah cucu-cucu bekas muridnya. Kakek sakti itu sengaja berpura-pura tak tahu. Lalu Kusmantoro mengutarakan tujuannya,  "Kami, kakak beradik yang yatim piatu. Kami ingin berguru pada Panembahan."


          Kakek sakti yang bernama Panembahan Manraba itu mulai tersenyum pada kebohongan Kusmantoro. Tapi karena kebijaksanaannya, Panembahan Manraba menerima Kusmantoro dan Kusmantari menjadi muridnya.

             Kemudian Panembahan Manraba menurunkan ilmu-ilmu kerohanian dan kanuragan pada Kusmantoro dan Kusmantari. Ternyata mereka cukup berbakat. Dalam waktu singkat mereka menguasai ilmu-ilmu yang diajarkan. Hingga berbulan-bulan mereka dilatih keras oleh Penambahan Manraba.

          Pada suatu malam, Panembahan Manraba memanggil Kusmantoro dan Kusmantari, "Anakku, wahai Kusmantoro dan Kusmantari. Sementara sudah cukup kalian berdua berguru di sini. Ilmu-ilmu lainnya akan ku berikan setelah kalian melaksanakan suatu amalan"
"Satu amalan apa itu, wahai Panembahan?" tanya Kusmantari.
"Besok pagi dini hari, petiklah dua kuntum melati di samping kanan rumah gubug ini. Lalu berangkatlah menuju istana megah di sebelah barat desa. Dan berikan dua kuntum bunga melati ini kepada Pangeran Aji Lesmana dan Puteri Rauna. Mereka ingin menyadarkan Raja dan Ratu sebagai kedua orang tua mereka".

          Kusmantoro dan Kusmantari langsung terkejut. Namun keterkejutan mereka ditahan rapat-rapat. Mereka tak ingin penyamaran mereka selama ini terbongkar.
             "Dua kuntum melati itu memiliki khasiat menyadarkan Raja dan Ratu dari perbuatan buruk mereka. Namun ada syaratnya, dua kuntum melati itu hanya berkhasiat jika disertai kejujuran hati" pesan Panembahan Manraba.

         Waktu sudah masuk tidur malam, Kusmantoro dan Kusmantari mulai resah. Mereka memikirkan amanah Panembahan. Apakah mereka harus mengakui kalau mereka adalah Pangeran Aji Lesmana dan Puteri Rauna? Jika tidak, berarti mereka berbohong dan tidak jujur. Padahal dua kuntum melati hanya berkhasiat jika disertai dengan kejujuran hati.

         Pada akhirnya di pagi dini hari, mereka menghadap Panembahan Manraba.
     "Kami berdua mohon maaf, Panembahan. Kami telah bersalah karena tak jujur pada Panembahan selama ini."
          "Aku mengerti, Anak-anakku. Aku telah mengetahui bahwa kalian berdua adalah Pangeran Aji Lesmana dan Puteri Rauna. Sekarang pulanglah! Ayah bundamu sedang menunggu di istana."

         Kemudian mereka mohon pamit dan meminta doa restu dari Panembahan Manraba. Pangeran Aji Lesmana dan Puteri Rauna berangkat menuju istana megah. Ketika sampai di istana, ayah bunda mereka sedang terkena penyakit. Pangeran Aji Lesmana dan Puteri Rauna langsung memeluk Raja dan Ratu yang sedang lemah.


         Lalu Puteri Rauna meracik dua kuntum melati pemberian Panembahan Manraba. Setelah selesai diracik, obat itu diminumkan pada ayah ibu mereka. Sungguh ajaib! Seketika itu, Raja dan Ratu kembali sembuh. Sifat Raja dan Ratu mulai berubah. Sehingga Pangeran Aji Lesmana dan Puteri Rauna jadi sangat bahagia. Dan Pangeran Aji Lesmana dan Puteri Rauna meminta bibit melati ajaib itu pada Panembahan Manraba. Lalu mereka menanamnya di taman istana. Dari sinilah, istana mereka dikenal dengan nama Istana Bunga. Istana yang penuh dengan kelembutan hati dan kebahagiaan keluarga kerajaan.



- SEKIAN
Share:

Cerita Kancil Mencuri Timun di Ladang


Pada suatu hari, hiduplah seekor Kancil yang cerdik. Hari sudah siang dan terasa sangat terik. Matahari bersinar di atas langit. Namun terik matahari tak pengaruh oleh Kancil. Lalu Kancil sedang terlelap tidur di bawah pohon yang rindang.

Kemudian tiba-tiba mimpi indahnya terhenti. "Toloong! Toloong!!!". Terdengar suara teriakan dan jeritan berulang-ulang. Dan terdengar suara langkah kaki binatang yang sedang berlari-lari.
"Ada apa, sih?" kata Kancil. Mata Kancil belum sadar sepenuhnya, dan terasa berat. Dari kejauhan, segerombolan hewan sedang berlari menuju arahnya. "Kebakaran!! Kebakaran!!!", teriak Kambing. "Ayo lari, Cil! Ada kebakaran di hutan!".

           Terlihat asap tebal melambung tinggi ke langit. Kancil merasa takut. Dan Ia langsung bangun dari tidurnya dan berlari mengikuti teman-temannya.
         Hingga Kancil terus berlari dan berlari. Walaupun Kancil bertubuh mungil, tapi Kancil dapat berlari dengan cepat. Tanpa terasa, Kancil telah berlari terlalu jauh meninggalkan teman-temannya.
      "Aduh, rasanya napasku mau habis". Lalu Kancil berhenti dan duduk beristirahat. "Lho, di mana teman-temanku?". Walaupun Kancil senang karena lolos dari bahaya, Ia masih merasa takut. "Wah, aku ada di mana sekarang? Sepertinya belum pernah ke sini".
         Kancil berjalan dan mengamati sekitarnya. "Waduh, aku tersesat dan sendirian pula. Bagaimana ini?!" Kancil semakin ketakutan. "Tuhanku, tolonglah diriku!".
     Kancil melanjutkan berjalan hutan yang asing baginya. Hingga Kancil tiba di pinggir hutan. Kancil melihat sebuah ladang milik Pak Tani.
      "Apakah ini ladang sayuran dan buah-buahan? Syukurlah, terima kasih, Tuhan", kata Kancil. Ladang sawah itu penuh dengan sayuran dan buah-buahan segar. "Asyik sekali! Kebetulan aku haus dan lapar sekali", kata Kancil dengan menelan air liurnya. "Tenggorokanku terasa kering dan perutku keroncongan. Mari makan!!!".
       Lalu Kancil memakan sayur dan buah-buahan yang ada di ladang. Kasihan Pak Tani. Dia pasti marah kalau melihat kejadian ini. Si Kancil nakal sekali?
"Hmm...Nikmatnyaaa", Kata Kancil sambil mengusap-usap perutnya. "Andai saja tiap hari ada pesta seperti ini, pasti menyenangkan".
           Kamusian Kancil merebah di bawah pohon yang rindang dan mengantuk. "Aku jadi ingin tidur lagi",  kata Kancil sambil menguap.

            Akhirnya Kancil yang nakal pun tertidur. Ia melanjutkan tidur siangnya yang terganggu akibat kebakaran hutan tadi. Kancil tidur dengan pulas hingga terdengar suara dengkurannya. "Krr... krr... krrr...". Ketika bangun di keesokan harinya, Kancil merasa lapar lagi. "Wah, pesta mentimun berlanjut, nih", Kata Kancil. "Kali ini aku pilih-pilih dulu. Siapa tahu ada buah mentimun yang segar dan lezat".

            Maka Kancil berjalan mengelilingi ladang Pak Tani yang luas. "Ah, ketemu yang kucari! " kata Kancil dengan gembira. "Hmm... Timunnya kelihatan besar! Pasti sedap nih."
            Kancil langsung memakan mentimun dan berkata, "Ah, sedap sekali sarapan timun ini".
            Hari sudah siang, Kancil kembali ke bawah pohon rindang untuk beristirahat.
           Tapi Pak Tani terkejut melihat ladangnya. "Wah, ladang timunku kok jadi berantakan?!" Kata Pak Tani. "Perbuatan siapa ini?!!  Pasti ada pengganggu yang ganas atau mungkinkah ada bocah nakal atau hewan yang mencuri timunku?"

           Ladang timun itu memang benar-benar berantakan. Banyak timun yang rusak karena terinjak. Dan banyak pula sisa mentimun yang berserakan di tanah. "Hmmm awas kalau sampai tertangkap!" kata Pak Tani sambil mengibas-ngibaskan sabitnya.

           Lalu Pak Tani kembali membenahi ladangnya yang berantakan sehari penuh. Di tempat istirahatnya, Kancil memperhatikan Pak Tani. "Hmm... pasti Pak Tani itu yang punya ladang" Kata Kancil. "Kumisnya tebal, hitam, dan melengkung ke atas. Lucu sekali. Whahaha..." Kata Kancil dengan tertawa.

         Kancil belum pernah bertemu manusia sebelumnya.  Namun Kancil sering mendengar tentang Pak Tani dari teman-temannya. "Pak Tani kenapa lama yaa?" keluh Kancil yang menunggu lama sekali. Pada siang hari, Kancil ingin makan mentimun yang segar lagi.

         Di sore harinya, Pak Tani pergi pulang dan membawa keranjang timun di bahunya. Dia pulang sambil bergumam karena hasil panennya berkurang. Di samping itu, waktunya habis untuk menata ladangnya yang rusak. "Sekarang tiba juga waktu yang aku tunggu",  Kancil bangun dan menuju ladang. Dan Kancil kembali berpesta makan mentimun Pak Tani.
       Di hari berikutnya, Pak Tani marah karena melihat ladangnya rusak lagi. "Benar-benar sangat keterlaluan!" kata Pak Tani dengan mengepalkan tangannya. "Tanaman lainnya ikut rusak dan hilang!"

            Pak Tani memeriksa tanah untuk mengetahui jejak si pencuri. "Hmm... ini pasti binatang!" kata Pak Tani. "Jejak manusia tidak begini bentuknya".

             Pak Tani yang malang itu bertekad menangkap si pencuri. "Aku akan membuat perangkap untuknya!".

            Maka Pak Tani segera meninggalkan ladang. Ketika di rumah, Pak Tani membuat sebuah boneka seperti manusia. Dan dia melumuri orang-orangan di ladang itu dengan getah yang lengket. Lalu Pak Tani kembali ke ladang lagi. Orang-orangan tadi dipasangkan di tengah ladang timun. Terlihat pakaiannya yang kedodoran membuatnya berkibar tertiup angin. Kepalanya dipakaikan caping, seperti milik Pak Tani.
            "Sepertinya Pak Tani tak sendiri lagi," ucap Kancil yang melihat dari kejauhan. "Orang itu datang bersama temannya. Tapi kok temannya diam saja? Kenapa Pak Tani meninggalkannya sendirian di tengah ladang?"

             Waktu demi waktu, Kancil menunggu kepergian teman Pak Tani. Akhirnya Kancil tak tahan lagi. "Baiklah, lebih baik aku ke sana. Dan minta maaf karena telah mencuri timun Pak Tani. Mungkin aku akan diberi timun gratis", kata Kancil.
"Aku minta maaf, Pak",  kata Kancil di depan orang-orangan itu. "Akulah yang mencuri mentimun milik Pak Tani. Perutku sangat lapar. Bapak tidak marah, kan?".
             Mendengar Kancil, orang-orangan itu tidak menjawab. Kancil pun meminta maaf lagi. Tapi orang-orangan itu diam dan wajahnya tersenyum, seperti menghina Kancil.
"Sombong sekali kau!" kata Kancil. "Aku minta maaf kok ga dijawab. Malah tersenyum menghinaku. Memangnya ada yang lucu?" kata Kancil.

             Akhirnya Kancil emosi dan memukul orang-orangan itu dengan kaki kanan. "Buk! Lho, kok kakiku lengket?" Lalu Kancil memukulnya lagi dengan kaki kiri. "Buk! Tidak! Kini kedua kakiku melekat erat di tubuh Pak Tani!".
          "Lepaskan kakiku!", teriak Kancil. "Kalau tidak, kutendang lagi kau! "Buk!" Kini kaki belakang Kancil melekat di tubuh orang-orangan itu. "Aduh, bagaimana kaki-kakiku ini?!". Saat sore tiba, Pak Tani kembali ke ladang. "Nah, ini dia pencuri ladangku!", kata Pak Tani dengan senang melihat jebakannya berhasil. "Ternyata kau yang telah merusak ladang dan mencuri timun-timunku!". Pak Tani tertawa ketika melepaskan Kancil. "Katanya Kancil hewan cerdik. Tapi kok bisa tertipu oleh orang-orangan? Ha... ha... ha.... ", ejek Pak Tani.

             Melihat kondisinya, Kancil pasrah ketika dibawa  ke rumah Pak Tani. Lalu Kancil dikurung di kandang ayam. Namun Kancil terkejut karena Pak Tani menyuruh istrinya menyiapkan bumbu sate. "Aku harus segera keluar malam ini juga! Kalau tidak, tamatlah aku!!", kata Kancil. Malam telah tiba, ketika Pak Tani dan istrinya tertidur, Kancil memanggil si Anjing penjaga rumah. "Sssst.... Ssst... Anjing, kemarilah!", bisik Kancil. "Hai, perkenalkan, aku Kancil. Binatang peliharaan baru milik Pak Tani. Besok aku akan diajak Pak Tani pergi ke pesta di rumahnya Pak Lurah, asyik kan?" Kata Kancil. Si Anjing terkejut dan berkata, "Aku tak percaya! Aku yang  lama ikut Pak Tani tak pernah diajak ke pesta. Malah kamu yang diajak".

             Kancil tersenyum penuh arti. "Terserah kalau tak percaya. Lihat saja besok! Aku tak akan bohong!". Sehingga si Anjing terpengaruh kata-kata si Kancil. si Anjing meminta agar Kancil membujuk Pak Tani untuk mengajaknya juga ke pesta.
         "Oke, aku akan membujuk Pak Tani. Tapi malam ini kau harus menemaniku tidur di kandang ayam, bagaimana?", kata Kancil. Si Anjing langsung setuju dengan tawaran Kancil. Ia segera membuka gembok kandang dan masuk. Dengan sigap, Kancil secepatnya keluar dari kandang ayam.
        "Terima kasih!!!" Kata Kancil dengan menutup kembali gembok kandang. "Maaf yaa, aku terpaksa berbohong. Dan Sampaikan maafku pada Pak Tani ya!", Kata Kancil dan berlari secepatnya meninggalkan rumah Pak Tani. Si Anjing yang malang itu baru tersadar kalau Kancil sudah membohonginya.




- SEKIAN



Catatan: 
       Cerita Si Kancil Pencuri Ketimun ini adalah karya orang Belanda untuk membuat bangsa Indonesia yang cerdik saja menjadi cerdik dan suka mencuri pada saat masa penjajahan. Hal ini untuk membuat bangsa Indonesia tidak seperti Kancil, kenapa cerdik tapi suka mencuri?
Share:

Cerita Rakyat Anak Kancil dan Sang Buaya Muara

Pada suatu hari, hiduplah seekor Kancil yang cerdik.  Ia berjalan di tepi hutan dan mencari udara sejuk dengan melihat matahari yang bersinar. Hutan terasa terlalu gelap karena pohon-pohon sangat lebat dan tajuknya menutupi jalan di hutan. Sehingga Kancil ingin berjemur di bawah terik matahari. Di tepi hutan, ada sungai besar yang sangat dalam. Setelah sekian lama berjemur, Si Kancil merasa bahwa ada bunyi dari perutnya, "Krucuk...krucuk...krucuk". Waah, rupanya si Kancil sudah lapar. Ia membayangkan betapa nikmatnya jika ada makanan kesukaannya yaitu ketimun. Tetapi kebun ketimun Pak Tani ada di seberang sungai yang dalam. "Bagaimanakah cara menyeberangi sungai ini ya?", kata Kancil. Tiba-tiba Kancil melompat  kegirangan dan berteriak, "Buayaa.... Buayaa.... Ayo keluarlah! Aku punya makanan untukmu!!!". Beginilah cara Kancil berteriak pada buaya yang banyak tinggal di sugai dalam itu.
              Namun buaya belum juga muncul. Sehingga Kancil berteriak lagi, "Buaya...Buaya... Ayo keluar! Mau daging segar nggak?".
              Tak lama kemudian, seekor buaya besar muncul dari dalam sungai, "Huaaahh... Siapa yang teriak-teriak siang bolong begini? Mengganggu tidurku saja...", kata Buaya pertama. "Hai Kancil, diam kau!! kalau tidak aku makan kamu!!!" Kata Buaya kedua yang juga muncul.
              "Waah.... Bagus kalian mau keluar, lalu mana yang lain?" Kata Kancil. 
             "Tapi kalau cuma dua ekor masih sisa banyak nanti makanan ini. Ayo keluarlah  semuaaa!!!", Kata Kancil dengan berteriak lantang.
              "Sebenarnya ada apa Kancil,? Ayo cepat katakan", Kata Buaya.
           "Begini Buaya, maaf kalau aku mengganggu tidur siangmu. Tapi aku akan bagi-bagi daging segar untuk buaya-buaya di sungai ini, makanya harus keluar semua".
           Mendengar kabar kalau mereka akan diberi daging segar, para buaya segera memanggil teman-temannya keluar. "Hei, kawan-kawanku semua, mau makan gratis nggak? Ayo kita keluaaar...!!!", Kata Pemimpin Buaya dengan berteriak memberikan komando. Tak berapa lama kemudian, buaya-buaya mulai bermunculan dari dalam air.
            "Nah, sebelum daging ini aku bagikan, sekarang aku harus menghitung dulu ada berapa buaya di sungai ini. Ayo kalian para buaya baris berjajar hingga ke tepi sungai di sebelah sana!", Kata Kancil. "Nanti aku yang akan menghitung satu persatu", sambung Kancil.
         Tanpa berpikir panjang, para buaya segera mengambil posisi dan baris berjajar dari tepi sungai ke tepi sungai lainnya, sehingga membentuk jembatan buaya.
       "Oke, sekarang aku akan menghitung kalian satu persatu", Kata Kancil yang melompat ke punggung buaya pertama dengan berteriak, "Satu..... dua..... tiga.....". Begitu seterusnya sambil terus melompat dari punggung buaya satu ke punggung buaya lainnya. Hingga pada akhirnya Kancil sampai di seberang sungai. Hatinya pun tertawa melihat para buaya, "Mudah sekali ternyata".
           Begitu Kancil sampai di seberang sungai, Kancil berkata pada para buaya, "Hai buaya bodoh! Sebenarnya tidak ada daging segar yang akan aku bagikan. Apakah kalian tak melihat kalau aku tak membawa sepotong daging satupun?!". 
        "Sebenarnya aku hanya ingin menyeberangi sungai dalam ini, dan aku membutuhkan jembatan agar sampai ke seberang sungai. Kalau begitu aku ucapkan terima kasih pada kalian, dan mohon maaf aku kalau aku menjahili kalian", Kata Kancil.
        "Ha!!! Huaahh... Sialan!!! Dasar Kancil nakal! Ternyata kita cuma dibohongi. Awas kamu ya! kalau ketemu lagi aku makan kamu", Geram Para Buaya mendengar perkataan Kancil.
       Lalu si Kancil segera berlari dan menghilang di balik pepohonan dan menuju kebun Pak Tani untuk mencari ketimun kesukaannya.


- SEKIAN
Share:

Timun Emas

        Pada suatu hari, ada sebuah desa dan hiduplah seorang janda tua bernama Mbok Sarni. Setiap hari Mbok Sarni selalu sendirian, karena Mbok Sarni tak memiliki seorang anak. Walau Mbok Sarni sebenarnya sangat ingin memiliki seorang anak, agar bisa membantu pekerjaannya.
Ketika sore telah tiba, Mbok Sarni pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar. Di tengah jalan, Mbok Sarni terkejut karena bertemu dengan raksasa yang sangat besar. “Hei, kamu mau kemana?”, tanya si Raksasa. “Aku hanya ingin mengumpulkan kayu bakar, tolong ijinkanlah aku lewat”, jawab Mbok Sarni. “Hahahaha.... Kamu boleh pergi setelah memberiku seorang anak manusia untuk makananku”, kata si Raksasa. Kemudian Mbok Sarni menjawab, “Wahai Tuan Raksasa, walaupun sudah tua, aku tidak mempunyai seorang anak satupun”.
       Walau Mbok Sarni mengatakan bahwa dia tak memiliki seorang anak. Sebenarnya Mbok Sarni ingin sekali memiliki seorang anak, maka si Raksasa merasa kasihan dan memberinya biji mentimun. Si Raksasa berkata, “Wahai wanita tua, aku akan memberimu sebuah biji mentimun ajaib. Tanamlah biji ajaib ini di halaman rumahmu. Setelah dua minggu, kamu akan memiliki seorang anak. Tetapi ingatlah! Serahkan anak itu padaku saat usianya sudah enam tahun”. Lalu Mbok Sarni menerima tawaran dari Raksasa dan kembali pulang.
        Dua minggu berlalu, tanaman mentimun itu memiliki buah yang sangat lebat, tetapi ada satu mentimun yang lebih besar. Lalu Mbok Sarni mengambilnya, dan setelah mentimun itu dibelah, ternyata isinya adalah seorang bayi yang sangat cantik jelita. Mbok Sarni sangat senang dan terkejut. Lalu bayi perempuan itu diberi nama Timun Emas.
        Hari demi hari, Timun Emas semakin dewasa, dan Mbok Sarni sangat gembira karena rumahnya tidak sepi seperti dulu. Terlebih lagi, semua pekerjaannya bisa diselesaikan dengan cepat karena bantuan Timun Emas.
        Hingga pada suatu hari, si Raksasa datang untuk menagih janji. Mbok Sarni sangat ketakutan dan tak ingin kehilangan Timun Emas. Lalu Mbok Sarni berkata, “Wahai Raksasa yang pemurah, tolong datanglah lagi setelah dua tahun berlalu, karena semakin dewasa gadis perempuan ini, maka akan semakin sedap disantap”. Kemudian si Raksasa setuju dan kembali meninggalkan rumah Mbok Sarni.

        Mengingat perkataan di hari itu, Mbok Sarni terus memikirkan cara untuk menjauhkan Timun Emas dari Raksasa. Waktu dua tahun adalah waktu yang singkat. Sehingga Mbok Sarni selalu mencari akal bagaimana caranya agar anaknya tidak dibawa Raksasa si pemakan manusia. Hati Mbok Sarni sangat gelisah, dan Pada suatu malam Mbok Sarni bermimpi. Ia bermimpi diberitahu agar Timun Emas menemui seorang petapa di sebuah Gunung yang tak jauh dari rumahnya.
       Pagi telah tiba, Mbok Sarni menyuruh Timun Emas untuk menemui seorang petapa itu. Setelah bertemu petapa itu, Timun Emas menceritakan tentang tujuan kedatangannya. Kemudian Sang Petapa memberikan empat bungkusan kecil yang berisi biji mentimun, jarum, garam, dan terasi. “Lemparkan satu persatu bungkusan kecil ini, kalau kamu dikejar Raksasa pemakan manusia itu”, Kata Petapa itu. Lalu Timun Emas pulang ke rumah, dan langsung menyimpan bungkusan kecil pemberian sang Petapa.
        Matahari telah terbit, Raksasa datang untuk menagih janji Mbok Sarni. “Wahai wanita tua, serahkan gadis itu padaku? Aku sudah tak tahan untuk menyantap dagingnya”, teriak si Raksasa. Lalu Mbok Sarni menjawab, “Aku mohon jangan kau ambil anakku ini wahai Raksasa, karena aku sangat sayang padanya. Lebih baik aku yang kamu santap”. Mendengar jawaban Mbok Sarni, Raksasa tak mau menerima tawaran itu, dan Raksasa pun marah besar. “Kau sembunyikan di mana anak itu?! Di mana Timun Emas?!”, teriak si Raksasa.

          Karena tak tega melihat Mbok Sarni menangis, maka Timun Emas keluar dari persembunyiannya. “Hei Raksasa! Aku di sini! Tangkaplah aku jika kau bisa!!!”, teriak Timun Emas.

     Kemudian Raksasa mengejar Timun Emas. Dan Timun Emas mulai melemparkan bungkusan kecil pertama yang berisi mentimun. Tiba-tiba hutan menjadi ladang mentimun yang buahnya lebat. Sehingga langkah Raksasa jadi  terhambat, karena batang tanaman timun terus melilit tubuhnya. Tetapi si Raksasa berhasil melewatinya, dan kembali mengejar Timun Emas. Kemudian Timun Emas menaburkan bungkusan kecil kedua yang berisi jarum. Dalam sekejap mata, tumbuhlah pepohonan bambu yang sangat tinggi dan sangat tajam. Walau begitu, si Raksasa terus mengejar Timun Emas walau dengan kaki yang berdarah-darah karena tertancap bambu.

       Lalu Timun Emas membuka bungkusan kecil ketiga yang berisi garam. Dalam sekejap mata, hutan itu menjadi lautan luas. Namun lautan itu mudah dilewati oleh Raksasa. Dan yang terakhir, Timun Emas menaburkan terasi. Dan seketika itu, terbentuklah lautan lumpur yang panas dan mendidih. Ternyata Raksasa terpelosok ke lumpur panas itu dan akhirnya Raksasa mati tenggelam.
      Kemudian Timun Emas berhenti berlari dan mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena sudah terselamatkan dari ancaman Raksasa pemakan manusia. Pada akhirnya, Timun Emas kembali ke rumah Mbok Sarni dan hidup bahagia seperti kehidupan normal kembali.



- SEKIAN
Share:

Cerita dan Sejarah Keong Mas Lengkap

            Pada zaman dahulu di Kerajaan Daha, hiduplah dua orang putri yang terkenal sangat cantik dan mempesona. Putri yang cantik jelita ini bernama Candra Kirana dan Dewi Galuh. Kedua putri Raja itu hidup sangat bahagia dan hidup berkecukupan.

Suatu hari, seorang pangeran yang sangat tampan datang dari Kerajaan Kahuripan. Pangeran tampan itu bernama Raden Inu Kertapati. Tujuan berkunjung ke Kerajaan Daha adalah untuk melamar Tuan Putri Candra Kirana. Kedatangan Raden Inu Kertapati disambut sangat baik oleh Raja Kertamarta. Dan pada akhirnya Candra Kirana bertunangan dengan Raden Inu Kertapati.

Pertunangan itu ternyata membuat Dewi Galuh merasa cemburu. Dewi Galuh merasa kalau Raden Inu Kertapati lebih sepadan untuknya. Sehingga Dewi Galuh bertekad pergi ke rumah Nenek Sihir. Dia meminta agar nenek sihir itu mau menyihir Candra Kirana menjadi sesuatu yang menjijikkan dan dipisahkan dari Raden Inu Kertapati. Lalu Nenek Sihir menyetujui permintaan Dewi Galuh, dan segera menyihir Candra Kirana menjadi Keong Emas. Lalu Dia secara sembunyi membuangnya ke sungai.

            Hingga suatu hari, tiba seorang nenek sedang mencari ikan di sungai. Dan terdapat keong emas terangkut pada jalanya tersebut. Lalu keong emas itu dibawa pulang dan ditaruh di tempayan. Keesokan harinya, nenek itu mencari ikan lagi di sungai dengan jala, tetapi tak ada seekor ikan yang tertangkap. Lalu nenek itu memutuskan pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, Ia sangat kaget, karena di atas meja sudah ada masakan yang sangat enak dan sedap. Kemudian si Nenek bertanya-tanya atas kejadian ini. "Siapakah orang baik yang mengirimkan masakan ini?", kata Nenek. 

           Hari demi hari berlalu, si Nenek melihat kejadian yang sama. Keesokannya, Nenek ingin mengintip ketika dia pergi mencari ikan. Lalu Nenek itu berpura-pura pergi ke sungai untuk mencari ikan seperti biasanya. Lalu Ia pergi ke belakang rumah untuk mengintipnya. Beberapa saat kemudian, Nenek sangat takjub, karena keong emas yang ada di tempayan berubah wujud menjadi gadis cantik dan mempesona. Gadis itu pandai memasak dan menyiapkan masakan itu di atas meja. Karena merasa penasaran, lalu Nenek memberanikan diri untuk menegur gadis cantik dan mempesona itu. 
             “Siapakah kamu putri cantik? Dan dari mana kamu berasal?”, tanya Nenek.
           "Aku adalah seorang putri kerajaan Daha yang disihir menjadi keong emas oleh Nenek Sihir. saudaraku yang mengutusnya karena merasa cemburu padaku", kata Keong Emas. Setelah menjawab pertanyaan dari Nenek, Candra Kirana kembali menjadi Keong Emas. Dan Nenek sangat terheran-heran. 

            Di lain tempat, Pangeran Inu Kertapati tidak berdiam diri. Ketika Candra Kirana menghilang, Ia mencarinya dengan menyamar menjadi rakyat biasa. Lalu Nenek sihir pun akhirnya mengetahui dan mengubah dirinya menjadi burung gagak untuk mencelakakan Raden Inu Kertapati. Raden Inu Kertapati sangat kaget karena Ia melihat burung gagak yang bisa berbicara dan mengetahui tujuannya. Pangeran Inu Kertapati menganggap burung gagak sakti itu sebagai petunjuk dan langsung menuruti perkataannya walau Raden Inu Kertapati tak sadar kalau arah yang diberikan salah. Dalam perjalanan, Raden Inu Kertapati bertemu dengan seorang kakek yang sedang kelaparan. Ia memberi kakek itu makanan. Ternyata kakek itu orang sakti yang baik. Setelah itu, ia menolong Raden Inu Kertapati dari bahay burung gagak itu. 

            Kakek itu memukul dan mengusir burung gagak dengan tongkatnya. Lalu burung gagak itu menjadi asap. Akhirnya Raden Inu Kertapati diberi tahu kejadian sebenarnya dan tempat Candra Kirana berada. Raden Inu Kertapati disuruh pergi ke Desa Dadapan. Setelah perjalanan berhari-hari, Raden Inu Kertapati sampai di Desa Dadapan. Ia menghampiri sebuah gubug dan meminta seteguk air karena perbekalannya sudah habis. Di gubuk itu Raden Inu Kertapati sangat terkejut karena dari balik jendela, Ia melihat Tuan Putri Candra Kirana sedang memasak. Sehingga pengaruh sihir dari Nenek Sihir pun hilang seketika karena pertemuan itu. Pada akhirnya Raden Inu Kertapati mengajak Candra Kirana dan si Nenek yang baik hati menuju istana kerajaan. Di sana, Tuan Putri Candra Kirana menceritakan perbuatan Tuan Putri Dewi Galuh pada Baginda Kertamarta. 

            Mendengar cerita Candra Kirana, Baginda meminta maaf kepadanya. Dan sebaliknya, Tuan Putri Dewi Galuh mendapat hukuman yang setimpal dari Raja Kertamarta. Namun Dewi Galuh yang merasa ketakutan, Ia sempat melarikan diri ke hutan. Hingga pada akhirnya, pernikahan antara Candra Kirana dan Raden Inu Kertapati dapat berlangsung sangat meriah. Dan akhirnya mereka hidup bahagia selamanya.



- SEKIAN 
Share:

Bawang Merah dan Bawang Putih

            Pada zaman dahulu kala, di sebuah desa tinggallah keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu, dan seorang gadis remaja cantik jelita yang bernama Bawang Putih. Mereka bertiga adalah keluarga yang rukun dan bahagia. Walaupun Ayah Bawang Putih seorang pedagang, mereka tetap rukun dan damai. Pada suatu hari, Ibu Bawang Putih jatuh sakit dan telah meninggal dunia. Atas peristiwa ini, Bawang Putih sangat berduka demikian pula ayahnya.

Di desa tempat mereka hidup, tinggallah seorang janda yang memiliki anak perempuan yang bernama Bawang Merah. Sejak kematian Ibu Bawang Putih, Ibu Bawang Merah sering bertamu ke rumah Bawang Putih. Ibu Bawang Merah sering membawakan masakan untuk membantu Bawang Putih menyelesaikan rumah. Terkadang Ibu Bawang Merah hanya menemani Bawang Putih dan ayahnya mengobrol. Pada akhirnya, Ayah Bawang Putih berpikir,  mungkin akan lebih baik kalau Ia menikah saja dengan Ibu Bawang Merah agar Bawang Putih tidak kesepian.

            Atas pertimbangan dari Bawang Putih, Ayah Bawang Putih menikah dengan Ibu Bawang Merah. Pertama, Ibu dan Bawang Merah sangat baik kepada Bawang Putih. Namun sifat asli mereka mulai terlihat. Mereka sedikit-sedikit memarahi Bawang Putih dan memberinya pekerjaan rumah yang berat ketika Ayah Bawang Putih sedang pergi berdagang. Bawang Putih harus mengerjakan semua pekerjaan rumah, sementara Bawang Merah dan Ibunya hanya duduk dan bercerita. Ayah Bawang Putih tak mengetahuinya karena Bawang Putih tak pernah berani menceritakannya.

         Hingga suatu hari, Ayah Bawang Putih jatuh sakit dan kemudian ajal menjemputnya. Sejak saat itu Bawang Merah dan Ibunya semakin berkuasa dan bertindak semaunya terhadap Bawang Putih. Bawang Putih hampir tak pernah punya waktu istirahat. Dia harus bangun sebelum waktu subuh untuk menyiapkan air mandi dan sarapan bagi Bawang Merah dan Ibunya. Selain itu, Bawang Putih harus memberi makan hewan ternak, menyirami kebun, dan mencuci semua baju di sungai. Dan Bawang Putih masih harus menyetrika baju-baju, membersihkan rumah, dan banyak pekerjaan lainnya. Namun Bawang Putih tak pernah mengeluh dan melakukannya dengan gembira, karena dia berharap suatu saat ibu tirinya akan berubah mencintainya seperti Bawang Merah.

           Pagi hari tiba, seperti biasa Bawang putih harus membawa kerangjang pakaian penuh yang harus dicuci di sungai. Dengan bernyanyi kecil, Bawang Putih menyusuri jalan setapak di tepi hutan kecil yang dilaluinya. Di hari itu, cuaca sangat cerah. Bawang Putih harus mencuci semua pakaian kotor yang dibawanya. Karena terlalu santainya, Bawang Putih tidak tahu kalau salah satu pakaian telah hanyut terbawa arus sungai. "Oh tidak, baju yang hanyut itu adalah baju kesayangan Ibu tiriku!", kata Bawang Putih. Ketika menyadari baju ibu tirinya telah hanyut sangat jauh. Bawang Putih bergegas menyusuri sungai, namun usahanya tidak berhasil menemukannya. Dengan rasa putus asa dan penyesalan, Bawang Putih kembali ke rumah dan menceritakannya pada ibu tirinya.
            “Dasar anak ceroboh!” bentak Ibu tirinya. 
         “Aku tak mau tahu, pokoknya kamu harus menemukan baju yang hilang itu! Dan jangan berani pulang ke rumah kalau kamu belum menemukan baju itu! Mengerti?!!”, sambung Ibu tirinya.

         Mendengar perkataan Ibu tiri, Bawang Putih terpaksa menuruti keinginannya. Lalu Dia kembali menyusuri sungai tempat Bawang Putih mencuci. Hari sudah panas, tapi Bawang Putih belum menemukan baju Ibu tirinya. Dia mencarinya dengan teliti hingga ke bagian bawah akar yang menjorok ke sungai, dan berharap mungkin baju ibu tirinya tersangkut di sana. Namun setelah jauh melangkah. Matahari condong ke arah barat, lalu Bawang Putih melihat seorang penggembala yang sedang memandikan kerbaunya. Dan Bawang Putih bertanya, “Wahai paman yang baik, apakah paman melihat baju merah yang hanyut di sini? Karena saya harus menemukan dan membawanya pulang ke rumah”. Lalu paman itu menjawab, “Iya anak muda, tadi paman melihatnya, nak. Kalau kamu mengejarnya cepat-cepat, mungkin masih bisa mendapatkannya”.
        “Baik paman, terima kasih!” kata Bawang Putih. Lalu Bawang Putih segera berlari menyusuri sungai. Hari sudah gelap, Bawang Putih mulai putus asa. Sekarang malam akan tiba. Namun dari kejauhan terlihat cahaya lampu yang dari sebuah gubuk di tepi sungai. Karena penasaran, Bawang Putih segera menghampiri gubuk itu dan mengetuknya.
          “Permisi, apakah ada orang di dalam?”, kata Bawang Putih. Lalu seorang perempuan tua membuka pintu.
               “Siapa kamu, nak?” tanya Nenek itu.
             “Perkenalkan saya Bawang Putih, nek. Tadi saya sedang mencari baju ibu saya yang hanyut di sungai. Sekarang hari sudah malam. Bolehkah saya menumpang di sini semalam, nek?” tanya Bawang Putih.
               “Boleh, nak. Apakah baju yang kamu cari itu berwarna merah?”, tanya si Nenek.
               “Iya, nek. Apakah nenek menemukannya?”, tanya Bawang Putih.
            “Iya, nak . Tadi baju itu tersangkut di depan rumahku. Padahal nenek juga menyukai baju itu. Baiklah nenek akan mengembalikannya. Tapi kamu harus menemaniku di sini selama seminggu. Karena nenek sudah lama tidak mengobrol dengan siapapun, bagaimana nak?”, kata si Nenek kepada Bawang Putih. Lalu Bawang Putih berpikir dengan melihat nenek itu kelihatan kesepian. Bawang Putih akhirnya merasa iba. 
         “Baik nek, saya akan menemani nenek selama seminggu, asal nenek tidak bosan denganku”, kata Bawang Putih dengan tersenyum. Selama seminggu Bawang Putih menumpang di rumah nenek itu. Setiap hari Bawang Putih membantu pekerjaan rumah nenek. Sehingga nenek itu merasa senang. Lalu hari sudah sampai seminggu, dan nenek pun memanggil Bawang Putih.
      “Nak, sudah seminggu kamu tinggal di sini. Dan nenek merasa senang, ternyata kamu anak yang rajin dan berbakti. Untuk itu sesuai janji nenek, kamu boleh membawa baju ibumu pulang. Dan ingatlah nak, kamu boleh memilih satu dari dua labu kuning ini sebagai hadiahnya!”, kata Nenek dengan senang.

          Awalnya Bawang Putih menolak pemberian hadiah Nenek. Tapi Nenek tetap memaksanya, sehingga Bawang Putih dengan pertimbangan barang bawaannya memilih labu yang paling kecil. “Saya takut tidak mampu membawa labu yang besar, Nek” kata Bawang Putih. Lalu Nenek tersenyum dan mengantarkan Bawang Putih sampai di depan rumahnya.

            Ketika sampai di rumah, Bawang Putih menyerahkan baju merah kesayangan ibu tirinya, sementara Bawang Putih pergi ke dapur untuk membelah labu kuningnya. Alangkah terkejutnya Bawang Putih ketika labu itu terbelah, ternyata didalam labu itu berisi emas permata murni yang sangat banyak. Lalu Bawang Putih berteriak karena rasa gembiranya dan memberitahukan hal ajaib ini pada ibu tirinya dan Bawang Merah. Tapi Ibu tirinya dan Bawang Merah dengan serakah langsung merebut emas permata murni tersebut. Mereka memaksa Bawang Putih untuk menceritakan bagaimana Bawang Putih bisa mendapatkan hadiah itu. Lalu Bawang Putih menceritakan semuanya dengan sejujurnya.

            Keesokan harinya, Ibu tiri dan Bawang Merah menyusuri sungai seperti yang dilakukan Bawang Putih. Tetapi Nenek selalu tak ada di gubug itu sehingga mereka memutuskan untuk pulang. Sesampainya di rumah, Ibu tiri dan Bawang Merah memarahi Bawang Putih. Di hari berikutnya, Ibu tirinya memberi pelajaran pada Bawang Putih. Dan Bawang Putih harus membawa pakaian kotor yang jumlahnya dua kali lipat dari biasanya. Bawang Putih merasa sedih, tetapi dia tetap mencuci di sungai seperti biasa. Sesampainya di sungai, Bawang Putih meneteskan air mata dan melanjutkan mencuci pakaian kotor yang banyak. Lalu terdengar suara kesakitan entah dari mana asalnya. 
               "Aduuuh, aduuuh, tolong sayaa...". Betapa terkejutnya Bawang Putih melihat asal suara itu berasal dari Ikan Emas yang terkena kail pancing.
           "Tenanglah Ikan Emas, aku akan melepas kail itu darimu", kata Bawang Putih. Setelah melepas kailnya, Ikan Emas melompat ke sana ke sini dengan berkata, "Huiiiw, huiiiww.. ".
                 Mendengar suara Ikan Emas, Bawang Putih terhibur. Lalu Ikan Emas berkata, "Hai Nona, aku adalah Ikan Emas yang sakti, kamu bisa minta apa saja sebagai ucapan terima kasihku".
                  "Kalau bisa, buatlah kotoran pakaian ini hilang, Ikan Emas", kata Bawang Putih dengan gembira.
                  "Bim salabim, cucian hilanglah!".
                  "Lho, kok cucianku hilang. Aku akan dimarahi ibu tiriku lagi", kata Bawang Putih dengan menangis.
                  "Cucian kembalilah! Dan kotoran cucian, hilanglah!", kata Ikan Emas dengan menghibur Bawang Putih.
                   Lalu Bawang Putih menjadi senang dan berpamitan dengan Ikan Emas untuk pulang ke rumah dengan bernyanyi kecil. Dalam perjalanan, seorang Pangeran dan para pengawalnya kebetulan sedang lewat dan mendengar nyanyian Bawang Putih yang merdu. Pangeran berkata, "Pengawal, apakah kamu mendengar nyanyian merdu ini? Ayo kita cari wanita yang bernyanyi ini!".
                   "Baik Paduka", jawab para Pengawal.
                 Tanpa sengaja, Pangeran keluar dari semak-semak dan berhadapan dengan Bawang Putih. Melihat Bawang Putih, Pangeran terpesona olehnya. Karena kewibawaan sang Pangeran, Bawang Putih pun kaget dan berlari menuju rumahnya dengan rasa malu. "Mungkin dia wanita yang pemalu, Paduka", Kata Pengawal. Lalu Pangeran kembali melanjutkan perjalanan.
                 Hari demi hari Bawang Putih terlihat senang dan gembira ketika mencuci pakaian di sungai. Lalu Bawang Merah penasaran dan mengikuti Bawang Putih ke sungai. Sesampainya di sungai, Bawang Merah terkejut melihat Ikan Emas menolong Bawang Putih menyulap pakaian kotor yang banyak jadi bersih dan wangi seketika. Ketika Bawang Putih kembali ke rumah. Bawang Merah masih berada di sungai dan menangkap Ikan Emas. "Tolong lepaskan aku! Aku tak bisa bernafas di udara, Nona", kata Ikan Emas.
                "Baiklah, aku akan melepasmu ketika kamu berada di atas penggorenganku!", Kata Bawang Merah dengan tertawa melihat Ikan Emas kehabisan air.
                     Malam telah tiba dan Bawang Putih di rumah. Di saat hari sudah gelap, Bawang Merah menunjukkan tulang dari Ikan Emas yang telah disantapnya kepada Bawang Putih. "Ahh, Ikan Emas!!!", Kata Bawang Putih dengan terkejut dan menahan emosi. "Kamu sungguh kejam Bawang Merah", lanjut Bawang Putih. Namun Bawang Merah hanya tertawa dan pergi tidur. Sebelum tidur, Bawang Putih mengubur tulang Ikan Emas di halaman rumah dan menangis untuknya.
                   Keesokan harinya, seorang Pangeran sedang mencari tanaman obat untuk sang Raja. Dalam perjalanan, Pangeran menemukan tanaman berbatang emas dan sesuai dengan yang diceritakan oleh tabib kerajaan. Rupanya, tulang Ikan Emas berubah menjadi tanaman obat emas. "Permisi, apakah anda pemilik tanaman emas ini Nona? Ayahandaku sangat membutuhkan tanaman obat ini Nona?", tanya Pangeran pada Bawang Merah. Melihat tanaman tumbuh di halaman rumahnya, Ia dengan senang hati mencabut tanaman itu. Tetapi Bawang Merah tak sanggup dan terjatuh. Kemudian Ibu tiri pun mencoba, dan juga terjatuh. Hingga Bawang Putih pun muncul, "Wahai Paduka, ijinkan saya untuk mencabutnya dan meracik obat untuk sang Raja". Kemudian tanaman emas itu tercabut dan Bawang Putih dibawa ke istana kerajaan oleh Pangeran bersama para pengawal.
               "Ayahanda, ini obat yang kami cari, tolong minumlah", kata Pangeran pada Sang Raja. Seketika itu, sang Raja sembuh dari sakitnya dan kembali sehat. Melihat keadaan sang raja, Pangeran pun menceritakan semuanya. Hingga pada akhirnya, Pangeran melamar Bawang Putih sebagai permaisurinya. Lalu Bawang Putih tersipu malu lalu menerima tawaran Pangeran. Lalu sang Raja dan para pengawal mempersiapkan pesta pernikahan mereka. Dan akhirnya Bawang Putih dan Pangeran hidup bahagia. Sedangkan Bawang Merah dan Ibu tirinya hanya terdiam dan tetap menjadi rakyat biasa.



- SEKIAN
Share:

Asal Usul Danau Toba

            Pada zaman dahulu, di Sumatera Utara, hiduplah seorang petani yang bernama Toba. Ia hidup menyendiri di sebuah lembah desa yang landai dan subur. Terkadang, Toba pergi memancing ke sungai yang berada tak jauh dari rumahnya. Setiap kali Toba memancing, keranjangnya selalu penuh. Ikan hasil tangkapannya, dia masak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Pada suatu hari, Toba pergi ke sungai untuk memancing. Tetapi dia tak mendapatkan seekor ikan pun. Padahal ikan di sungai terlihat jelas dan banyak. tak seperti biasanya Toba mudah memancing ikan. Sehingga Toba berhenti memancing untuk hari ini. Ketika Toba menarik pancingnya, tiba-tiba pancing itu disambar ikan yang langsung menarik pancing itu jauh ke tengah sungai. Toba merasa senang karena ikan yang mengambil pancingnya itu adalah ikan yang besar. Setelah mendapatkan tangkapan ikan yang besar, Toba berendam sejenak menikmati segarnya air sungai. Hingga hari mulai senja, Toba pun kembali ke rumah.
             Malam telah tiba dan terdengar suara perut Toba, "Krucuk.... Krucuk....". Dia ingin sekali memakan daging ikan besar itu. Lalu Toba menyiapkan kayu bakar untuk perapian dan beberapa bumbu masak. Saat Toba kembali ke dapur, dia terkejut karena ikan besar tangkapannya sudah menghilang. Tetapi tepat di tempat ikan tangkapannya, terdapat beberapa keping uang emas. Karena terkejut, Toba melihat sekeliling rumah jika ada seseorang selain dirinya. Namun Toba tak melihat siapa pun. Lalu dia makan seadanya dan kembali ke kamar.
             Ketika Toba Membuka pintu kamar, muncul seorang wanita yang sedang menyisir rambutnya. Toba terkejut dan bertanya, "Siapa kamu? Apakah kamu yang mengambil ikan besar tangkapanku?". Lalu wanita berambut panjang itu membalikkan badan. Sungguh luar biasa pesona wanita itu karena selama hidupnya, Toba sering menggembala dan tak pernah menemui wanita yang sangat cantik dan mempesona sepertinya. Lalu wanita itu menjawab, "Aku adalah jelmaan dari ikan tangkapanmu, sedangkan kepingan emas itu adalah perwujudan dari sisik ikanku". Karena hari sudah malam, wanita itu menyuruh Toba menghidupkan lampu dan menuju dapur. Ia menceritakan awal mula ketika terkena kutukan dan menjadi ikan. Disamping bercerita, wanita itu menyiapkan nasi dan memasak daging untuknya.
             Setelah selesai makan, Toba sangat ingin memperistri wanita itu. Lalu wanita itu menerimanya atas kebaikannya mendengarkan cerita Toba. Tetapi dengan syarat, Toba harus bersumpah tidak memberitahu asal usulnya yang berasal dari jelmaan ikan di sungai.
             Hari demi hari berlalu, Toba dan sang istri memperoleh keturunan seorang laki-laki. Ia anak yang selalu dimanja sehingga anak itu enggan membantu orang tuanya. Anak laki-laki itu bernama Samosir.
            Hingga suatu hari, Samosir dipanggil ibunya, "Samosir, antarkan makanan di ke Ayah di ladang! Ayah pasti lapar".
            "Enggak! Samosir lelah, ingin tidur dulu", jawab Samosir. Lalu sang ibu memarahinya dan memaksa Samosir hingga Samosir pergi ke ladang untuk mengantarkan makanan.
           "Ibu jahat! Padahal aku ingin bersantai-santai seperti biasanya. Sungguh kesal diriku, lebih baik aku makan saja bekal ini!", kata Samosir dengan kesal. Kemudian Samosir memakan bekal untuk Sang Ayah dan menyisakan sebagian saja.
           Sesampainya di ladang, Samosir memberikan bekal untuk Pak Toba. Namun Pak Toba sangat marah karena bekal yang dinanti-nanti ternyata makanan sisa. Lalu Samosir mengaku karena telah menghabis bekal sang ayah karena merasa kesal. Mendengar keterangan Samosir, Pak Toba menjadi marah dan mengumpat Samosir, "Dasar anak jelmaan ikan sungai!".
             Mendengar ocehan sang ayah, Samosir berlari menuju rumah dengan menangis. Sesampainya di rumah Samosir mengadu pada sang ibu dan menceritakan kalau Ayah menyebut dirinya anak dari Jelmaan Ikan Sungai. "Oh tidak! Suamiku telah melanggar sumpahnya ketika menikah denganku!!!", pikir sang Ibu. Lalu Ibu menyuruh Samosir pergi ke bukit tertinggi dan bersembunyi di antara pepohonan. Sang Ibu melihat Samosir telah sampai di dataran tertinggi, lalu membalikkan badannya dan menuju sungai terdekat.
              Seketika itu, awan berubah menjadi gelap, sungai menjadi surut dan petir mulai menyambar. Terdengar suara gemuruh dari bawah tanah dan tiba-tiba air keluar deras dan membanjiri dataran rendah hingga ke ladang di mana Toba berladang. Samosir ketakutan dan tetap di dataran tinggi itu hingga terbentuklah suatu danau yang luas dan terdapat pulau di tengah danau yang bernama Samosir.



- SEKIAN
Share:

Sangkuriang

            Pada zaman dahulu, ada seorang Raja Sungging Perbangkara yang pergi berburu. Di tengah hutan Sang Raja kehausan dan meminum air kelapa. Namun Air kelapa yang diminumnya tersisa setengah dan ditinggalnya. Lalu seekor babi hutan betina bernama Wayungyang melihat bekas minuman Raja Sungging. Babi itu ingin menjadi manusia sehingga Ia berharap dan berdoa setelah meminum air kelapa bekas Raja Sungging itu Ia dapat berubah menjadi manusia. Lalu Wayungyang berubah menjadi manusia dan hamil lalu Ia melahirkan bayi yang cantik. Bayi yang cantik jelita itu dibawa ke Kraton dan diberi nama Dayang Sumbi alias Rarasati. Di sana, banyak para raja yang ingin meminangnya, tetapi tak ada seorang pun yang diterima Dayang Sumbi.

Hingga akhirnya para raja saling berperang untuk mendapatkan Dayang Sumbi. Namun Dayang Sumbi memilih untuk mengasingkan diri di sebuah bukit dan ditemani oleh seekor anjing jantan yaitu Si Tumang. Saat Dayang Sumbi sedang menenun, alat tenun yang digunakan terjatuh ke bawah. Lalu Dayang Sumbi tanpa sengaja terlontar sebuah ucapan tanpa berfikir. Dia berjanji siapa pun yang mengambilkan alat tenun itu jika berjenis kelamin laki-laki akan dia jadikan suaminya. Kemudian Si Tumang mengambilkan alat tenun itu dan diberikan kepada Dayang Sumbi. Dan dengan pengaruh kutukan dari sosok babi hutan terdahulu, Dayang Sumbi akhirnya hamil dan melahirkan bayi laki-laki yang bernama Sangkuriang.
            Pada suatu hari, Sangkuriang pergi berburu bersama Si Tumang, Ia melihat babi hutan betina dan ingin menangkapnya. Karena babi hutan betina itu terlalu cepat, Sangkuring menyuruh Si Tumang mengejarnya. Namun Si Tumang tak bisa mengejarnya dan Sangkuriang sangat marah. Hingga Sangkuriang hilang kendali dan membunuh Si Tumang. Lalu sebagai bukti hasil berburunya, Sangkuriang mengambil organ hati Si Tumang untuk dimasak. Setelah hati Si Tumang dimasak, Sangkuriang bercerita bahwa daging hati itu adalah hati milik Si Tumang.
             "Apa kamu bilang? Ini tidak mungkin! Si Tumang adalah ayahmu, Nak!", Kata Dayang Sumbi dengan terkejut.
                "Ayahku? Tidak mungkin ayahku seekor anjing!!!", jawab Sangkuriang.
              "Dasar anak kurang ajar!", balas Dayang Sumbi sambil memukul kepala Sangkuriang dengan sendok nasi. Lalu Dayang Sumbi mengusir Sangkuriang. Dan ternyata Sangkuriang lupa ingatan.
            Di kemudian hari, Sangkuriang pergi menggembala dan berguru dengan seorang petapa sakti. Ia menghabiskan waktu dengan mempelajari berbagai ilmu bela diri dan cara untuk bertahan hidup. Hingga tiba di suatu tempat, Sangkuriang kembali ke rumah Dayang Sumbi.
             "Hai Nona, bolehkah aku berkenalan denganmu?", tanya Sangkuriang. Melihat pemuda itu, Dayang Sumbi terkejut dan menduga kalau pemuda itu adalah anaknya.
               "Boleh, nama saya Dayang Sumbi", jawab Dayang Sumbi.
                Lalu Sangkuriang bercerita perjalanan jauhnya. Setelah bercerita, Ia ingin sekali meminang Dayang Sumbi. Mendengar permintaan Sangkuriang, Dayang Sumbi ingin melihat kepala Sangkuriang. Betapa terkejutnya Dayang Sumbi melihat bekas luka pukulan sendok nasi terlihat jelas. "Dia memang benar anakku, Sangkuriang yang aku usir", pikir Dayang Sumbi. Dayang Sumbi tak langsung menerima Sangkuriang. Dan Ia meminta Sangkuriang membuatkannya sebuah perahu yang besar dan sebuah telaga dalam waktu semalam. Dan Sangkuriang menerima permintaan Dayang Sumbi. Citarum
              Dalam semalam, Sangkuriang memanggil seluruh jin pengawalnya dan membuat perahu kayu yang besar dan sebuah telaga. Sangkuriang mengambil kayu dari pepohonan timur dan berubah menjadi Gunung Ukit Tanggul. Sedangkan pepohonan di barat berubah menjadi Gunung Burangrang. Melihat Sangkuriang hampir selesai dari pekerjaannya, Dayang Sumbi mengambil alu dan menumbuknya. Lalu Dayang Sumbi melebarkan kain putih agar terlihat fajar dari arah timur. Di samping itu, Dayang Sumbi berdoa agar Sangkuriang tak dapat melanjutkannya. Sehingga seluruh jin pengawalnya pergi meninggalkan Sangkuriang. Dan membuat Sangkuriang marah hingga dia merusak Bendungan Sangyang Tikoro lalu melemparkan kayu-kayu di sungai Citarum ke arah timur dan berubah menjadi Gunung Manglayang. Dan terakhir, Perahu besar yang telah dibuatnya bersama pengawal Jin ditendang ke arah utara dan berubah menjadi Gunung Tangkuban Perahu.
          Lalu Sangkuriang mengetahui kalau itu perbuatan Dayang Sumbi. Atas kecurangannya, Sangkuriang mengejar Dayang Sumbi. Namun karena sebuah kedurhakaan dan kekhilafan Sangkuriang, pada akhirnya Sangkuriang terjatuh ke jurang yang bernama Ujung Berung. Sedangkan Dayang Sumbi berlari menuju Gunung Putri dan kembali menjadi manusia normal yang tak awet muda.


- SEKIAN
Share:

Cerita Lengkap Sang Pinokio dan Kakek Gepeto

Pada suatu hari di sebuah kota, ada sebuah toko mainan milik seorang kakek yang pandai membuat boneka dari kayu. Kakek itu bernama Gepeto. “Sungguh senang hati ini jika memiliki seorang anak semanis boneka kayu ini”, kata Gepeto dengan mewarnai boneka kayu itu.
Siang telah tiba, hingga Ibu Peri mendengar perkataan itu. Datanglah Ibu Peri yang ingin menolong Gepeto. "Sim Salabim... Sim salabimmm... Bergeraklah!", ucap mantera Ibu Peri. Lalu boneka kayu itu bisa menggerakkan kaki dan tangannya.
Setelah kakek mewarnai boneka kayu itu, terjadi suatu keajaiban. “Selamat siang, Kakek”, boneka kayu itu menyapa dan mulai berjalan. Dengan perasaan gembira, Gepeto berkata, “Mulai hari ini, kau adalah cucuku. Kau akan ku beri yang cocok. Sepertinya nama yang cocok untukmu adalah Pinokio".
                "Baik Kakek, Pinokio senang kalau Kakek Senang", jawab Pinokio.
           "Agar kau jadi anak yang pintar, besok kakek akan mendaftarkanmu ke sekolah yaa”, balas Gepeto dengan mengangkat Pinokio tinggi-tinggi. Keesokan paginya, Gepeto menyiapkan pakaian lamanya dan menjualnya di kota. Dengan uang itu, Gepeto membelikan Pinokio buku ABC.
             “Pinokio, pelajarilah buku ini ya Nak”, kata Gepeto.
            “Terima kasih, kakek. Aku pergi sekolah dulu. Pinokio akan belajar dengan giat!”, jawab Pinokio dengan semangat!
            Dalam perjalanan menuju sekolahnya, Pinokio mendengar suara pentas. “Drum, dum, dum, dum...”. Karena penasaran, Pinokio mendekat dan ternyata ada sebuah drama boneka kayu. Pinokio sangat ingin menonton drama tersebut dan menjual buku ABC-nya. Pinokio lupa dengan sekolahnya dan membeli karcis dengan uang itu.
               Di tengah pertunjukkan, Pinokio melihat boneka kayu perempuan yang tengah dikepung prajurit jahat. Lalu Pinokio naik ke atas pentas dan memukul boneka tersebut hingga pentas kacau. Tali boneka pentas putus dan penonton pergi dari pertunjukkan drama.
            "Dasar anak laki-laki kurang ajar!!! Tangkap anak laki-laki itu!!!", kata pemilik pentas seni. Setelah tertangkap, Pinokio akan dilempar ke bara api.
             “Maafkan aku, paman. Kalau aku dibakar, kasihan kakek yang sudah tua renta. Aku juga ingin pergi ke sekolah untuk belajar”, kata Pinokio dengan sedih.
             “Aku berjanji pada kakek untuk belajar di sekolah dengan rajin", lanjut Pinokio. Lalu Paman itu merasa kasihan dan melepaskan Pinokio serta memberinya beberapa keping uang untuk sekolah.
              "Baiklah Nak, paman maafkan kamu. Dan ini, silahkan gunakan uang ini untuk membeli buku pelajaranmu”, kata Paman Pemilik Sandiwara..

            Lalu Pinokio melanjutkan pergi ke toko buku dan ingin bersekolah. Namun di tengah perjalanan, ada Rubah dan Kucing melihat uang milik Pinokio. “Selamat siang, anak laki-laki yang baik. Kalau uang emas itu bertambah banyak, pasti kakekmu sangat senang kan?!”, kata Rubah.
                  "Bagaimana cara menambah uang emas ini, Rubah?”, tanya Pinokio.
                “Mudah sekali. Kau bisa menanam uang itu di bawah pohon ajaib. Lalu tidurlah sebentar, maka pohon itu akan berbuah banyak sekali uang emas setelah kau bangun”. Kemudian Pinokio menanam uang emasnya di bawah pohon ajaib dan Pinokio tidur siang. Dan di saat inilah Rubah dan Kucing menggali uang emas milik Pinokio dan menggantung Pinokio di atas pohon itu. Setelah itu Kucing dan Rubah pergi meninggalkan Pinokio seorang diri.
            "Tolong, tolong akuuu…..”, teriak Pinokio. Di saat seperti ini, Ibu Peri melihat Pinokio dari tongkat ajaibnya dan merasa kasihan. Lalu Ibu Peri mengutus burung elang untuk menolong Pinokio. Lalu burung elang itu membawa Pinokio ke tempat Ibu Peri berada dengan paruhnya. Kemudian Ibu Peri menidurkan Pinokio di tempat tidur dan memberinya obat sakit flu.
            "Pinokio, ayo minumlah obat ini, maka kamu akan kembali pulih. Setelah itu, pulanglah karena hari sudah malam”, kata Ibu Peri.
                “Tidak! Lebih baik mati daripada minum obat pahit ini!”, jawab Pinokio. Lalu Ibu Peri memberi pelajaran pada Pinokio, “Plak plak!” Ia menampar Pinokio. Di saat itu, empat ekor kelinci datang membawa sebuah peti mati. Pinokio sangat terkejut dan secepatnya Ia meminum obat pahit itu.
               “Pinokio, kenapa kamu tidak pergi ke sekolah? Padahal kakek sangat sayang padamu”, tanya Ibu Peri.
                “Hmmm... ketika di jalan, aku menjual buku ABC dan uangnya untuk roti anak miskin yang kelaparan. Karena itu Pinokio tak bisa pergi ke sekolah”, kata Pinokio. Tiba-tiba saja “Syuuuutt”, hidung Pinokio mulai memanjang.
                 “Pinokio! Katakan yang sejujurnya! Kalau kau berbohong sedikit saja, hidungmu akan memanjang!”, kata Ibu Peri.
                 “Maafkan Pinokio. Pinokio tak akan berbohong lagi”, kata Pinokio dengan meminta maaf dan rasa penyesalan. Lalu Ibu Peri tersenyum, dan memerintahkan burung pelatuk mematuki hidung Pinokio. Dan hidung Pinokio kembali ke bentuk semula.
                  “Ayo kembalilah ke rumah, dan besok bersiaplah belajar ke sekolah!”, kata Ibu Peri.

            Dalam perjalanan menuju rumah, Pinokio bertemu dengan kereta wahana bermain. Melihat keasyikan wahana, Pinokio tak bisa menahan diri dan kembali lupa akan janjinya pada Ibu Peri. Hari demi hari, Pinokio hanya bermain di wahana permainan anak.

            Hingga suatu hari, Pinokio yang tengah bermain, sangat terkejut melihat wajahnya dari pantulan permukaan air. “Tidaakkk! Telingaku kenapa jadi telinga keledai! Dan aku pun punya buntut keledai!”, teriak Pinokio. Ternyata anak lainnya pun telah berubah menjadi keledai hidup. Dan secara tiba-tiba, Pinokio berubah menjadi seekor keledai dan dijual ke sirkus karena telah melanggar janji pada Ibu Peri. SehinggaPinokio mendapat hukuman menjadi keledai.

            Setiap hari Pinokio dipecut dan harus melompati lingkaran api yang panas. Pinokio merasa ketakutan dan harus melompati lingkaran api itu. Di kemudian hari, Pinokio terjatuh dan kakinya patah. Lalu pemilik sirkus menjadi marah. “Dasar keledai dungu! Lebih baik dibuang ke laut kau!”, kata pemilik sirkus.

              Kemudian Pinokio dilempar ke laut yang dalam. “Blub Blub Blubbb....Bub...”, terdengar suara Pinokio tenggelam ke laut yang dalam. Lalu ikan-ikan datang menggigitnya tubuhnya. Dan kulit keledai Pinokio akhirnya terlepas. “Terima kasih ikan-ikan. Tanpa kalian aku akan jadi keledai seumur hidupku”, kata Pinokio. Walaupun sebenarnya ikan-ikan itu utusan Ibu Peri karena Pinokio telah menyadari kesalahannya.

            Ketika berenang, Pinokio mengucapkan berjanji dalam hati, “Kali ini aku akan pulang ke rumah dan pergi ke sekolah untuk belajar dengan giat! Setelah sekolah, aku akan membantu pekerjaan di rumah dan membantu kakek memahat”. Setelah itu, “Hrrr…. seekor ikan paus besar datang mendekat dengan suara yang menyeramkan. “Ikan Pausss…. Toloooong!!!”, teriak Pinokio dan akhirnya tertelan oleh ikan paus yang besar. “Happ...”, suara ikan paus memakan Pinokio. Di dalam perut ikan paus sangat gelap gulita. Namun dari kejauhan, Pinokio melihat kakek Gepeto ingin menyelamatkannya. Namun kakek ikut tertelan ikan paus itu.
            "Kakek!”, kata Pinokio.
            “Pinokio sayangku!”, kata Gepeto. Mereka berdua saling berpelukan.
            “Kakek pergi ke laut untuk mencarimu, Nak. Untung kita bertemu!”, lanjut Gepeto.
             "Lalu bagaimana cara keluar dari sini, Kek?”, tanya Pinokio.
         “Saat ikan paus ini tidur. Cepatlah keluar Nak. Badan kakek sudah terlalu tua dan lemah. Pinokio saja yang pergi”, kata Gepeto dengan tersenyum dan menahan rasa sedih.
            “Aku tidak mau kalau tidak bersama-sama Kakek", kata Pinokio.
         "Maafkan aku Kakek, sebenarnya Pinokio benci sama Kakek. Dan Pinokio tak ingin menemui kakek. Pinokio tak sayang sama sekali pada Kakek”, kata Pinokio . Tiba-tiba hidung Pinokio mulai memanjang dan memanjang hingga mulut ikan paus terbuka lebar. Dan celah untuk keluar dari ikan paus membesar.
            "Kau berbohongkan, Nak?!", balas Gepeto.
       "Tidak, aku tak berbohong Kek. Aku sangat membenci kakek", kata Pinokio. Dan hidung Pinokio semakin memanjang. Setelah celah untuk keluar terbuka, Gepeto dan Pinokio segera merangkak dan keluar dari mulut ikan paus. Dan dengan sekuat tenaga Pinokio membawa Kakek Gepeto dan berenang ke garis pantai. Lalu Pinokio pergi ke pondok terdekat untuk merawat kakek yang pingsan. Pinokio bekerja setiap hari hingga kakek sehat kembali. Akhirnya kakek menjadi sehat kembali.
            “Pinokio, kakek tahu kalau kamu berbohong agar kita bisa selamat dari ikan paus itu. Karena kaulah kakek jadi sehat seperti ini. Terima kasih ya Nak!”, kata Gepeto dengan perasaan terharu.
          "Kakek, mulai sekarang Pinokio akan menurut apa kata kakek”, kata Pinokio. Tiba-tiba muncul cahaya bersinar terang yang menyelimuti mereka. Dan cahaya itu berasal dari Ibu Peri.
       ”Pinokio, selamat! Kau telah menjadi anak baik dan berbakti pada kakekmu”, kata Ibu Peri. Lalu Pinokio berubah menjadi seorang anak manusia sepenuhnya. Dan akhirnya mereka hidup bahagia.




- SEKIAN
Share:

Anak Kerang

          Di suatu masa, hiduplah seekor anak kerang. Ia mengadu dan mengeluh pada ibunya di dasar laut. Karena sebutir pasir tajam masuk ke dalam tubuhnya yang merah dan lembek. “Anakku...”, Kata Sang Ibu dengan bercucuran air mata.
         “Mengapa Tuhan tidak memberikan satu tangan pun pada bangsa kerang seperti kita, Ibu?! Sehingga Ibu tak bisa menolongku!”, kata Anak Kerang dengan kesakitan. 

Sang Ibu Kerang terdiam lalu Ia berkata, “Ibu tahu pasti sakit sekali anakku. Tapi Ibu mohon terimalah ini sebagai takdir alam pada kita. Kuatkanlah hatimu, Nak! Jangan terlalu gegabah lagi! Sekarang kerahkan seluruh kemampuanmu untuk melawan rasa sakit dan nyeri yang menggigit, Anakku. Lalu balutlah pasir tajam itu dengan getah di perutmu lalu arahkan keluar dari tubuhmu, Nak. Hanya itu yang bisa kau perbuat, Nak”, kata Ibu Kerang dengan sendu dan tak tega melihat anaknya.

Kemudian Anak Kerang berusaha melakukan seperti nasihat ibunya. Meski pasir tajam itu mulai terbalut, namun rasa sakitnya sangat menusuk dirinya. Dengan rasa sakit yang mendalam, Anak Kerang meragukan nasihat sang Ibu. Hingga bertahun-tahun lamanya, Anak Kerang menahan rasa sakit itu.
            Di pagi hari, tanpa Ia sadari dari sebutir pasir yang Ia balut muncullah sebuah mutiara yang terbentuk dalam dagingnya. Semakin lama semakin halus. Rasa sakit yang menahun pun semakin mereda. Hingga terbentuklah mutiara yang bulat dan rasa sakit mulai menghilang.
         Pada akhirnya, sebutir mutiara besar yang bulat sempurna, mengkilap, dan berharga mahal pun terbentuk dengan sempurna. Ia mengingat nasihat sang Ibu, "Benar apa yang dikatakan oleh Ibuku! Aku memiliki sebuah penderitaan hidup ini namun sekarang telah berubah menjadi mutiara yang mahal". Sebuah air mata kepedihan yang berubah menjadi mutiara mengkilap. Melihat dirinya yang saat ini, Ia merasa sangat bersyukur karena sebagai hasil deritanya menahunnya, terlihat mutiara yang lebih berharga daripada kerang-kerang lainnya yang selalu berakhir sebagai Kerang Rebus di tepi jalan raya dan pertokoan.



- SEKIAN
Share:

Wortel, Telur dan Kopi


           Pada suatu hari, hiduplah seorang ayah sebagai koki dan seorang anak perempuannya. Mereka menjalani kehidupan dengan kehidupan yang serba seadanya dan sangat sedikit orang yang berbaik hati padanya. Hingga anak perempuannya mengeluh pada sang Ayah karena penderitaan hidupnya yang sangat berat. Anak perempuan itu tak tahan dengan penderitaan yang berkelanjutan dan memutuskan untuk menyerah. Dia sangat lelah dan bosan dengan nasihat-nasihat untuk terus berjuang. Karena jika suatu persoalan telah selesai, maka persoalan yang lain datang secepatnya secara tiba-tiba.
       Kemudian sang ayah mengajaknya ke dapur. Lalu Ayah menuangkan air pada tiga panci dan menaruhnya di atas bara api. Setelah ketiga air panci itu mendidih. Pada panci pertama, Ayah memasukkan beberapa wortel utuh. Lalu dalam panci kedua, Ayah memasukkan beberapa butir telur mentah. Dan dalam panci terakhir, Ayah mencelupkan beberapa biji kopi. Lalu Ayah membiarkan ketiga panci itu beberapa saat dan terdiam sejenak.
           "Ayah, ayah sedang memasak apa?" kata Anak Perempuan dengan tidak sabar. Ia bingung melihat masakan Ayah. Waktu terus berjalan hingga setengah jam dan Ayah mematikan kompor. Dia mengambil wortel-wortel dan diletakkannya di dalam mangkuk pertama. Lalu telur-telur ditaruhnya di dalam mangkuk kedua. Kemudian kopi panas dituangkan ke dalam segelas cangkir. Sesudah itu, Ayah membalikkan badan dan menghadap pada putrinya, lalu Ayah bertanya, “Sayangku, apa yang kamu lihat, Nak?”.
          “Wortel, telur rebus, dan kopi panas, Yah!”, jawab Anak Perempuan dengan kesal. Lalu Ayah meminta anak perempuannya meraba wortel itu. Ia mengetahui kalau wortel-wortel itu terasa lebih lembut dan lebih lentur. Kemudian Ayah memintanya mengambil beberapa telur, memecahnya, dan mengupas kulitnya. Anak Perempuan itu mengetahui kalau telur rebus itu terasa lebih keras. Dan yang terakhir, Ayah memintanya menghirup aroma kopi panas. Kemudian Anak Perempuan itu tersenyum saat mencium aroma kopi yang nikmat. Setelah itu, Ia tersenyum dan bertanya, “Apa maksudnya, Ayah?”.
           Kemudian Ayah menceritakan bahwa masing-masing telah merasakan penderitaan yang sama yaitu direbus oleh air yang mendidih. Namun masing-masing benda memiliki reaksi yang berbeda. Seperti wortel yang awalnya kuat, keras, dan tegar. Ternyata setelah direbus dalam air mendidih menjadi lebih lentur dan lebih lemah. Sedangkan telur yang awalnya mudah pecah dan hanya memiliki kulit luar tipis yang melindungi cairan di dalamnya, setelah direbus dengan air mendidih, cairan di dalamnya itu berubah menjadi lebih keras. Sedangkan, biji-biji kopi sangat berbeda. Setelah biji-biji kopi direbus dalam air mendidih, biji-biji kopi itu mengubah air yang memberinya penderitaan air mendidih berubah menjadi air kopi yang enak.
           “Dari ketiganya, yang manakah kamu, anakku sayang?”, tanya sang Ayah pada putrinya.
           “Ketika suatu penderitaan datang dalam kehidupanmu, bagaimanakah reaksimu Nak? Apakah kamu menjadi wortel, telur, atau biji-biji kopi?”, lanjut sang Ayah.
           Kemudian anak perempuan itu terdiam dan merenungkan perilakunya dalam menjalani kehidupan.



- SEKIAN





Bagaimana dengan ANDA, sobat?
             Apakah kamu seperti wortel yang awalnya kelihatan keras dan tegar, tetapi saat berhadapan dengan kepedihan dan penderitaan menjadi lembek, lemah, dan kehilangan kekuatan?
           Apakah kamu seperti telur, yang mulanya berhati penurut? Yang awalnya berhati lembut, tetapi setelah terjadi kematian, perpecahan, perceraian, atau pemecatan. Anda menjadi keras dan kepala batu? Kulit luar Anda memang tetap sama, tetapi apakah Anda menjadi pahit, tegar hati,serta kepala batu?
          Atau apakah Anda seperti biji kopi? Kopi mengubah air panas, hal yang membawa kepedihan itu, bahkan pada saat puncaknya ketika mencapai 100 C. Ketika air menjadi panas, rasanya justru menjadi lebih enak. Apabila Anda seperti biji kopi, maka ketika segala hal seolah-olah dalam keadaan yang terburuk sekalipun Anda dapat menjadi lebih baik dan juga membuat suasana di sekitar Anda menjadi lebih baik.


Bagaimana caramu sobat menghadapi penderitaan? Apakah seperti wortel, telur, atau biji kopi?
Share:

Pohon Apel

           Pada suatu hari, hiduplah anak laki-laki yang senang bermain-main di bawah pohon apel. Ia bermain setiap hari hingga malam tiba. Ia sering memanjat hingga ke pucuk pohon apel. Lalu Ia sering memakan buah apelnya, dan bersantai di bawah dedaunannya yang rindang. Hari demi hari berlalu, anak laki-laki itu sangat menyukai pohon apelnya. Ia berfikir pohon apel itu menyukainya seperti yang dia rasakan.
Waktu terus berjalan, anak laki-laki itu kini telah dewasa dan dia tak bermain dengan pohon apel itu lagi. Suatu hari anak laki-laki itu datang kepada pohon apel. Wajahnya terlihat sedih. Sehingga pohon apel merasa kasihan dan melebarkan dahannya ke anak laki-laki itu.
“Kemarilah Nak, bermain-main lagi denganku seperti dulu”, kata Pohon Apel.
“Maaf, aku bukan anak kecil yang bermain memanjati pohon lagi”, jawab Anak Laki-laki itu.
“Aku sangat ingin punya mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya”, lanjut Anak Laki-laki dengan bersedih hati.
“Aku tak punya uang juga, nak… Tetapi kamu boleh mengambil semua buah apelku ini dan menjualnya ke pasar. Dengan ini, kamu bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kesukaanmu”, kata Pohon Apel dengan menunjuk apel-apel miliknya.

          Mendengar tawaran dari pohon apel, anak laki-laki itu sangat senang. Lalu Ia memetik semua buah apel dan pergi ke pasar dengan penuh kegembiaraan. Tetapi setelah itu, anak laki-laki itu tak pernah datang lagi. Dan pohon apel merasa kembali sedih dan sendiri.

           Hingga suatu hari, anak laki-laki itu tiba dan pohon apel sangat senang melihatnya. “Ayo kita bermain-main lagi seperti dulu”, kata Pohon Apel.
           “Maaf, aku tak punya waktu bermain lagi”, jawab Anak Laki-laki.
        “Aku harus mencari nafkah untuk keluargaku. Tetapi kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Wahai pohon apel, maukah engkau menolongku?”, kata Anak Laki-laki dengan bersedih hati.
       “Ummm... Maaf, aku tak mempunyai rumah pohon. Tapi kamu boleh memotong dan mengambil semua dahan rantingku ini untuk membangun rumahmu”, kata Pohon Apel dengan perasaan kasihan. Lalu anak laki-laki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel, lalu pergi dengan perasaan senang. Melihatnya pergi dengan gembira, pohon apel juga ikut merasakan bahagia. Tetapi anak laki-laki itu tak pernah bertemu dengannya lagi. Lalu pohon apel kembali kesepian dan sedih. 

          Musim panas telah tiba, anak laki-laki itu datang lagi. Pohon apel telah menanti kedatangannya dan merasa sangat senang. “Ayo bermain lagi denganku!”, kata Pohon Apel dengan senang.
          “Maaf, aku sedang bersedih hati”, kata Anak Laki-laki itu.
       “Sekarang, aku sudah tua dan ingin melihat luasnya dunia. Aku sangat ingin berlibur dan berlayar. Maukah kamu memberi aku sebuah kapal yang besar?”, lanjut Anak Laki-laki dengan penuh harapan.
      “Maaf, tapi aku pun tak mempunyai kapal. Tetapi kamu boleh memotong batang utama tubuhku untuk membuat sebuah kapal yang besar. Pergilah berlayar dan bergembeiralah bersama keluargamu”, kata Pohon Apel. Lalu anak laki-laki itu memotong batang utama pohon apel dan membuat kapal pesiar. Kemduian anak laki-laki itu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui sisa akar pohon apel itu.
           Pada suatu hari, anak laki-laki itu datang lagi setelah sekian tahun lamanya. “Maafkan aku, Nak”, kata Pohon Apel dengan sedih.
             “Aku sudah tak mempunyai buah apel lagi untuk kamu makan”, sambung Pohon Apel.
         “Tidak apa-apa, wahai Pohon Apel. Aku sudah tak memiliki gigi untuk memakan buah apelmu”, jawab Anak Laki-laki itu.
             “Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang biasa kamu panjat”, kata Pohon Apel.
             “Tidak apa-apa, sekarang aku sudah tua renta memanjatnya”, jawab Anak Laki-laki itu.
         “Dengan keadaanku saat ini, aku tak mempunyai apa-apa untuk aku berikan padamu lagi. Diriku yang tersisa hanyalah akarku ini yang sudah tua dan sekarat”, Kata Pohon Apel dengan sebuah tetesan air yang keluar dari celah akarnya.
              “Saat ini, aku tak memerlukan apa-apa. Yang aku butuhkan hanya tempat beristirahat di hari tuaku. Aku sudah sangat lelah setelah lama meninggalkanmu”, balas Anak Laki-laki dengan lemah.
            “Waaahh, momen yang tepat sekali, akar tuaku ini adalah tempat terbaik untuk bersandar dan beristirahat. Ayo, berbaringlah di pelukan akarku dan beristirahatlah dengan tenang bersamaku”, jawab Pohon Apel dengan gembira.
              Kemudian Anak Laki-laki itu berbaring di antara akar pohon apel. Dan Pohon Apel sangat gembira dan terharu dengan meneteskan setetes air melalui celah akarnya.



- SEKIAN 
Share:

Translate

Labels

Featured Post

Perang Bubat Antara Majapahit dan Sunda

Sejarah Perang Bubat berasal dari Prabu Hayam Wuruk yang ingin memperistri putri Prabu Linggabuana yang bernama Dyah Pitaloka Citr...

About Me

My photo
semua konten blog-blog yang saya publis adalah 100% lulus uji konten dari berbagai Duplicate Checker, terima kasih ........ My Contacts : Instagram : @suhendravebrianto ,, Twitter : @suhendravebrian
-------- SUBSCRIBE untuk mendapatkan tutorial Adobe Photoshop dan After Effect yang super keren.

Recent Posts

Populer Stories

Suhendra Vebrianto. Powered by Blogger.

BTricks

cursor

Mushroom Shroom