Blog ini berisi tentang 1001 cerita rakyat seperti kumpulan dongeng, fabel, legenda suatu wilayah, cerita lucu, kumpulan motivasi. Selamat Membaca.

Total Tayangan Laman

Asal Usul Danau Toba

            Pada zaman dahulu, di Sumatera Utara, hiduplah seorang petani yang bernama Toba. Ia hidup menyendiri di sebuah lembah desa yang landai dan subur. Terkadang, Toba pergi memancing ke sungai yang berada tak jauh dari rumahnya. Setiap kali Toba memancing, keranjangnya selalu penuh. Ikan hasil tangkapannya, dia masak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Pada suatu hari, Toba pergi ke sungai untuk memancing. Tetapi dia tak mendapatkan seekor ikan pun. Padahal ikan di sungai terlihat jelas dan banyak. tak seperti biasanya Toba mudah memancing ikan. Sehingga Toba berhenti memancing untuk hari ini. Ketika Toba menarik pancingnya, tiba-tiba pancing itu disambar ikan yang langsung menarik pancing itu jauh ke tengah sungai. Toba merasa senang karena ikan yang mengambil pancingnya itu adalah ikan yang besar. Setelah mendapatkan tangkapan ikan yang besar, Toba berendam sejenak menikmati segarnya air sungai. Hingga hari mulai senja, Toba pun kembali ke rumah.
             Malam telah tiba dan terdengar suara perut Toba, "Krucuk.... Krucuk....". Dia ingin sekali memakan daging ikan besar itu. Lalu Toba menyiapkan kayu bakar untuk perapian dan beberapa bumbu masak. Saat Toba kembali ke dapur, dia terkejut karena ikan besar tangkapannya sudah menghilang. Tetapi tepat di tempat ikan tangkapannya, terdapat beberapa keping uang emas. Karena terkejut, Toba melihat sekeliling rumah jika ada seseorang selain dirinya. Namun Toba tak melihat siapa pun. Lalu dia makan seadanya dan kembali ke kamar.
             Ketika Toba Membuka pintu kamar, muncul seorang wanita yang sedang menyisir rambutnya. Toba terkejut dan bertanya, "Siapa kamu? Apakah kamu yang mengambil ikan besar tangkapanku?". Lalu wanita berambut panjang itu membalikkan badan. Sungguh luar biasa pesona wanita itu karena selama hidupnya, Toba sering menggembala dan tak pernah menemui wanita yang sangat cantik dan mempesona sepertinya. Lalu wanita itu menjawab, "Aku adalah jelmaan dari ikan tangkapanmu, sedangkan kepingan emas itu adalah perwujudan dari sisik ikanku". Karena hari sudah malam, wanita itu menyuruh Toba menghidupkan lampu dan menuju dapur. Ia menceritakan awal mula ketika terkena kutukan dan menjadi ikan. Disamping bercerita, wanita itu menyiapkan nasi dan memasak daging untuknya.
             Setelah selesai makan, Toba sangat ingin memperistri wanita itu. Lalu wanita itu menerimanya atas kebaikannya mendengarkan cerita Toba. Tetapi dengan syarat, Toba harus bersumpah tidak memberitahu asal usulnya yang berasal dari jelmaan ikan di sungai.
             Hari demi hari berlalu, Toba dan sang istri memperoleh keturunan seorang laki-laki. Ia anak yang selalu dimanja sehingga anak itu enggan membantu orang tuanya. Anak laki-laki itu bernama Samosir.
            Hingga suatu hari, Samosir dipanggil ibunya, "Samosir, antarkan makanan di ke Ayah di ladang! Ayah pasti lapar".
            "Enggak! Samosir lelah, ingin tidur dulu", jawab Samosir. Lalu sang ibu memarahinya dan memaksa Samosir hingga Samosir pergi ke ladang untuk mengantarkan makanan.
           "Ibu jahat! Padahal aku ingin bersantai-santai seperti biasanya. Sungguh kesal diriku, lebih baik aku makan saja bekal ini!", kata Samosir dengan kesal. Kemudian Samosir memakan bekal untuk Sang Ayah dan menyisakan sebagian saja.
           Sesampainya di ladang, Samosir memberikan bekal untuk Pak Toba. Namun Pak Toba sangat marah karena bekal yang dinanti-nanti ternyata makanan sisa. Lalu Samosir mengaku karena telah menghabis bekal sang ayah karena merasa kesal. Mendengar keterangan Samosir, Pak Toba menjadi marah dan mengumpat Samosir, "Dasar anak jelmaan ikan sungai!".
             Mendengar ocehan sang ayah, Samosir berlari menuju rumah dengan menangis. Sesampainya di rumah Samosir mengadu pada sang ibu dan menceritakan kalau Ayah menyebut dirinya anak dari Jelmaan Ikan Sungai. "Oh tidak! Suamiku telah melanggar sumpahnya ketika menikah denganku!!!", pikir sang Ibu. Lalu Ibu menyuruh Samosir pergi ke bukit tertinggi dan bersembunyi di antara pepohonan. Sang Ibu melihat Samosir telah sampai di dataran tertinggi, lalu membalikkan badannya dan menuju sungai terdekat.
              Seketika itu, awan berubah menjadi gelap, sungai menjadi surut dan petir mulai menyambar. Terdengar suara gemuruh dari bawah tanah dan tiba-tiba air keluar deras dan membanjiri dataran rendah hingga ke ladang di mana Toba berladang. Samosir ketakutan dan tetap di dataran tinggi itu hingga terbentuklah suatu danau yang luas dan terdapat pulau di tengah danau yang bernama Samosir.



- SEKIAN
Share:

Sangkuriang

            Pada zaman dahulu, ada seorang Raja Sungging Perbangkara yang pergi berburu. Di tengah hutan Sang Raja kehausan dan meminum air kelapa. Namun Air kelapa yang diminumnya tersisa setengah dan ditinggalnya. Lalu seekor babi hutan betina bernama Wayungyang melihat bekas minuman Raja Sungging. Babi itu ingin menjadi manusia sehingga Ia berharap dan berdoa setelah meminum air kelapa bekas Raja Sungging itu Ia dapat berubah menjadi manusia. Lalu Wayungyang berubah menjadi manusia dan hamil lalu Ia melahirkan bayi yang cantik. Bayi yang cantik jelita itu dibawa ke Kraton dan diberi nama Dayang Sumbi alias Rarasati. Di sana, banyak para raja yang ingin meminangnya, tetapi tak ada seorang pun yang diterima Dayang Sumbi.

Hingga akhirnya para raja saling berperang untuk mendapatkan Dayang Sumbi. Namun Dayang Sumbi memilih untuk mengasingkan diri di sebuah bukit dan ditemani oleh seekor anjing jantan yaitu Si Tumang. Saat Dayang Sumbi sedang menenun, alat tenun yang digunakan terjatuh ke bawah. Lalu Dayang Sumbi tanpa sengaja terlontar sebuah ucapan tanpa berfikir. Dia berjanji siapa pun yang mengambilkan alat tenun itu jika berjenis kelamin laki-laki akan dia jadikan suaminya. Kemudian Si Tumang mengambilkan alat tenun itu dan diberikan kepada Dayang Sumbi. Dan dengan pengaruh kutukan dari sosok babi hutan terdahulu, Dayang Sumbi akhirnya hamil dan melahirkan bayi laki-laki yang bernama Sangkuriang.
            Pada suatu hari, Sangkuriang pergi berburu bersama Si Tumang, Ia melihat babi hutan betina dan ingin menangkapnya. Karena babi hutan betina itu terlalu cepat, Sangkuring menyuruh Si Tumang mengejarnya. Namun Si Tumang tak bisa mengejarnya dan Sangkuriang sangat marah. Hingga Sangkuriang hilang kendali dan membunuh Si Tumang. Lalu sebagai bukti hasil berburunya, Sangkuriang mengambil organ hati Si Tumang untuk dimasak. Setelah hati Si Tumang dimasak, Sangkuriang bercerita bahwa daging hati itu adalah hati milik Si Tumang.
             "Apa kamu bilang? Ini tidak mungkin! Si Tumang adalah ayahmu, Nak!", Kata Dayang Sumbi dengan terkejut.
                "Ayahku? Tidak mungkin ayahku seekor anjing!!!", jawab Sangkuriang.
              "Dasar anak kurang ajar!", balas Dayang Sumbi sambil memukul kepala Sangkuriang dengan sendok nasi. Lalu Dayang Sumbi mengusir Sangkuriang. Dan ternyata Sangkuriang lupa ingatan.
            Di kemudian hari, Sangkuriang pergi menggembala dan berguru dengan seorang petapa sakti. Ia menghabiskan waktu dengan mempelajari berbagai ilmu bela diri dan cara untuk bertahan hidup. Hingga tiba di suatu tempat, Sangkuriang kembali ke rumah Dayang Sumbi.
             "Hai Nona, bolehkah aku berkenalan denganmu?", tanya Sangkuriang. Melihat pemuda itu, Dayang Sumbi terkejut dan menduga kalau pemuda itu adalah anaknya.
               "Boleh, nama saya Dayang Sumbi", jawab Dayang Sumbi.
                Lalu Sangkuriang bercerita perjalanan jauhnya. Setelah bercerita, Ia ingin sekali meminang Dayang Sumbi. Mendengar permintaan Sangkuriang, Dayang Sumbi ingin melihat kepala Sangkuriang. Betapa terkejutnya Dayang Sumbi melihat bekas luka pukulan sendok nasi terlihat jelas. "Dia memang benar anakku, Sangkuriang yang aku usir", pikir Dayang Sumbi. Dayang Sumbi tak langsung menerima Sangkuriang. Dan Ia meminta Sangkuriang membuatkannya sebuah perahu yang besar dan sebuah telaga dalam waktu semalam. Dan Sangkuriang menerima permintaan Dayang Sumbi. Citarum
              Dalam semalam, Sangkuriang memanggil seluruh jin pengawalnya dan membuat perahu kayu yang besar dan sebuah telaga. Sangkuriang mengambil kayu dari pepohonan timur dan berubah menjadi Gunung Ukit Tanggul. Sedangkan pepohonan di barat berubah menjadi Gunung Burangrang. Melihat Sangkuriang hampir selesai dari pekerjaannya, Dayang Sumbi mengambil alu dan menumbuknya. Lalu Dayang Sumbi melebarkan kain putih agar terlihat fajar dari arah timur. Di samping itu, Dayang Sumbi berdoa agar Sangkuriang tak dapat melanjutkannya. Sehingga seluruh jin pengawalnya pergi meninggalkan Sangkuriang. Dan membuat Sangkuriang marah hingga dia merusak Bendungan Sangyang Tikoro lalu melemparkan kayu-kayu di sungai Citarum ke arah timur dan berubah menjadi Gunung Manglayang. Dan terakhir, Perahu besar yang telah dibuatnya bersama pengawal Jin ditendang ke arah utara dan berubah menjadi Gunung Tangkuban Perahu.
          Lalu Sangkuriang mengetahui kalau itu perbuatan Dayang Sumbi. Atas kecurangannya, Sangkuriang mengejar Dayang Sumbi. Namun karena sebuah kedurhakaan dan kekhilafan Sangkuriang, pada akhirnya Sangkuriang terjatuh ke jurang yang bernama Ujung Berung. Sedangkan Dayang Sumbi berlari menuju Gunung Putri dan kembali menjadi manusia normal yang tak awet muda.


- SEKIAN
Share:

Cerita Lengkap Sang Pinokio dan Kakek Gepeto

Pada suatu hari di sebuah kota, ada sebuah toko mainan milik seorang kakek yang pandai membuat boneka dari kayu. Kakek itu bernama Gepeto. “Sungguh senang hati ini jika memiliki seorang anak semanis boneka kayu ini”, kata Gepeto dengan mewarnai boneka kayu itu.
Siang telah tiba, hingga Ibu Peri mendengar perkataan itu. Datanglah Ibu Peri yang ingin menolong Gepeto. "Sim Salabim... Sim salabimmm... Bergeraklah!", ucap mantera Ibu Peri. Lalu boneka kayu itu bisa menggerakkan kaki dan tangannya.
Setelah kakek mewarnai boneka kayu itu, terjadi suatu keajaiban. “Selamat siang, Kakek”, boneka kayu itu menyapa dan mulai berjalan. Dengan perasaan gembira, Gepeto berkata, “Mulai hari ini, kau adalah cucuku. Kau akan ku beri yang cocok. Sepertinya nama yang cocok untukmu adalah Pinokio".
                "Baik Kakek, Pinokio senang kalau Kakek Senang", jawab Pinokio.
           "Agar kau jadi anak yang pintar, besok kakek akan mendaftarkanmu ke sekolah yaa”, balas Gepeto dengan mengangkat Pinokio tinggi-tinggi. Keesokan paginya, Gepeto menyiapkan pakaian lamanya dan menjualnya di kota. Dengan uang itu, Gepeto membelikan Pinokio buku ABC.
             “Pinokio, pelajarilah buku ini ya Nak”, kata Gepeto.
            “Terima kasih, kakek. Aku pergi sekolah dulu. Pinokio akan belajar dengan giat!”, jawab Pinokio dengan semangat!
            Dalam perjalanan menuju sekolahnya, Pinokio mendengar suara pentas. “Drum, dum, dum, dum...”. Karena penasaran, Pinokio mendekat dan ternyata ada sebuah drama boneka kayu. Pinokio sangat ingin menonton drama tersebut dan menjual buku ABC-nya. Pinokio lupa dengan sekolahnya dan membeli karcis dengan uang itu.
               Di tengah pertunjukkan, Pinokio melihat boneka kayu perempuan yang tengah dikepung prajurit jahat. Lalu Pinokio naik ke atas pentas dan memukul boneka tersebut hingga pentas kacau. Tali boneka pentas putus dan penonton pergi dari pertunjukkan drama.
            "Dasar anak laki-laki kurang ajar!!! Tangkap anak laki-laki itu!!!", kata pemilik pentas seni. Setelah tertangkap, Pinokio akan dilempar ke bara api.
             “Maafkan aku, paman. Kalau aku dibakar, kasihan kakek yang sudah tua renta. Aku juga ingin pergi ke sekolah untuk belajar”, kata Pinokio dengan sedih.
             “Aku berjanji pada kakek untuk belajar di sekolah dengan rajin", lanjut Pinokio. Lalu Paman itu merasa kasihan dan melepaskan Pinokio serta memberinya beberapa keping uang untuk sekolah.
              "Baiklah Nak, paman maafkan kamu. Dan ini, silahkan gunakan uang ini untuk membeli buku pelajaranmu”, kata Paman Pemilik Sandiwara..

            Lalu Pinokio melanjutkan pergi ke toko buku dan ingin bersekolah. Namun di tengah perjalanan, ada Rubah dan Kucing melihat uang milik Pinokio. “Selamat siang, anak laki-laki yang baik. Kalau uang emas itu bertambah banyak, pasti kakekmu sangat senang kan?!”, kata Rubah.
                  "Bagaimana cara menambah uang emas ini, Rubah?”, tanya Pinokio.
                “Mudah sekali. Kau bisa menanam uang itu di bawah pohon ajaib. Lalu tidurlah sebentar, maka pohon itu akan berbuah banyak sekali uang emas setelah kau bangun”. Kemudian Pinokio menanam uang emasnya di bawah pohon ajaib dan Pinokio tidur siang. Dan di saat inilah Rubah dan Kucing menggali uang emas milik Pinokio dan menggantung Pinokio di atas pohon itu. Setelah itu Kucing dan Rubah pergi meninggalkan Pinokio seorang diri.
            "Tolong, tolong akuuu…..”, teriak Pinokio. Di saat seperti ini, Ibu Peri melihat Pinokio dari tongkat ajaibnya dan merasa kasihan. Lalu Ibu Peri mengutus burung elang untuk menolong Pinokio. Lalu burung elang itu membawa Pinokio ke tempat Ibu Peri berada dengan paruhnya. Kemudian Ibu Peri menidurkan Pinokio di tempat tidur dan memberinya obat sakit flu.
            "Pinokio, ayo minumlah obat ini, maka kamu akan kembali pulih. Setelah itu, pulanglah karena hari sudah malam”, kata Ibu Peri.
                “Tidak! Lebih baik mati daripada minum obat pahit ini!”, jawab Pinokio. Lalu Ibu Peri memberi pelajaran pada Pinokio, “Plak plak!” Ia menampar Pinokio. Di saat itu, empat ekor kelinci datang membawa sebuah peti mati. Pinokio sangat terkejut dan secepatnya Ia meminum obat pahit itu.
               “Pinokio, kenapa kamu tidak pergi ke sekolah? Padahal kakek sangat sayang padamu”, tanya Ibu Peri.
                “Hmmm... ketika di jalan, aku menjual buku ABC dan uangnya untuk roti anak miskin yang kelaparan. Karena itu Pinokio tak bisa pergi ke sekolah”, kata Pinokio. Tiba-tiba saja “Syuuuutt”, hidung Pinokio mulai memanjang.
                 “Pinokio! Katakan yang sejujurnya! Kalau kau berbohong sedikit saja, hidungmu akan memanjang!”, kata Ibu Peri.
                 “Maafkan Pinokio. Pinokio tak akan berbohong lagi”, kata Pinokio dengan meminta maaf dan rasa penyesalan. Lalu Ibu Peri tersenyum, dan memerintahkan burung pelatuk mematuki hidung Pinokio. Dan hidung Pinokio kembali ke bentuk semula.
                  “Ayo kembalilah ke rumah, dan besok bersiaplah belajar ke sekolah!”, kata Ibu Peri.

            Dalam perjalanan menuju rumah, Pinokio bertemu dengan kereta wahana bermain. Melihat keasyikan wahana, Pinokio tak bisa menahan diri dan kembali lupa akan janjinya pada Ibu Peri. Hari demi hari, Pinokio hanya bermain di wahana permainan anak.

            Hingga suatu hari, Pinokio yang tengah bermain, sangat terkejut melihat wajahnya dari pantulan permukaan air. “Tidaakkk! Telingaku kenapa jadi telinga keledai! Dan aku pun punya buntut keledai!”, teriak Pinokio. Ternyata anak lainnya pun telah berubah menjadi keledai hidup. Dan secara tiba-tiba, Pinokio berubah menjadi seekor keledai dan dijual ke sirkus karena telah melanggar janji pada Ibu Peri. SehinggaPinokio mendapat hukuman menjadi keledai.

            Setiap hari Pinokio dipecut dan harus melompati lingkaran api yang panas. Pinokio merasa ketakutan dan harus melompati lingkaran api itu. Di kemudian hari, Pinokio terjatuh dan kakinya patah. Lalu pemilik sirkus menjadi marah. “Dasar keledai dungu! Lebih baik dibuang ke laut kau!”, kata pemilik sirkus.

              Kemudian Pinokio dilempar ke laut yang dalam. “Blub Blub Blubbb....Bub...”, terdengar suara Pinokio tenggelam ke laut yang dalam. Lalu ikan-ikan datang menggigitnya tubuhnya. Dan kulit keledai Pinokio akhirnya terlepas. “Terima kasih ikan-ikan. Tanpa kalian aku akan jadi keledai seumur hidupku”, kata Pinokio. Walaupun sebenarnya ikan-ikan itu utusan Ibu Peri karena Pinokio telah menyadari kesalahannya.

            Ketika berenang, Pinokio mengucapkan berjanji dalam hati, “Kali ini aku akan pulang ke rumah dan pergi ke sekolah untuk belajar dengan giat! Setelah sekolah, aku akan membantu pekerjaan di rumah dan membantu kakek memahat”. Setelah itu, “Hrrr…. seekor ikan paus besar datang mendekat dengan suara yang menyeramkan. “Ikan Pausss…. Toloooong!!!”, teriak Pinokio dan akhirnya tertelan oleh ikan paus yang besar. “Happ...”, suara ikan paus memakan Pinokio. Di dalam perut ikan paus sangat gelap gulita. Namun dari kejauhan, Pinokio melihat kakek Gepeto ingin menyelamatkannya. Namun kakek ikut tertelan ikan paus itu.
            "Kakek!”, kata Pinokio.
            “Pinokio sayangku!”, kata Gepeto. Mereka berdua saling berpelukan.
            “Kakek pergi ke laut untuk mencarimu, Nak. Untung kita bertemu!”, lanjut Gepeto.
             "Lalu bagaimana cara keluar dari sini, Kek?”, tanya Pinokio.
         “Saat ikan paus ini tidur. Cepatlah keluar Nak. Badan kakek sudah terlalu tua dan lemah. Pinokio saja yang pergi”, kata Gepeto dengan tersenyum dan menahan rasa sedih.
            “Aku tidak mau kalau tidak bersama-sama Kakek", kata Pinokio.
         "Maafkan aku Kakek, sebenarnya Pinokio benci sama Kakek. Dan Pinokio tak ingin menemui kakek. Pinokio tak sayang sama sekali pada Kakek”, kata Pinokio . Tiba-tiba hidung Pinokio mulai memanjang dan memanjang hingga mulut ikan paus terbuka lebar. Dan celah untuk keluar dari ikan paus membesar.
            "Kau berbohongkan, Nak?!", balas Gepeto.
       "Tidak, aku tak berbohong Kek. Aku sangat membenci kakek", kata Pinokio. Dan hidung Pinokio semakin memanjang. Setelah celah untuk keluar terbuka, Gepeto dan Pinokio segera merangkak dan keluar dari mulut ikan paus. Dan dengan sekuat tenaga Pinokio membawa Kakek Gepeto dan berenang ke garis pantai. Lalu Pinokio pergi ke pondok terdekat untuk merawat kakek yang pingsan. Pinokio bekerja setiap hari hingga kakek sehat kembali. Akhirnya kakek menjadi sehat kembali.
            “Pinokio, kakek tahu kalau kamu berbohong agar kita bisa selamat dari ikan paus itu. Karena kaulah kakek jadi sehat seperti ini. Terima kasih ya Nak!”, kata Gepeto dengan perasaan terharu.
          "Kakek, mulai sekarang Pinokio akan menurut apa kata kakek”, kata Pinokio. Tiba-tiba muncul cahaya bersinar terang yang menyelimuti mereka. Dan cahaya itu berasal dari Ibu Peri.
       ”Pinokio, selamat! Kau telah menjadi anak baik dan berbakti pada kakekmu”, kata Ibu Peri. Lalu Pinokio berubah menjadi seorang anak manusia sepenuhnya. Dan akhirnya mereka hidup bahagia.




- SEKIAN
Share:

Anak Kerang

          Di suatu masa, hiduplah seekor anak kerang. Ia mengadu dan mengeluh pada ibunya di dasar laut. Karena sebutir pasir tajam masuk ke dalam tubuhnya yang merah dan lembek. “Anakku...”, Kata Sang Ibu dengan bercucuran air mata.
         “Mengapa Tuhan tidak memberikan satu tangan pun pada bangsa kerang seperti kita, Ibu?! Sehingga Ibu tak bisa menolongku!”, kata Anak Kerang dengan kesakitan. 

Sang Ibu Kerang terdiam lalu Ia berkata, “Ibu tahu pasti sakit sekali anakku. Tapi Ibu mohon terimalah ini sebagai takdir alam pada kita. Kuatkanlah hatimu, Nak! Jangan terlalu gegabah lagi! Sekarang kerahkan seluruh kemampuanmu untuk melawan rasa sakit dan nyeri yang menggigit, Anakku. Lalu balutlah pasir tajam itu dengan getah di perutmu lalu arahkan keluar dari tubuhmu, Nak. Hanya itu yang bisa kau perbuat, Nak”, kata Ibu Kerang dengan sendu dan tak tega melihat anaknya.

Kemudian Anak Kerang berusaha melakukan seperti nasihat ibunya. Meski pasir tajam itu mulai terbalut, namun rasa sakitnya sangat menusuk dirinya. Dengan rasa sakit yang mendalam, Anak Kerang meragukan nasihat sang Ibu. Hingga bertahun-tahun lamanya, Anak Kerang menahan rasa sakit itu.
            Di pagi hari, tanpa Ia sadari dari sebutir pasir yang Ia balut muncullah sebuah mutiara yang terbentuk dalam dagingnya. Semakin lama semakin halus. Rasa sakit yang menahun pun semakin mereda. Hingga terbentuklah mutiara yang bulat dan rasa sakit mulai menghilang.
         Pada akhirnya, sebutir mutiara besar yang bulat sempurna, mengkilap, dan berharga mahal pun terbentuk dengan sempurna. Ia mengingat nasihat sang Ibu, "Benar apa yang dikatakan oleh Ibuku! Aku memiliki sebuah penderitaan hidup ini namun sekarang telah berubah menjadi mutiara yang mahal". Sebuah air mata kepedihan yang berubah menjadi mutiara mengkilap. Melihat dirinya yang saat ini, Ia merasa sangat bersyukur karena sebagai hasil deritanya menahunnya, terlihat mutiara yang lebih berharga daripada kerang-kerang lainnya yang selalu berakhir sebagai Kerang Rebus di tepi jalan raya dan pertokoan.



- SEKIAN
Share:

Wortel, Telur dan Kopi


           Pada suatu hari, hiduplah seorang ayah sebagai koki dan seorang anak perempuannya. Mereka menjalani kehidupan dengan kehidupan yang serba seadanya dan sangat sedikit orang yang berbaik hati padanya. Hingga anak perempuannya mengeluh pada sang Ayah karena penderitaan hidupnya yang sangat berat. Anak perempuan itu tak tahan dengan penderitaan yang berkelanjutan dan memutuskan untuk menyerah. Dia sangat lelah dan bosan dengan nasihat-nasihat untuk terus berjuang. Karena jika suatu persoalan telah selesai, maka persoalan yang lain datang secepatnya secara tiba-tiba.
       Kemudian sang ayah mengajaknya ke dapur. Lalu Ayah menuangkan air pada tiga panci dan menaruhnya di atas bara api. Setelah ketiga air panci itu mendidih. Pada panci pertama, Ayah memasukkan beberapa wortel utuh. Lalu dalam panci kedua, Ayah memasukkan beberapa butir telur mentah. Dan dalam panci terakhir, Ayah mencelupkan beberapa biji kopi. Lalu Ayah membiarkan ketiga panci itu beberapa saat dan terdiam sejenak.
           "Ayah, ayah sedang memasak apa?" kata Anak Perempuan dengan tidak sabar. Ia bingung melihat masakan Ayah. Waktu terus berjalan hingga setengah jam dan Ayah mematikan kompor. Dia mengambil wortel-wortel dan diletakkannya di dalam mangkuk pertama. Lalu telur-telur ditaruhnya di dalam mangkuk kedua. Kemudian kopi panas dituangkan ke dalam segelas cangkir. Sesudah itu, Ayah membalikkan badan dan menghadap pada putrinya, lalu Ayah bertanya, “Sayangku, apa yang kamu lihat, Nak?”.
          “Wortel, telur rebus, dan kopi panas, Yah!”, jawab Anak Perempuan dengan kesal. Lalu Ayah meminta anak perempuannya meraba wortel itu. Ia mengetahui kalau wortel-wortel itu terasa lebih lembut dan lebih lentur. Kemudian Ayah memintanya mengambil beberapa telur, memecahnya, dan mengupas kulitnya. Anak Perempuan itu mengetahui kalau telur rebus itu terasa lebih keras. Dan yang terakhir, Ayah memintanya menghirup aroma kopi panas. Kemudian Anak Perempuan itu tersenyum saat mencium aroma kopi yang nikmat. Setelah itu, Ia tersenyum dan bertanya, “Apa maksudnya, Ayah?”.
           Kemudian Ayah menceritakan bahwa masing-masing telah merasakan penderitaan yang sama yaitu direbus oleh air yang mendidih. Namun masing-masing benda memiliki reaksi yang berbeda. Seperti wortel yang awalnya kuat, keras, dan tegar. Ternyata setelah direbus dalam air mendidih menjadi lebih lentur dan lebih lemah. Sedangkan telur yang awalnya mudah pecah dan hanya memiliki kulit luar tipis yang melindungi cairan di dalamnya, setelah direbus dengan air mendidih, cairan di dalamnya itu berubah menjadi lebih keras. Sedangkan, biji-biji kopi sangat berbeda. Setelah biji-biji kopi direbus dalam air mendidih, biji-biji kopi itu mengubah air yang memberinya penderitaan air mendidih berubah menjadi air kopi yang enak.
           “Dari ketiganya, yang manakah kamu, anakku sayang?”, tanya sang Ayah pada putrinya.
           “Ketika suatu penderitaan datang dalam kehidupanmu, bagaimanakah reaksimu Nak? Apakah kamu menjadi wortel, telur, atau biji-biji kopi?”, lanjut sang Ayah.
           Kemudian anak perempuan itu terdiam dan merenungkan perilakunya dalam menjalani kehidupan.



- SEKIAN





Bagaimana dengan ANDA, sobat?
             Apakah kamu seperti wortel yang awalnya kelihatan keras dan tegar, tetapi saat berhadapan dengan kepedihan dan penderitaan menjadi lembek, lemah, dan kehilangan kekuatan?
           Apakah kamu seperti telur, yang mulanya berhati penurut? Yang awalnya berhati lembut, tetapi setelah terjadi kematian, perpecahan, perceraian, atau pemecatan. Anda menjadi keras dan kepala batu? Kulit luar Anda memang tetap sama, tetapi apakah Anda menjadi pahit, tegar hati,serta kepala batu?
          Atau apakah Anda seperti biji kopi? Kopi mengubah air panas, hal yang membawa kepedihan itu, bahkan pada saat puncaknya ketika mencapai 100 C. Ketika air menjadi panas, rasanya justru menjadi lebih enak. Apabila Anda seperti biji kopi, maka ketika segala hal seolah-olah dalam keadaan yang terburuk sekalipun Anda dapat menjadi lebih baik dan juga membuat suasana di sekitar Anda menjadi lebih baik.


Bagaimana caramu sobat menghadapi penderitaan? Apakah seperti wortel, telur, atau biji kopi?
Share:

Pohon Apel

           Pada suatu hari, hiduplah anak laki-laki yang senang bermain-main di bawah pohon apel. Ia bermain setiap hari hingga malam tiba. Ia sering memanjat hingga ke pucuk pohon apel. Lalu Ia sering memakan buah apelnya, dan bersantai di bawah dedaunannya yang rindang. Hari demi hari berlalu, anak laki-laki itu sangat menyukai pohon apelnya. Ia berfikir pohon apel itu menyukainya seperti yang dia rasakan.
Waktu terus berjalan, anak laki-laki itu kini telah dewasa dan dia tak bermain dengan pohon apel itu lagi. Suatu hari anak laki-laki itu datang kepada pohon apel. Wajahnya terlihat sedih. Sehingga pohon apel merasa kasihan dan melebarkan dahannya ke anak laki-laki itu.
“Kemarilah Nak, bermain-main lagi denganku seperti dulu”, kata Pohon Apel.
“Maaf, aku bukan anak kecil yang bermain memanjati pohon lagi”, jawab Anak Laki-laki itu.
“Aku sangat ingin punya mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya”, lanjut Anak Laki-laki dengan bersedih hati.
“Aku tak punya uang juga, nak… Tetapi kamu boleh mengambil semua buah apelku ini dan menjualnya ke pasar. Dengan ini, kamu bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kesukaanmu”, kata Pohon Apel dengan menunjuk apel-apel miliknya.

          Mendengar tawaran dari pohon apel, anak laki-laki itu sangat senang. Lalu Ia memetik semua buah apel dan pergi ke pasar dengan penuh kegembiaraan. Tetapi setelah itu, anak laki-laki itu tak pernah datang lagi. Dan pohon apel merasa kembali sedih dan sendiri.

           Hingga suatu hari, anak laki-laki itu tiba dan pohon apel sangat senang melihatnya. “Ayo kita bermain-main lagi seperti dulu”, kata Pohon Apel.
           “Maaf, aku tak punya waktu bermain lagi”, jawab Anak Laki-laki.
        “Aku harus mencari nafkah untuk keluargaku. Tetapi kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Wahai pohon apel, maukah engkau menolongku?”, kata Anak Laki-laki dengan bersedih hati.
       “Ummm... Maaf, aku tak mempunyai rumah pohon. Tapi kamu boleh memotong dan mengambil semua dahan rantingku ini untuk membangun rumahmu”, kata Pohon Apel dengan perasaan kasihan. Lalu anak laki-laki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel, lalu pergi dengan perasaan senang. Melihatnya pergi dengan gembira, pohon apel juga ikut merasakan bahagia. Tetapi anak laki-laki itu tak pernah bertemu dengannya lagi. Lalu pohon apel kembali kesepian dan sedih. 

          Musim panas telah tiba, anak laki-laki itu datang lagi. Pohon apel telah menanti kedatangannya dan merasa sangat senang. “Ayo bermain lagi denganku!”, kata Pohon Apel dengan senang.
          “Maaf, aku sedang bersedih hati”, kata Anak Laki-laki itu.
       “Sekarang, aku sudah tua dan ingin melihat luasnya dunia. Aku sangat ingin berlibur dan berlayar. Maukah kamu memberi aku sebuah kapal yang besar?”, lanjut Anak Laki-laki dengan penuh harapan.
      “Maaf, tapi aku pun tak mempunyai kapal. Tetapi kamu boleh memotong batang utama tubuhku untuk membuat sebuah kapal yang besar. Pergilah berlayar dan bergembeiralah bersama keluargamu”, kata Pohon Apel. Lalu anak laki-laki itu memotong batang utama pohon apel dan membuat kapal pesiar. Kemduian anak laki-laki itu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui sisa akar pohon apel itu.
           Pada suatu hari, anak laki-laki itu datang lagi setelah sekian tahun lamanya. “Maafkan aku, Nak”, kata Pohon Apel dengan sedih.
             “Aku sudah tak mempunyai buah apel lagi untuk kamu makan”, sambung Pohon Apel.
         “Tidak apa-apa, wahai Pohon Apel. Aku sudah tak memiliki gigi untuk memakan buah apelmu”, jawab Anak Laki-laki itu.
             “Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang biasa kamu panjat”, kata Pohon Apel.
             “Tidak apa-apa, sekarang aku sudah tua renta memanjatnya”, jawab Anak Laki-laki itu.
         “Dengan keadaanku saat ini, aku tak mempunyai apa-apa untuk aku berikan padamu lagi. Diriku yang tersisa hanyalah akarku ini yang sudah tua dan sekarat”, Kata Pohon Apel dengan sebuah tetesan air yang keluar dari celah akarnya.
              “Saat ini, aku tak memerlukan apa-apa. Yang aku butuhkan hanya tempat beristirahat di hari tuaku. Aku sudah sangat lelah setelah lama meninggalkanmu”, balas Anak Laki-laki dengan lemah.
            “Waaahh, momen yang tepat sekali, akar tuaku ini adalah tempat terbaik untuk bersandar dan beristirahat. Ayo, berbaringlah di pelukan akarku dan beristirahatlah dengan tenang bersamaku”, jawab Pohon Apel dengan gembira.
              Kemudian Anak Laki-laki itu berbaring di antara akar pohon apel. Dan Pohon Apel sangat gembira dan terharu dengan meneteskan setetes air melalui celah akarnya.



- SEKIAN 
Share:

Asal Usul Kota Banyuwangi

              Suatu hari di ujung timur Jawa Timur, ada sebuah kerajaan yang dipimpin oleh Raja yang adil dan bijaksana. Sang Raja mempunyai seorang putra yang bernama Raden Banterang. Ia hobi berburu. Hingga suatu hari, Raden Banterang pergi berburu ke hutan belantara dan ditemani oleh para pengawal kerajaan. Di tengah perburuan, Raden Banterang melangkah sendirian dan dia melihat seekor kijang melintas di depannya. Lalu Raden Banterang mengejar kijang itu hingga dia terpisah dengan para pengawalnya.

                “Pergi ke mana kijang tadi?”, kata Raden Banterang. 
               “Sepertinya pergi ke arah sini, kijang itu akan aku cari sampai dapat!”,  lanjut Raden Banterang. Lalu Raden Banterang melangkah lebih jauh melewati semak belukar dan pepohonan hutan. Namun kijang itu tidak ada. Tetapi Raden Banterang merasa sedikit lega karena tiba di sebuah sungai yang sangat jernih. 
             “...... Sangat segar sekali air sungai ini...”, kata Raden Banterang setelah meminum air sungai itu. Kemudian Raden Banterang beranjak pergi meninggalkan sungai. Tapi baru beberapa langkah, tiba-tiba Ia dikejutkan oleh kedatangan seorang gadis cantik jelita.


              “Kenapa ada gadis cantik jelita di tempat seperti ini? Benarkah gadis itu seorang manusia?”, pikir Raden Banterang bertanya-tanya. Lalu Raden Banterang memberanikan diri mendekati gadis itu. 
             “Wahai gadis, apakah engkau manusia atau wujud penunggu hutan ini?”, tanya Raden Banterang. 
         “Saya manusia”, jawab gadis itu dengan tersenyum. Kemudian Raden Banterang memperkenalkan dirinya dan gadis itu menerimanya. 
       “Wahai Pangeran, nama saya Surati dan berasal dari kerajaan Klungkung”, kata gadis itu dengan tersenyum.
           “Saya bisa di tempat ini karena menyelamatkan diri dari serangan musuh. Ayahanda saya telah gugur mempertahankan kerajaan kami”, lanjut Surati. Setelah mendengar cerita gadis itu, Raden Banterang merasa kasihan. Kemudian Raden Banterang menawarkan dan mengajaknya pulang ke istana. Hari demi hari berlalu, hingga Raden Banterang dan Surati menikah di istana.

            Suatu hari, Tuan Puteri Surati berjalan keluar istana. “Surati!... Surati!...”, panggil seorang laki-laki yang berpakaian kumuh. Lalu Surati melihat ke laki-laki itu. Surati tersadar bahwa laki-laki itu adalah kakak kandungnya yang bernama Rupaksa. Kedatangan Rupaksa untuk mengajak Surati membalas dendam karena Raden Banterang telah membunuh sang ayahanda. Namun Surati menolaknya dan menceritakan bahwa dia mau diperistri Raden Banterang karena pernah ditolongnya. Mendengar perkataannya, Rupaksa tiba-tiba marah pada adiknya. Setelah itu, Rupaksa memberikan sebuah kenangan berupa ikat kepala pada Surati. “Ingat! Ikat kepala ini harus kamu simpan di bawah bantal tempat tidurmu, Surati”, kata Rupaksa.

          Pertemuan Surati dengan Rupaksa tidak diketahui oleh Raden Banterang. Di saat itu, Raden Banterang sedang berburu di hutan bersama para pengawalnya. di tengah perburuan, Raden Banterang terkejut melihat kedatangan seorang laki-laki yang berpakaian kumuh. “Wahai tuanku Raden Banterang. Keselamatan Tuan terancam bahaya oleh karena rencana istri tuan sendiri,” kata Rupaksa. 
       “Tuan bisa melihat buktinya. Ada sebuah ikat kepala yang diletakkan di bawah tempat tidurnya. Ikat kepala itu titipan seorang laki-laki yang dimintai tolong untuk membunuh Tuan”, lanjut Rupaksa. Kemudian laki-laki kumuh itu menghilang secara misterius. Dan setelah Raden Banterang mendengar laporan lelaki misterius itu, Ia segera pulang ke istana. Setibanya Raden Banterang di istana, dia menuju ke tempat tidur istrinya. Raden Baterang mencari ikat kepala itu dan menemukannya di hadapan Surati. 
       “Apa ini?!! Ternyata benar kata laki-laki itu! Ikat kepala ini adalah buktinya! Kau berencana mau membunuhku dengan ikat kepala ini kan?!!”, tuduh Raden Banterang kepada sang istri.
           “Beginikah balas budimu padaku?!!”, lanjut Raden Banterang dengan marah.
          ”Jangan asal tuduh, Kakanda. Adinda sama sekali tak bermaksud membunuh Kakanda. Apalagi berasal dari seorang lelaki!” jawab Surati. Tetapi Raden Banterang tetap menduganya bahwa istrinya yang pernah ditolong saat itu akan membahayakan hidupnya. Dalam perdebatan antara Raden Banterang dan Surati, Raden Banterang ingin bukti dari Surati dan Raden Banterang berencana membalas ulah istrinya. 

          Raden Banterang berniat menenggelamkan Surati di sungai pertemuan pertama mereka. Ketika mereka tiba di sungai itu, Raden Banterang menceritakan  pertemuannya dengan seorang laki-laki kumuh ketika berburu di hutan belantara. Kemudian Surati pun menceritakan pertemuannya dengan lelaki yang seperti dijelaskan suaminya.  
         “Kakanda, laki-laki itu adalah kakak kandung Adinda. Dialah yang memberi sebuah ikat kepala itu pada Adinda”, kata Surati dengan nada yang lembut. Namun Raden Banterang tidak percaya pada ucapan Surati. 
        “Wahai kakanda suamiku! Bukalah hati Kakanda! Adinda pun rela mati demi Kakanda. Adinda mohon pada kakanda, berilah kesempatan pada Adinda untuk menceritakan semuanya dengan kakak kandung Adinda yang bernama Rupaksa itu”, kata Surati dengan bersedih hati. 
     “Sebenarnya kakak Adindalah yang ingin membunuh kakanda! Adinda dimintai membantunya, tetapi Adinda menolaknya!!”, lanjut Surati dengan penuh keyakinan. Mendengar cerita Surati, Raden Banterang masih menganggap istrinya berbohong. 
         "Bohong!! Kau pasti berbohong! Dasar wanita penipu kau!!", kata Raden Banterang pada Surati.
       “Kakanda!! Jika air sungai ini menjadi jernih dan sangat harum, berarti Adinda benar! Tetapi, jika air sungai ini tetap keruh dan berbau busuk, berarti Adinda yang salah!”, tantang Surati pada suaminya. Namun Raden Banterang tetap menganggap ucapan Surati hanya mengada-ada. Sehingga Raden Banterang mengambil dan menghunus keris dari ikat pinggangnya. Bersamaan dengan itu, Surati melompat ke tengah sungai dan menghilang.

      Beberapa saat kemudian, terjadi sebuah keajaiban. Di sekitar sungai, mulai terhirup aroma harum semerbak aroma bunga dan air sungai berubah menjadi bening dan jernih hingga dasar sungai terlihat. Melihat keajaiban itu, Raden Banterang merasa bersalah dan berkata dengan gemetar, “Istriku tidak berdosa! Air sungai ini berubah aromanya menjadi sangat harum!”.

    Raden Banterang sangat menyesali perbuatannya yang penuh emosi. Ia hanya bisa meratapi kematian sang istri dan menyesali perbuatannya yang naif. Namun rasa penyesalannya sudah terlambat. Sejak peristiwa itu, sungai itu menjadi sungai yang sangat harum dan sakral. Masyarakat di sekitar menyadari aroma wangi yang berasal dari sungai itu. Dan masyarakat setempat menyebutnya Banyuwangi. Dalam bahasa Jawa memiliki arti, yaitu "Banyu" yang berarti Air, dan "Wangi" yang berarti Harum. Hingga saat ini Banyuwangi menjadi nama sebuah kota yaitu Kota Banyuwangi.



TERIMA KASIH ...
Share:

Puteri Tidur

Pada zaman dahulu, tinggallah seorang Raja dan Ratu di istana megah. Mereka dikaruniai seorang puteri yang putih dan bersih. Hingga sang Raja dan Ratu mengundang tujuh peri untuk datang dan memberkati Puteri mereka. Dalam kelahiran puterinya, semua peri sangat gembira atas kelahirannya dan memberikan doa kepada sang Puteri.

Peri pertama berkata, “Di masa depan kamu akan menjadi Puteri paling cantik di dunia”. Lalu Peri kedua berdoa, “Di masa depan kamu akan menjadi seorang Puteri yang selalu riang gembira”. Peri ketiga mengatakan, “Di masa depan kamu akan selalu mendapatkan banyak rasa kasih sayang dari orang sekelilingmu”. Lalu Peri keempat berkata, “Di masa depan kamu akan bisa menari dengan sangat anggun dan gemulai”. Kemudian Peri kelima berkata, “Di masa depan kamu akan menjadi penyanyi berbakat yang suaranya sangat indah dan merdu sekali”. Dan Peri keenam berkata, “Di masa depan kamu akan sangat hebat memainkan alat musik”.

           Namun ketika peri ketujuh mendekati sang Puteri, tiba-tiba datang seorang Peri Tua dalam acara pemberkatan. Peri Tua itu sangat marah karena Raja dan Ratu tidak mengundangnya. Semua undangan kerajaan sangat terkejut atas kedatangan Peri Tua itu dan mengira bahwa Ia sudah meninggal atau pergi dari kerajaan itu. Kemudian Peri Tua itu mendekati dan mengutuk sang Puteri, “Wahai Puteri, Kelak jarimu akan tertusuk oleh jarum pintal dan kamu akan mati!”. Kemudian Peri Tua itu menghilang dari kerajaan. Dan semua tamu undangan sangat terkejut dan sang Ratu pun mulai menangis.

       Di sela-sela kesedihan itu, Peri ketujuh mendekati sang Puteri dan memberikan doanya, “Maafkan aku, Puteri yang manis. Aku memang tak bisa membatalkan kutukan Peri Tua, tetapi aku dapat memberikan keberkatan agar engkau tak mati jika terkena jarum pintal, melainkan engkau hanya tertidur pulas selama seratus tahun hingga ada seorang Pangeran tampan dan gagah berani akan datang untuk membangunkanmu”.

       Mendengar Peri ketujuh memberkati sang Puteri, Raja dan Ratu merasa sedikit legah. Lalu pada hari itu, Raja dan Ratu membuat peraturan baru bahwa di wilayah kerajaan itu tidak boleh ada alat pintal satu pun. Para pengawal dan pasukan kerajaan menyita dan menghancurkan semua alat pintal demi selamatan sang Puteri. 

        Waktu terus berjalan hingga sang Puteri telah berusia 18 tahun. Diusianya, Raja dan Ratu tak memikirkan kutukan oleh Peri Tua lagi, sehingga Raja dan Ratu bepergian sepanjang hari. Di hari itu, sang Puteri merasa kesepian dan berjalan-jalan mengelilingi istana dan Ia sampai di sebuah balkon. Di sana, sang Puteri berjumpa dengan wanita tua yang sedang memintal benang menggunakan alat pintal. Karena sang Puteri belum pernah melihat alat pintal, lalu ia sangat tertarik dan ingin mencobanya. Ketika sang Puteri mencoba alat pintal itu, wanita tua itu dengan sengaja menusukkan jarum pintal ke tangan sang Puteri.
               "Auhh, tanganku tertusuk....", kata sang Puteri dengan kesakitan. Lalu sang Puteri jatuh tak sadarkan diri dan tertidur karena terkena kutukan. 
           "Hahaha.... Sekarang tertidurlah dan pergilah dari dunia ini secepatnya!!! Hahaha....", kata Wanita Tua itu dengan senang. Sebenarnya Wanita Tua itu adalah jelmaan dari Peri Tua yang tak diundang oleh Raja dan Ratu pada saat kelahirannya. Lalu Peri Tua itu pun menghilang dalam kegelapan.

            Di hari yang sama, Raja dan Ratu kembali. Mereka kebingungan karena sang Puteri menghilang dari istana. Saat seorang pengawal menemukannya, Raja teringat bahwa kutukan Peri Tua yang jahat telah menjadi kenyataan. Lalu sang Puteri dibawa dan dibaringkan di tempat tidurnya. Sesegera mungkin sang Raja mengirimkan kabar mengenai peristiwa itu ke peri ketujuh. 

          Sesuai dengan keberkatan Peri ketujuh yang baik hati. Lalu ia bergegas ke istana dan Peri ketujuh itu menidurkan semua orang di kerajaan agar saat kutukan sang Puteri berakhir, mereka semua akan bangun bersama-sama.

           Dalam waktu singkat, semak belukar yang lebat berduri dan pepohonan yang menjulang tinggi tumbuh di seluruh wilayah kerajaan, hingga puncak istana pun hanya dapat terlihat ujungnya sedikit. Sehingga tak ada siapapun yang bisa menerobosnya hingga kutukan berakhir pada seratus tahun berikutnya. Karena menjadi sangat tertutup, istana tersebut menjadi sebuah cerita legenda setempat yang di dalamnya ada seorang Puteri cantik jelita yang tertidur karena kutukan.

           Setelah masa seratus tahun berakhir, seorang Pangeran tampan sedang berburu untuk tangkapannya. Pangeran itu kebetulan sedang melewati wilayah kerajaan itu dan melihat pucuk-pucuk istana di antara semak belukar. Sebelumnya, sang Pangeran sudah banyak mendengar cerita tentang istana kerajaan itu, seperti istana berhantu, tempat para penyihir, dan cerita lainnya yang sangat menyeramkan.  

           Karena penasaran, sang Pangeran mencari kakek-kakek yang mengetahui pasti tentang kerajaan penuh misteri itu. Lalu kakek itu menceritakan bahwa menurut leluhurnya, ada seorang Puteri yang paling cantik di dunia yang tertidur di dalam istana semak belukar itu karena kutukan dari Peri Tua jahat. Sang Puteri akan terus tertidur hingga ada seorang Pangeran tampan dan gagah berani yang datang untuk membangunkannya.  

            Mendengar pernyataan kakek bijaksana itu, sang Pangeran yang pemberani itu bergegas menuju kerajaan misterius itu. Sang Pangeran berniat untuk menyelamatkan sang Puteri kerajaan. Ketika tiba di depan istana semak belukar itu, sang Pangeran mengambil pedangnya dan berjuang menembus semak belukar dan pepohonan tinggi agar dapat masuk ke dalam wilayah kerajaan yang misterius itu.

            Ketika sang Pangeran berhasil menembus semak belukar, Ia sangat terkejut karena ada banyak sekali orang dan hewan peliharaan yang terbaring dan tertidur di mana-mana, tetapi mereka tidak ada yang mati. sang Pangeran berfikiran kalau mereka hanya tertidur sangat nyenyak. Lalu Pangeran tampan itu masuk ke dalam ruang istana. Di sana sang Pangeran melihat seluruh pengawal kerajaan tertidur pulas.

        Melihat semua orang tertidur, sang Pangeran berjalan-jalan menjelajahi istana itu hingga akhirnya sang Pangeran berhasil menemukan sang Puteri di sebuah kamar. Betapa terkejutnya sang Pangeran karena terpesona oleh kecantikan sang Puteri. Memandang kecantikannya, sang Pangeran berlutut dan mencium tangan sang Puteri. Dan saat itulah kutukan Peri Tua berakhir. Lalu sang Puteri membuka matanya. Sang Puteri merasa senang karena Ia telah lama menanti kedatangan Pangeran tampan.

       Di saat yang bersamaan, Raja dan Ratu serta semua pengawal istana dan seluruh pejabat kerajaan terbangun. Semak belukar yang lebat dan pepohonan tinggi menghilang. Semua orang terbangun dan kembali melihat keadaan sang Puteri. Lalu Raja dan Ratu juga terbangun dan mereka menyambut kedatangan sang Pangeran dari kerajaan tetangga itu.

      Atas hilangnya kutukan itu, Peri Tua datang ke istana dan menantang sang Pangeran. Namun sang Pangeran mengayunkan pedang miliknya dan mematahkan tongkat sakti milik Peri Tua. Lalu Peri Tua terkena sihirnya sendiri dan mati terbakar. 

     Atas keberanian dan kegagahan sang Pangeran tampan, di hari berikutnya sang Puteri dan sang Pangeran tampan pun menikah. Lalu mereka hidup bahagia selamanya.




- SEKIAN
Share:

Malin Kundang


         Pada suatu hari, hiduplah seorang Ayah, Ibu dan satu anak laki-laki yang diberi nama Malin Kundang. Mereka hidup sebagai nelayan dan keuangan keluarganya memprihatinkan. Karena kebutuhan ekonomi keluarga, sang Ayah pergi merantau ke negeri orang. Sehingga tinggal sang Ibu dan Malin Kundang di sebuah gubug. Waktu terus berjalan hingga 1 tahun lamanya, sang Ayah tak junjung datang, sehingga sang Ibu harus mencari nafkah.

          Waktu demi waktu hingga Malin Kundang tumbuh remaja. Ia anak yang cerdas tetapi sering mengejar dan memukul ayam dengan sapu. Namun suatu ketika Malin Kundang tersandung batu dan lengan kanannya terluka. Lalu luka itu sembuh namun masih meninggalkan bekas dilengannya.


            Pada suatu hari, Malin Kundang telah berusia dewasa. Ia merasa prihatin dengan usia Ibunya yang sudah tua dan masih mencari nafkah. Sehingga Malin Kundang mencari informasi untuk pergi ke negeri seberang. Hingga Malin Kundang bertemu dengan seorang Nahkoda. Nahkoda itu menawarkan pekerjaan pada Malin Kundang dan bercerita bahwa dulunya Ia juga hidup kesusahan.

          Awalnya, sang Ibu kurang setuju. Tetapi Malin Kundang terus mendesak sang Ibu, sehingga Ibu Malin Kundang akhirnya mengijinkan walau dengan berat hati. Keesokan harinya, Malin Kundang pergi menuju ke dermaga dengan diantar ibunya dengan bekal makanan. "Malin anakku, jika suatu hari kamu jadi orang yang sukses, jangan lupakan Ibumu dan kampung halamannu ini ya Nak", kata Ibu Malin Kundang dengan berlinang air mata.

        Kemudian kapal Malin Kundang berlabuh menjauhi pelabuhan dengan iringan lambaia tangan ibu Malin Kundang. Selama berlayar, Malin Kundang belajar tentang ilmu pelayaran teman-temannya yang berpengalaman. Pada suatu hari, tiba-tiba kapal Malin Kundang di serang oleh bajak laut dan semua barang dagangan dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang pedagang di kapal Malin Kundang dibunuh oleh bajak laut.

          Malin Kundang sangat ketakutan dan bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu. Selama semalam, Malin Kundang terseret arus laut, hingga akhirnya puing kapalnya terdampar di sebuah pantai. Ketika terdampar di sebuah pantai, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat. Di desa itu, Malin Kundang ditolong oleh masyarakat dan menceritakan kejadian yang menimpanya semalam. Desa itu sangat subur, sehingga Malin Kundang dengan kegigihannya dalam bekerja, Malin Kundang berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang banyak.

            Ketika Malin Kundang sukses menjadi pelayar. Ia memperistri gadis cantik di desa yang subur itu. Berita kesuksesan dan pernikahan Malin Kundang tersebar hingga ke desa asal Malin Kundang dilahirkan. Ibu Malin Kundang pun mengetahuinya dan merasa sangat senang. Hari demi hari, Ibu Malin Kundang menuju dermaga untuk menantikan kedatangan anaknya tersayang bersama istrinya.

           Hingga suatu hari, Ibu Malin Kundang melihat kapal yang sangat indah memasuki pelabuhan desa. Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas kapal yang indah itu. Ia berharap kalau yang sedang berdiri itu adalah Malin Kundang dan istrinya. Ketika Malin Kundang turun dari kapalnya, Ia disambut oleh ibunya. Sang Ibu melihat bekas luka di lengan kanan Malin Kundang, sehingga semakin yakin bahwa orang tersebut adalah Malin Kundang.
          "Malin Kundang, anakku, mengapa kamu pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar pada Ibu Nak?", kata sang Ibu dengan memeluk Malin Kundang. Tiba-tiba Malin Kundang segera melepaskan pelukan sang ibu dan mendorongnya terjatuh.
       "Dasar wanita tua tak tahu diri! Dengan baju sejelek ini, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku!", kata Malin Kundang dengan berpura-pura tidak mengenali ibunya. Ia malu dengan ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju compang-camping.
        "Sayang, wanita itu ibumu?", tanya sang istri pada Malin Kundang.
     "Tidak! Wanita tua ini hanyalah pengemis yang berpura-pura mengaku sebagai ibu kandungku! Dia pasti menginginkan hartaku!", balas Malin Kundang pada istrinya di depan Ibunya.

        Mendengar perkataan Malin Kundang dan diperlakukan semena-mena oleh anaknya, Ibu Malin Kundang sangat marah. Ia sangat terkejut anaknya telah durhaka padanya. Atas sikapnya, Ibu Malin Kundang mengangkat kedua tangannya dan berkata "Oh Tuhanku, jikalau benar Pemuda itu anakku, aku bersumpah mengutuknya menjadi sebuah batu!".
     Kemudian angin bergemuruh dan berhembus kencang disertai badai dahsyat yang menghancurkan kapal Malin Kundang. Kapal pesiar miliknya rusak, istrinya dan awak kapal entah tak terselamatkan. Lalu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi sulit bergerak hingga akhirnya kakinya berubah menjadi batu dan menjadi sebuah batu berbentuk manusia. 




- SEKIAN
Share:

Jack dan Pohon Kacang

            Pada suatu hari di  desa kecil, tinggallah seorang Ibu dan anak laki-lakinya bernama Jack. Mereka hidup hanya dengan seekor sapi tua, walau sapi tua tersebut air susunya mulai berkurang. Hingga pada suatu hari, sang Ibu menyuruh Jack pergi ke pasar untuk menjual sapi satu-satunya. Dengan uang hasil itu, nantinya mereka akan gunakan untuk berladang dari biji gandum di belakang rumah mereka.

            Keesokan harinya, Jack pergi ke pasar dengan sapi tuanya. Dalam perjalanan menuju pasar, Jack bertemu dengan seorang kakek. Lalu kakek itu menyapa, “Nak, mau kamu bawa ke mana sapi itu?”. 
         ”Mau aku jual ke pasar, Kek”, jawab Jack. Setelah mendengar jawaban Jack, kakek itu menawarkan sebutir kacang untuk bertukar dengan sapinya. 
              “Nak, maukah kamu menukar sapimu dengan sebutir kacang ajaib ini?", kata Kakek itu. 
              "Apa? Menukar sebutir kacang ini dengan sapiku?", kata Jack terkejut. 
           "Tenang dulu Nak. Ini adalah kacang ajaib. Jika kau menanamnya dan membiarkannya satu malam, maka di pagi harinya kacang ajaib ini akan tumbuh sampai ke langit. Kakek tidak berbohong, Nak", balas si Kakek. 
              "Jika begitu, baiklah Kek", jawab Jack.

           Setelah tiba di rumah, Jack menceritakan perjalanannya pada ibunya. Lalu Ibu sangat terkejut dan sangat marah. "Bagaimana bisa kamu menukar sapi itu dengan sebutir biji kacang kecil ini Jack?! Lalu bagaimana cara kita hidup hanya dengan sebutir biji kacang ini?!!", kata Ibu. Karena tersulut oleh kemarahan, sang Ibu melempar biji kacang ini keluar jendela. 
        Di keesokan pagi hari, ada sebuah pohon raksasa yang tumbuh di luar jendela. "Wahh, ternyata benar apa yang dikatakan oleh kakek itu," pikir Jack. Tanpa berfikir panjang, Jack memanjati pohon raksasa itu. "Dari tadi kok belum sampai juga ya?", kata Jack dalam hati.

Karena hampir menyerah, Jack melihat ke bawah. Ia melihat rumah dan kandang menjadi sangat kecil. Lalu Jack memanjat sampai ke langit. Ketika berada di atas langit, Jack terkejut melihat sebuah istana yang sangat megah. "Sekarang aku haus dan lapar, mungkin di istana itu ada makanan dan minuman untukku", pikir Jack. Sesampainya di depan gerbang istana, Jack mengetuknya dengan keras. "Jeglek...", suara gerbang itu terbuka. Ketika gerbang terbuka, Jack melihat kaki yang besar lalu Ia melihat ke atas. Ternyata muncul seorang raksasa wanita yang besar. "Ada apa, Nak?", kata raksasa wanita itu. "Selamat pagi, saya haus dan lapar, bolehkah saya meminta sedikit makanan dari istana yang megah ini?", kata Raksasa Wanita.  "Kau manusia yang sopan sekali. Masuk dan makanlah di dalam saja, ya!", kata Raksasa Wanita.

            Saat Jack sedang makan, tiba-tiba terdengar langkah kaki yang keras. Lalu Raksasa Wanita menyuruh Jack langsung bersembunyi di dalam tungku. "Itu suamiku, cepat bersembunyilah Nak! Dia hobi memakan daging manusia", kata Raksasa Wanita. Kemduian Jack berlari dan bersembunyi di dalam tungku yang rapat.
           "Huaaamm…. Aku pulang, cepat siapkan makananku!", kata Raksasa Pemakan Manusia. Di dalam tungku, Jack menahan nafas dan tak bergerak.
            "Ada bau manusia disini! Di mana kau?!", kata Raksasa Pemakan Manusia dengan mencari sekelilingnya. Ketika Raksasa Pemakan Manusia mengintip tungku itu, Raksasa Wanita cepat-cepat berkata, "Tidak ada apa-apa, ini bau manusia yang kita bakar kemarin. Sudahlah, ini makanannya sudah aku siapkan".

          Setelah Raksasa Pemakan Manusia makan, Ia menaruh pundi-pundi yang berisi uang emas dari hasil curiannya. Raksasa itu merasa sangat capek ketika menghitung jumlah emasnya lalu Ia tertidur karena kelelahan. Melihat hal itu, Jack segera keluar dari persembunyiannya dan mengambil uang emas hasil curian Raksasa Pemakan Manusia dengan mengendap-endap menuju pohon kacang ajaib. Lalu Jack menuruni pohon kacang ajaib dan tiba di rumah. "Ibu, Ibu … Lihatlah! Ini adalah emas besar! Mulai sekarang kita jadi orang kaya, Bu!", kata Jack dengan gembira.
          "Emasnya banyak sekali, tak mungkin kamu mendapatkan emas besar secara tiba-tiba Nak. Apa yang sudah kamu lakukan Nak?", kata Ibu Jack. Lalu Jack menceritakan semua kejadian pada ibunya.
         "Kamu terlalu berani, Jack! Bagaimana jika Raksasa Pemakan Manusia itu datang untuk mengambil emas ini?", kata Ibunya dengan cemas.
           "Sementara kita jual emas-emas ini untuk keperluan kita sehari-hari, Bu", kata Jack. Di hari-hari berikutnya, Jack selalu bersantai-santai dengan uangnya. Kemudian tibalah masa ketika uang hasil curiannya habis. Kemudian Jack memutuskan untuk memanjat pohon kacang ajaib lagi dan menuju ke istana.
            "Eh kamu datang lagi. Ada apa Nak?", kata Raksasa Wanita.
         "Selamat siang, Bu. Saya belum makan dari pagi, perut saya sangat lapar, Bu", kata Jack dengan memegang perutnya. Lalu Raksasa Wanita itu memberi makan siang pada Jack. "Duk... Duk... Duk!... ", tiba-tiba terdengar suara langkah kaki yang keras. Secepatnya, Jack kembali bersembunyi di dalam tungku.

           Kejadiannya sama seperti saat Jack pertama kali masuk ke istana. Setelah Raksasa Pemakan Manusia itu makan, Ia menyuruh ayam hasil curiannya dengan berkata, "Wahai ayam ajaib, keluarkan telur emasmu!". Lalu ayam ajaib itu berkokok, "Kukuruyuuk….". Ayam ajaib itu mengeluarkan sebutir telur emas mengkilat. Raksasa merasa senang dan meminum sake hingga tertidur.
          "Wah hebat! Ada ayam petelur emas?!", pikir Jack. Diam-diam Jack menangkap ayam ajaib itu dan secepatnya turun dan pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, Jack menceritakan semuanya pada ibunya. Lalu di seharian, ayam ajaib itu sering mengeluarkan telur emas di halaman rumahnya. Jack berubah menjadi sangat pemalas dan sering bersantai-santai. Namun karena jumlah telur yang dihasilkan melebihi kemampuan si ayam, sehingga akhirnya ayam itu pun mati. Jack kembali bingung karena persediaan uangnya semakin berkurang. Kemudian Jack memutuskan kembali lagi ke istana langit itu.
         Lagi-lagi Jack bersembunyi di dalam tungku ketika Raksasa Pemakan Manusia pulang. Namun Raksasa Pemakan Manusia itu membawa harpa ajaib. "Wahai harpa, mainkanlah sebuah melodi yang indah untuk makan siangku!", kata Raksasa Pemakan Manusia. Keajaiban pun terjadi, harpa ajaib itu bergerak memainkan melodi yang indah. Raksasa Pemakan Manusia pun mendengarkan dengan meminum sake dan mulai tertidur dengan pulas.
         Saat Raksasa Pemakan Manusia tertidur, Jack mulai beraksi kembali. Jack keluar dari persembunyiannya dan langsung menuju tempat harpa ajaib itu. Namun Jack terkejut ketika mengambil harpa ajaib itu. Tiba-tiba Harpa ajaib itu berhenti memainkan melodinya dan berteriak dengan keras, “Tuanku, ada pencuri…!!!”. Raksasa Pemakan Manusia pun terbangun. Jack yang terkejut langsung berlari dengan membawa harpa ajaib milik raksasa itu. Raksasa Pemakan Manusia terus mengejar Jack dan ikut menuruni pohon kacang.
            Ketika hampir sampai di atas tanah, Jack berteriak dengan keras, "Ibuu….!!! Cepat ambilkan kapak di gudang!!! Cepat Bu!!!". Sang Ibu sangat terkejut melihat sosok raksasa yang datang mengejar Jack, badan ibu merinding karena sangat ketakutan. Sesampainya Jack di bawah, Jack segera menebang pohon kacang itu dengan kapaknya. 
          Dengan kapaknya, pohon kacang ajaib itu rubuh. Raksasa Pemakan Manusia itu jatuh ke tanah dan mati. Sang Ibu sangat lega melihat Jack selamat. Lalu Sang Ibu berkata dengan menangis, "Jack, jangan kau ulangi melakukan hal yang menyeramkan itu. Walaupun kita ini miskin. Tetaplah bekerja dengan sungguh-sungguh. Dengan menerima apa adanya dan mensyukuri nikmat Tuhan, kita berdua pasti akan hidup bahagia". 
         "Maafkan Jack, Ibu. Sekarang Jack akan bekerja dengan sungguh-sungguh", kata Jack dengan memeluk Ibunya.
       "Semenjak saat itu, Jack bekerja dengan rajin setiap harinya seperti yang diharapkan Sang Ibu. Dengan ditemani harpa ajaib yang memainkan melodi-melodi indah tiap harinya, membuat Jack bersemangat bekerja.



- SEKIAN
Share:

Translate

Labels

Featured Post

Perang Bubat Antara Majapahit dan Sunda

Sejarah Perang Bubat berasal dari Prabu Hayam Wuruk yang ingin memperistri putri Prabu Linggabuana yang bernama Dyah Pitaloka Citr...

About Me

My photo
semua konten blog-blog yang saya publis adalah 100% lulus uji konten dari berbagai Duplicate Checker, terima kasih ........ My Contacts : Instagram : @suhendravebrianto ,, Twitter : @suhendravebrian
-------- SUBSCRIBE untuk mendapatkan tutorial Adobe Photoshop dan After Effect yang super keren.

Recent Posts

Populer Stories

Suhendra Vebrianto. Powered by Blogger.

BTricks

cursor

Mushroom Shroom